d u a p u l u h

1.8K 362 405
                                    

Mentari menderik dengan sangat pagi, hari ini. Bulatan mata Jungkook perlahan terbuka—membiasakan diri—ketika cahaya remang-remang masuk dari balik celah jendela kamar. Jungkook tidak sadar. Sama sekali tidak sadar. Rasa pengar meluncur lurus dari otaknya—mengingatkannya soal sisa rasa mabuknya semalam. Matanya bependar dan baru sadar kalau ini bukanlah kamarnya.

Biasanya—jujur saja—hal yang pertama kali akan Jungkook lihat ketika terbangun adalah fotonya bersama Rain di atap kamar mereka. Kedua, tentu saja wajah pulas Rain ketika tertidur jika Jungkook bangun lebih pagi darinya. Tapi kali ini, hanya ada dinding putih bersih, dengan jendela sepenuhnya tertutup di hadapannya. Tunggu, ia benar-benar mabuk semalam!

Padahal ia hanya berniat minum satu gelas lalu pulang. Tapi Seori dan temannya yang lain terus memaksanya minum hingga ia hilang kendali. Dan setelah itu ia tak ingat apapun lagi.

Baru saja Jungkook akan bangkit dari tidurnya, sebuah pelukan hadir di tubuhnya. Jungkook menatap ke samping, mencium bau rambut yang sangat asing di depannya. Matanya masih belum merajai seluruh indera penglihatan. Ia hanya bisa samar melihat kilatan emas di telinga gadis yang tidur di sampingnya. Tapi ... Rain tidak memakai anting emas, antingnya perak murni.

Lagi, dengan samar ia mendengar deru napas yang gadis di sampingnya embuskan. "Hnggghhhh."

Seori?!

Jungkook lantas bangun. Sadar sesadar-sadarnya, membuat Seori yang barusan masih terlelap jatuh ke dalam mimpi indahnya harus terbangun dengan kaget tak main. Jungkook lalu berdiri dan melihat dirinya sendiri masih memakai bajunya yang kemarin dengan lengkap sedangkan Seori hanya memakai kaus singletnya dengan rok mengajarnya yang kemarin ia pakai. "Apa yang kau lakukan di rumahku?" hardik Jungkook segera.

Seori, gadis tak tahu malu itu malah mengucek matanya dengan sok manis, lalu menguap. "Jungkook, kau masih mabuk. Ayo tidur lagi, aku masih mengantuk."

Oke. Jungkook akan mengamuk jika tak ingat kalau Seori masihlah seorang perempuan. "Kemana istriku?"

"Apa? Apa maksudmu?"

"Sialan!" umpat Jungkook sembari membanting selimut yang sedari tadi digenggamnya dengan kesal.

Ia membanting lagi pintu dengan kencang, dengan langkah cepat mencari keberadaan istrinya.

Tidak di kamar. Tidak di kamar mandi. Oke, harapan terakhirnya adalah dapur. Jungkook mendatangi destinasi terakhirnya dan bernapas lega. Ia mendapati istrinya di sana. Ia mendapati Rain berada di sana memakai celemek dan memasak sesuatu di atas kompor mereka dengan anggunnya.

Jungkook mendekat, perlahan menelusupkan tangan di antara pinggang ramping Rain yang terlihat kurus. Dan sentakan kaget yang ia rasakan.

"Rain," sapa Jungkook dengan cemas.

Benar. Apa yang ia takutkan terjadi. Rain di hadapannya, dengan mata bengkak, dan pipi juga hidung merah, melihatnya dan tatapannya terluka. Jungkook merasa ingin bunuh diri melihatnya. "Rain, maaf aku—"

"Aku mengerti." Rain menghentikannya. Gadis itu berjalan melewatinya setelah mematikan kompor. Ia melepaskan celemek yang menempel di tubuhnya dan meninggalkan Jungkook sendirian di dapur.

Oh ini tak boleh terjadi lagi. Akhirnya Jungkook mengejar Rain hingga ke kamar. "Menurutku, Rain, kau belum mengerti." Jungkook melihat Rain yang sedang bersiap dengan tas kuliahnya.

"Apa lagi? Aku mengerti, Jungkook. Jadi, lupakan."

"Tidak sebelum aku melihat senyum di wajahmu." Jungkook dapat melihat Rain berhenti bergerak. Pundaknya bergerak ke atas ke bawah karena napasnya yang berat. Rain berbalik, dan Jungkook menemukan senyuman di wajah Rain.

Tapi asal kau tahu.

Senyumnya, menyakitkan.

***

Harusnya, Rain tak punya kelas hari ini. Ia libur, karena semua dosennya meminta hari pengganti untuk mengajar, tapi ia memaksakan pergi dari rumah.

Ini menyebalkan. Ia tak bisa melupakan kejadian di rumah sama sekali. Pikirannya selalu berulang kali terputar kejadian semalam, membuat napasnya memburu dengan cepat. Emosinya menjalar tanpa ragu.

Suara dentingan ponsel menghentikannya.

Yoongi is calling...

"Halo?"

"Rain? Dim—"

"Yoongi-ssi, boleh aku ke rumahmu?"

"Ah err—kenapa?""

"Kelasku ternyata libur hari ini. Dan ... aku mengalami dua hari yang sama buruknya seperti neraka."

"Oh oke, kau berhenti saja di pemberhentian selanjutnya, nanti akan kujemput."

Pip

Panggilan berhenti begitu saja tanpa Rain menyadari bahwa ia baru saja meminta bertamu kepada seorang lelaki.

***

"Santai saja, seperti di rumah sendiri." Yoongi berjalan ke dalam rumahnya yang cukup besar.

Rain terpukau. Wow, ternyata Yoongi tinggal sendirian dan juga rumahnya sebesar tiga kali rumahnya yang dulu. Sayangnya ... rumah ini sepi. "Aku ke dapur dulu," ujar Yoongi lagi. Rain mengangguk dan mulai dengan penasaran menjelajahi rumah Yoongi.

Oh, Rain menemukan foto SMA Yoongi. Ia masih tampan namun agak gemuk. Matanya sangat sipit, dan rambutnya tampak tajam. Rain jadi gemas. Ia melirik Yoongi yang tampaknya masih sibuk di dapur dan mulai menjelajahi tempat lain.

Tak sengaja ia menemukan pintu kecil di sudut ruangan yang agak terbuka. Rasa penasarannya yang membludak memaksanya untuk masuk. Dan ya, akhirnya ia masuk dan ruangan yang ia masuki sangatlah gelap. Cahaya remang hanyalah hasil pantulan cahaya luar. Rain menemukan meja di ruangan itu.

Alangkah terkejutnya ketika ia melihat fotonya berada di meja tersebut. Kembali, ia menemukan sebuah buku di atas meja. Dengan penasaran ia membukanya dan ... benar. Itu semua adalah informasi tentang dirinya.

Tunggu dulu, apa ini maksudnya ... Yoongi berbohong padanya?

"Rain mau dingin atau panas?" teriak Yoongi dari dapur.

Rain terkaget mendengarnya. Ia dengan segera menaruh foto-foto serta buku barusan ke atas meja semula dan menutup kembali pintu ruangan tersebut. Ia kemudian diam-diam mengambil tas dan mengambil ponselnya. "Aaa ekhem-ekhem." Ia menguji suaranya—tipikal Rain ketika akan berakting.

"Yoongi-ssi! Aduh maaf nih. Dosenku barusan mengabari. Katanya kelas tidak jadi dibatalkan." Rain berjalan ke dapur dengan santai sambil menunjukkan ponselnya beberapa detik ke hadapan Yoongi.

"Yah, sayang sekali. Mau kuantar ke kampus?"

"Tidak usah. Aku bisa pesan taxy. Sepertinya keburu jika aku berangkat sekarang. "

"Rain, kau ... tidak masuk ke sebuah ruangan aneh 'kan?"

Oke, Rain keringat dingin. Buku-buku jarinya mulai memutih dan keringat mulai bermunculan di telapak tangannya. "R-ruangan apa? Aku sejak tadi duduk di sofa loh haha."

Mata Yoongi tampak menyelidiki, namun dengan cepat tersenyum. "Haha baguslah. Kau tahu 'kan, 'rahasia' lelaki."

Rain dengan terpaksa mengeluarkan tawanya. "Aha-haha. Ya, aku tahu kok. Kalau begitu, aku berangkat ya."

"Oke, hati-hati ya."

Dan, Rain berangkat dengan langkah terburu. Rasa takut akan keberadaan Yoongi membuat pikirannya kalang kabut.

To be continued

Akhirnya sampe target ya. Hebat euy 9 hari :v wkwkwk. Oke, next target 350 votes, 200 comments. Oke? Hayuk lah komen, nyepam juga boleh ehe. Kukangen kalian :'(

Pervert Biology Teacher 2Where stories live. Discover now