Dua Puluh Tiga

35.5K 2.4K 89
                                    

"Jadi, apa yang ingin kau cari untuk pertamakalinya?" tanya Audrey setelah Adeline selesai bercerita.

Sebenarnya Audrey sedikit pening dengan penjelasan Adeline yang begitu panjang dan berbelit-belit. Tapi ia membiarkan gadis itu menceritakan apapun yang ingin dikeluarkannya dalam hati, setidaknya hal itu akan membuat Adeline lega dan tenang setelahnya.

*

Audrey Smith, adalah seorang Detektif perempuan yang cukup ternama. Ia kerap mengusut banyak kasus, dan selalu berhasil memecahkan masalahnya.

Bahkan soal hantu pun pernah di usutnya, dan pada kenyataannya, tak pernah ada yang namanya hantu. Mereka hanya manusia yang menjelma sebagai hantu.
Namun, bagaimana ia menjelaskannya pada anak sekecil Adeline. Sebab Adeline bukan Firly, gadis kecil yang pernah ia tangani kasusnya.

Sebab Firly, gadis itu memiliki Indera keenam. Sedangkan Adeline, gadis lugu itu benar-benar nampak depresi karena gangguan hantu-hantu yang diceritakan olehnya.

"A.. Audrey... Apa kau mendengarkan aku?" suara Adeline membuyarkan lamunannya.

"A .... Aduh maafkan aku, Adeline. Jadi, apa yang ingin kau temukan kenyataannya sekarang? maksudku, mana dulu sekiranya yang ingin kau selidiki?" Audrey merasa tak enak hati. Sebab, tadi ia terlalu melamun jauh.

"Aku... Aku ingin mencari Rio. Tapi aku tak tahu dimana dia. Kota ini asing untukku. Papa dan Mama sama sekali belum pernah mengajakku kemanapun," jawab Adeline.
Audrey mendesah.

'Kasihan sekali gadis ini ...' bathinnya.

*

"Baiklah, begini... Sebentar, Jessi!" seru Audrey.

"Yess, Mom!" jawab Jessi dari atas sana.

"Please help me! Ambilkan buku kerja Mommy di tas coklat, ya!" seru Audrey.

"Yeah i'm coming, Mommy!" sahut Jessi. Adeline menatap Audrey sambil tersenyum.

'Andai Mama sepertimu, Audrey ...' ujarnya dalam hati.

"Thankyou honey bunny sweetty! Muacchh..." seru Audrey kemudian mengecup pipi Jessi.

Jessi hanya mengangkat ibu jari dan mengedipkan mata. Kemudian gadis kecil itu kembali ke kamarnya.

"Begini, Adeline... Sebenarnya, aku adalah seorang detektif. Kau bisa menceritakan apapun yang ingin kau selidiki. Aku akan membantumu," ujar Audrey.

Kedua mata Adeline terbelalak.

"benarkah?! Tapi... Bagaimana aku bisa membayarmu, Audrey..." wajah Adeline kembali murung.
Audrey tertawa sambil menepuk bahu gadis itu.

"Kau hanya harus membayarku dengan senyuman, Adeline. Spesial hanya untukmu, gratis!" jawab Audrey sambil mengedipkan mata.

Adeline mengangkat wajahnya. Kedua matanya nampak berbinar. Ia berdiri, lalu memeluk Audrey erat sekali.

Audrey mengembuskan napas lega. Setidaknya, ia menyelamatkan Satu orang anak yang jika dibiarkan, dapat dipastikan jika Adeline akan berada pada posisi Bipolar Disorder!

*

"Jadi yang pertama, kau ingin aku mencari dimana keberadaan Rio. Lalu yang kedua, mencari tahu siapa hantu yang menerormu di sekolah...

"Ketiga, mencari tahu soal Liza dan rumahnya, keempat, Mamamu..."

Audrey sudah mencatat apa-apa saja yang dikatakan oleh Adeline. Adeline mengangguk sambil tersenyum malu.

"Terlalu banyak ya, Audrey?" tanya Adeline. Audrey terkekeh.

"Santai saja, sayang. Percaya padaku, satu kasus menemukan titik terang, maka kasus yang lainnya akan terkuak." jawab Audrey.
Adeline mengangguk. Ia menguap.

"Kau ngantuk?" tanya Audrey. Adeline diam.

"Kenapa?"

"Aku... Aku takut untuk tidur, Audrey," gumamnya.
Audrey tersenyum. Ia berdiri dan meraih lengan Adeline.

"Tidurlah bersama Jessi. Anak itu berisik sekali. Hantu pun bahkan akan takut berhadapan dengannya ..." bisik Audrey.

Adeline tertawa mendengar ucapan Audrey.

*

Audrey sedang memikirkan bagaimana ia harus memulai penyelidikan.
Sementara itu, nampaknya Adeline sudah tertidur pulas.

"Sayang..." terdengar suara seseorang dari luar.

"Sebentar!" Audrey berjalan dan membuka pintu.

Pria itu mengecup pipi Audrey. Hans, dia adalah Suami dan Ayah dari Jessi dan Chua. Kedua anak kembar mereka.

"Hey, kau ada kasus baru?" tanya Hans. Sambil melepas dasi dan kancing kerah kemejanya. Kemudian menggulung lengan kemejanya, hingga menampakkan seluruh lengannya yang dipenuhi Tatto.

Audrey mengangguk, kemudian mengambil tas kerja dan jas milik Hans.

"Kau makan dulu, aku sudah menyiapkan makan malam untukmu, Hans," ujar Audrey. Hans mengangguk. Ia berjalan ke ruang makan, kemudian mencuci tangan dan duduk dikursi makan.

Sementara itu,  Audrey menyalakan sebatang rokok dan menghisapnya dalam-dalam. Kemudian ia kembali berkutat dengan catatannya.

*

"Tidaaaak! Pergii! Jangan ganggu aku! Jangan ganggu aku!!"

"Mommy ! Momy aku takuuuut!"

Hans dan Audrey terkejut. Hans berlari menghampiri Audrey. Audrey mematikan rokok, kemudian berlari menaiki anak tangga. Hans mengikutinya dari belakang.

"Apa yang terjadi, Audrey? Suara siapa itu?!" teriak Hans dalam larinya.

"Nanti kuceritakan!" jawab Audrey. Ia membuka pintu kamar Jessi. Dan menyalakan lampu.

Hans merengkuh tubuh Jessi yang duduk menangis dibalik selimutnya. Sementara itu, Audrey menghampiri Adeline yang sedang menangis ketakutan.

"Tenang, Adeline. Aku disini... Kau akan baik-baik saja..." ujar Audrey sembari memeluk Adeline.

Hans yang tak mengerti apa-apa hanya menatap Adeline sambil menenangkan Jessi.
Jessi pun dengan cepat sudah mulai tenang.

"Aku tak mau tidur denganmu lagi, Adeline... Kau mengagetkan aku! Mommy bilang, harusnya kau berdoa dulu sebelum tidur. Kau tidak mengompol dikasurku 'kan, Adeline?" cerocos Jessi.

Audrey tersenyum dan menggeleng.

"Tak apa sayang, Adeline hanya lelah. Makanya dia mimpi buruk," jelas Audrey.

RUMAH SEBERANG JALANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang