Dua

71.9K 4K 182
                                    

Adeline menutup jendela kamarnya. Sekilas, ia memperhatikan jendela yang berada diseberang jalan. Lampu dibalik tirai sana nampak menyala redup. Tapi sama sekali tak ada tanda-tanda kehidupan di rumah itu.
Adelin menarik tirai, dan bersiap untuk tidur. Namun ia tertegun, dan kembali membuka tirai sedikit. Ia mengintip lewat celah kecil itu.

Tirai dijendela seberang jalan terbuka setengahnya. Adelin melihat samar-samar, seorang gadis sebayanya duduk menghadap jalan. Ditangannya, gadis tersebut menggenggam sesuatu.

"Apa yang kau lakukan, Adelin?" suara mama mengagetkan Adelin.

"Ah Mama, mengagetkanku! Tak ada. Hanya sedang menutup jendela," jawab Adeline.

SRETTTTTT

Seraya menutup tirai dengab segera.

"Ya sudah, cuci kakimu dulu, setelah itu..."

"Minum air putih satu gelas. Berdoa, dan pejamkan mata." Adeline memotong ucapan Mama. Mama hanya terkekeh mendengar cerocos Putrinya itu yang sudah sangat hafal dengan ucapannya menjelang tidur.

Mama menghampiri Adelin, kemudian mengecup keningnya sebelum keluar dari kamar Adelin.

*

Nyonya Isti sedang membereskan beberapa barang yang masih berserakan di lantai satu. Semua masih berada di dalam dus. Besok, ia baru akan merapikan semuanya.

"Isti!" terdengar suara Gabriel Maleka memanggilnya dari luar.

"Sebentar!" jawab Isti sembari melangkah dan membukakan pintu.

"Aku harus kembali ke Rumah Sakit. Ada pasien yang mencoba melakukan bunuh diri beberapa menit yang lalu!" ujar Gabriel setelah pintu dibuka. Ia melangkah cepat. Mencari tas kerja dan almamater kebanggaannya.

"Tapi ini sudah larut, Gabriel. Apa tidak sebaiknya besok pagi saja kau kesana?" Isti mengikuti langkah Suaminya.

"Tidak bisa! Tak ada Dokter jaga malam ini, sayang. Kunci rumah dan jangan membuka pintu, siapapun yang datang, nanti aku akan mengabarimu lebih dulu sebelum pulang,"
Gabriel menatap Istrinya kemudian mengecup keningnya.

Isti mengikuti langkah Suaminya. Kemudian menutup dan mengunci pintu setelah Gabriel masuk ke dalam mobil.

Isti melangkah menaiki anak tangga. Suara sendalnya menggema dirumah tersebut. Ia mematikan seluruh lampu dilantai satu, lalu berjalan menuju kamar tidurnya.

*

Adeline terjaga. Ia mengucek matanya dan menatap Wekker yang berada di atas nakas.

'Jam Sebelas... Siapa yang memainkan alat musik selarut ini...'

Adeline beranjak turun, mengenakan sendal rumahnya dan ia teringat sesuatu. Ia melangkah menuju tirai, kemudian mengintai dari baliknya. Ke jendela seberang jalan.

Gadis itu, yang dilihat Adelin beberapa waktu lalu, dengan piawai meniup tengah harmonika. Wajahnya sendu, matanya terpejam, rambut panjangnya tergerai lembut, sesekali terbang oleh angin malam yang berembus.

Adelin berdiri cukup lama, memperhatikan gadis yang wajahnya sama sekali tak terlihat dari tempatnya berdiri. Adelin nampaknya kagum dengan suara musik mendayu yang keluar dari alat musik yang ditiup tersebut, sepertinya gadis itu sudah sangat lihai memainkannya.

Entah berapa lama Adelin termangu memandang gadis tersebut, dan entah berapa kali juga gadis di seberang sana mengulangi permainannya. Tapi yang pasti, Adelin terkejut sewaktu melihat jam di dinding kamarnya, pukul 02.15 pagi!

RUMAH SEBERANG JALANWhere stories live. Discover now