s e m b i l a n

2K 267 97
                                    

Seluruh kelas sudah hampir kosong, dan aku baru saja usai membereskan buku pelajaranku yang kumasukkan ke dalam tas kuliahku. Ketika aku berjalan ke depan, untuk keluar melalui pintu, Pak Park, alias dosenku itu menarik tanganku. "Tunggu sebentar, Kim Rain," ujarnya.

Aku berhenti berjalan dan menghadapnya. Ternyata dilihat dari dekat begini, Pak Park itu terlihat lebih tampan. Wajahnya seperti bayi, kulitnya mulus seperti porselen, terlebih ia memakai kemeja putih yang melekat di tubuh, dipadukan sepatu pantopel hitam mengkilat, dan harum tubuh yang menawan. Aku yakin, tak akan ada wanita yang rela melepas jeratannya setelah ia terjerat walau sedikit saja.

"Mulai minggu depan, kau akan datang ke kelasku lebih awal untuk mengabsen. Kau juga harus mengikuti jadwal kelasku. Ini,"—Ia memberikan secarik kertas padaku—"itu jadwal mengajarku. Pastikan kau hadir di setiap jamnya," lanjutnya. Aku menatap Pak Park yang mungkin menangkap wajah bingungku. Perlahan senyuman muncul di raut wajahnya.

"Ah, b-baik, Pak Park—"

"Cukup panggil Jimin saja. Aku menyuruh semua muridku begitu."

"B-baik, Jimin...ssi."

Jujur saja, rasanya aneh memanggilnya tanpa embel-embel Pak. Eh, dipikir-pikir, dulu aku memanggil Jungkook juga tanpa embel-embel seperti itu, hahaha. "Oke, sampai jumpa besok."

Lalu ia melangkah keluar duluan, dikuti bau harum parfume-nya yang bertebaran di sekeliling ruangan.

"Rain?" Aku terkejut ketika seorang lelaki yang tak aku kenali tiba-tiba masuk dan mendatangiku dengan raut wajah terkejut. "Benar! Ini kau kan, Kim Rain! Astaga, sudah lama sekali."

Eh? Dia mengenalku?

"Kau lupa padaku?"

Aku memiringkan kepalaku ke kenan dan ke kiri seiring aku memutar otakku untuk mengingat lelaki ini. Tapi nihil. Aku sama sekali tak mengingat apapun soal dirinya. "Daegu, Taman, salju?" ujarnya yang malah tambah membuatku bingung.

"Maaf, aku tak mengingatnya."

"Suga," celetuknya lagi.

Eh? Aku merasa pernah mendengarnya di suatu tempat. "Sepertinya kau mengingat sesuatu?"

"Itu ... hmmmm, aku tak ing...."

Wajahnya tampak sedikit kecewa, tiba-tiba saja aku merasa ia menjadi orang yang 180 derajat berbeda dengan orang yang barusan masuk ke dalam dan tiba-tiba menyebutkan namaku. Ia terasa ... dingin. "Kau benar-benar melupakanku. Aku Yoongi, Min Yoongi. Oppa yang dulu tinggal di dekat rumahmu di Daegu sebelum kau pindah." Suaranya terdengar dingin dan cuek. Aku terkejut mendengarnya. Wow, aku pernah tinggal di Daegu sebelumnya?

"Aku ... pernah tinggal di Daegu?"

"Rain, kau seperti bukan Rain."

Lalu aku teringat kecelakaan itu. Kecelakaan yang merengut nyawa kedua orangtuaku. "Maafkan aku, Yoongi-ssi."

"Yoongi...ssi?" Ia mengulang panggilanku padanya.

"Aku pernah terlibat kecelakaan yang membuatku melupakan setengah kenangan di kepalaku sewaktu SMP," lanjutku yang langsung membuatnya terdiam.

"Maaf," ujarku lagi.

"Tidak apa, aku mengerti. Pasti sulit hidup sendirian selama ini."

Aku belum menyebutkan kalau kedua orangtuaku tewas di kecelakaan itu, 'kan?

"Dari mana kau tahu kalau aku hidup sendirian?"

"Bukankah biasanya orangtuamu bekerja di luar negeri?" tanyanya lagi-lagi tanpa sebuah nada. Aku jadi ragu kalau dulu aku pernah berteman dengannya.

Pervert Biology Teacher 2Where stories live. Discover now