Dua Puluh Satu

36.6K 2.4K 35
                                    

"Rossi, adiku hilang. Aku rasa Mama yang membawanya pergi," keluh Adeline. Air matanya kembali jatuh.

"Tenang dulu, Adeline. Ceritakan pelan-pelan padaku, apa yang sebenarnya terjadi?" Rossi memberikan tempat tisyu pada Adeline.

"Liza, aku sudah bertemu dengan Liza," jawab Adeline. Rosi menutup mulutnya, matanya terbuka lebar.

"Bagaimana bisa, Adeline?! Dimana?" seru Rossiana.

Adeline tak menjawab. Ia hanya menangis. Adeline saat ini hanya ingin bertemu Rio, dan memastikan jika tak satupun yang terjadi pada adiknya itu.

"Adel, sebaiknya kau mandi dulu, aku siapkan baju untukmu. Hari ini, kau tak perlu masuk sekolah. Biar aku yang mengatakannya pada Miss Ira," lanjut Rossiana. Adeline mengangguk.

*

Rossiana sudah menyiapkan seluruh keperluan Adeline. Ia sendiri kemudian pamit untuk pergi sekolah. Rossiana berpesan, agar Adeline tak pergi kemanapun, selama Rossiana sekolah.

Adeline melangkah menuju kamar mandi. Rumah Rossiana sepi, sebab Dua hari yang lalu orang tuanya keluar kota.

Cklek

Pintu kamar mandi dibukanya.
Adeline membasuh wajahnya di wastafel. Ia menatap wajahnya sendiri yang begitu nampak kotor.

Gadis kecil itu mundur beberapa langkah. Di dalam cermin, ia melihat seseorang berdiri begitu dekat dengannya.

Adeline menjerit, ia menengok ke belakang, namun tak ada siapapun.
Ia kembali berbalik, sosok menyeramkan dengan mulut mengeluarkan ludah tengah menatapnya.

Adeline menjerit sekali lagi. Ia membuka pintu kamar mandi kemudian berlari keluar rumah.
Adeline berlari, lari dan terus lari meninggalkan jauh kediaman Rossiana.

'Ya Tuhan... Apakah aku sudah gila?!'

*

Brukkk

Adeline jatuh tersungkur. Ia menabrak seseorang yang sedang berjalan di jalanan sepi itu.

"To... Tolong aku..." gumam Adeline.

Perempuan yang ditabraknya berbalik. Adeline mundur dalam posisi duduknya.

Perempuan itu!

Perempuan menyeramkan itu menyeringai kepadanya.

Adeline berusaha bangkit untuk berlari, namun tubuhnya benar-benar tak berdaya, gadis kecil itu hanya menangis dan memohon, agar perempuan itu menjauh darinya.

*

"Awaaaaassssss!"

CIIIITTTTT

Suara rem sebuah mobil menyatu dengan jerit dan suara klakson.
Adeline menutup wajahnya dengan kedua tangan.
Tak lama, ia melepaskan tangannya, kemudian membuka matanya perlahan.

"Bah! Anak setan! Sedang apa kau ditengah jalan macam ini, Hah!" seorang Pria tambun memaki Adeline sambil menendang ban mobil depannya, yang tinggal beberapa senti lagi akan melindas tubuh Adeline.

Gadis itu berdiri, kemudian meminta maaf dan ia berlari lagi, meninggalkan kerumunan orang yang menyaksikan kejadian itu.

*

'Rumah Sakit!'

Seru Adeline pada dirinya sendiri.
Ia harus menemui Papa di Rumah Sakit Jiwa!
Namun Adeline teringat, jika ia tak membawa sepeserpun uang. Sedangkan jarak antara rumah sakit dengan tempatnya berada kini masih sangat jauh.

Tak ada pilihan!

Adeline menyetop setiap kendaraan yang lewat, agar ia bisa menumpang. Namun bukan tumpangan yang ia dapat, melainkan hardik dan bunyi klakson yang menyakiti telinganya.

*

Adeline menyandarkan tubuh lelahnya pada sebuah tiang Listrik di tepian jalan. Gadis itu lelah, baju seragam yang ia kenakan nampak sangat kotor.

Bukan hanya itu, Adeline juga merasa kelaparan. Tadi, ia belum sempat menyentuh roti yang sudah disiapkan oleh Rossiana.

CITTTTT

Sebuah mobil berhenti dihadapannya.
Adeline mengangkat wajahnya, matanya menatap awas. Ia benar-benar sedang dalam trauma.

Seseorang terdengar menutup pintu mobil, dan melangkah menemuinya. Adeline mundur, ia menatap lekat wajah perempuan yang berjalan ke arahnya.

Adeline takut!
Adeline takut jika yang datang adalah perempuan menyeramkan itu lagi.

"Hey... Apa kau baik-baik saja?" ujar perempuan yang usianya mungkin beberapa tahun lebih muda dari Mamanya itu. Adeline diam, matanya bergerak liar.
Menyedihkan! Gadis itu benar-benar seperti sedang mengalami depresi berat.

Perempuan itu merunduk, menjajari kepalanya dengan wajah Adeline. Ia tersenyum kemudian memegang dua bahu Adeline.

"Aku Audrey. Tenanglah, aku takkan menyakitimu..." ujarnya kemudian.
Adeline menatap wajah perempuan cantik itu. Masih tak bergeming.

"Siapa namamu?" tanyanya lagi.
Adeline membuka mulut.

"A Adel Adeline ..." gumamnya pelan. Perempuan yang mengaku bernama Audrey itu tersenyum.

"Sedang apa kau disini, Adeline? Dimana rumahmu? Apa kau tersesat?" tanya Audrey.
Adeline diam, ia meneteskan air mata kemudian menangis tersedu.

"Sayang... Sini, mendekat padaku..." Audrey meraih tubuh Adeline.

Entah magnet apa yang dimiliki oleh Audrey, serta merta gadis itu merangkul Audrey, kemudian menangis dalam pelukannya.
Audrey mengusap-usap punggung Adeline, dan membiarkan Adeline menumpahkan seluruh kesedihannya, ketakutannya dan segalanya.

*

Tiga Puluh Menit kemudian ...

Tangis Adeline sudah mereda. Hanya menyisakan isakan-isakan kecil saja dibibir tipisnya. Ia melepaskan diri dari pelukan Audrey, dan Audrey pun menurutinya.

"Jadi, aku harus mengantarmu kemana, Adeline?" tanya Audrey.
Adeline diam.

"Oke ... Sebaiknya, kau ikut denganku. Kita makan, mandi, dan kau perlu istirahat beberapa waktu." lanjut Audrey.

Adeline tak bergeming. Ia hanya menatap Audrey dalam-dalam, dan mencari kebaikan dalam matanya. Adeline takut Audrey akan menipunya, atau membawanya ke suatu tempat yang lebih menakutkan daripada rumahnya sendiri.

"Aku takkan berbuat jahat padamu, gadis manis. Percayalah..." Audrey dengan mata berbinar menatap mata Adeline.

Adeline mengangguk pada akhirnya. Kemudian mengikuti Audrey masuk ke dalam mobil Land Rover milik perempuan cantik itu.

RUMAH SEBERANG JALANWhere stories live. Discover now