t i g a b e l a s

1.6K 308 135
                                    

Matahari sudah menyingsing dengan tenang di atas langit. Sinarnya mengenai beberapa bagian tubuh Rain, namun gadis itu sama sekali tidak menyingkir akibat cahaya pagi yang menyembul di antara sela-sela jendela kelasnya.

Kelas jelas sudah ramai, tapi Rain sendiri di sana. Semenjak insiden kemarin, namanya langsung tersohor hingga bahkan tukang kebun yang bekerja setiap pagi pun mendengar namanya. "Eh, Rain. Kemarin kau yang upload nilai-nilai dosen Park, 'kan?"

Seorang lelaki mendekatinya. "Hmmmm. Aku, Joonhoe. Maafkan aku soal yang kemarin."

Basa-basi, seperti biasa.

Lelaki itu masih menunggu reaksi Rain yang diam menunggunya selesai mengucapkan seluruh kalimatnya. "Apa kau bisa ... mengecek nilaiku?"

Nah, ini dia. Selalu saja ada maunya. Rain muak dengan tipe manusia seperti yang ada di hadapannya. "Siapa namamu?" tanya Rain, pada akhirnya mengeluarkan suara.

"Ko Joonhoe."

"Akan kucek nanti."

Kemudian lelaki itu pergi. Pada dasarnya seperti itulah manusia. Datang ketika ada maunya, lalu pergi seenak jidat tanpa memikirkan perasaan yang lain. "Wow, masih berani datang ke kampus rupanya dia hahaha."

Oke, Rain tak ingin memulai pertengkaran dengan siapapun. Ia sudah muak bertengkar. Bertengkar dengan Jungkook, bertengkar dengan seniornya, bahkan bertengkar dengan ... dirinya sendiri.

"Ya! Harusnya kau malu masuk ke kampus. Dasar simpanan dosen!"

Kali ini, Rain membalikkan tubuhnya, memelototi siapapun yang barusan bicara dengannya, dan ternyata itu adalah salah satu senior yang kemarin bertengkar dengannya. "Apa? Mau melawan?" ujarnya dengan nada menantang.

Rain tak menghiraukan. Belum apa-apa ia sudah jadi bahan tontonan orang-orang. Akhirnya ia kembali menikmati sinar mentari, tapi kegiatannya harus berhenti ketika rambutnya dijambak dari belakang hingga kepalanya membentur meja. "Ya! Aku bicara denganmu, Sial*n!"

Oke, kali ini Rain kesal setengah mati. Gadis itu berdiri dari posisinya dan menendang perut senior yang tadi menjambaknya hingga orang itu terjatuh ke lantai dengan dramatis. "Jangan sentuh aku," Rain berujar. Kembali, ia duduk ke atas kursinya. Dan, kali ini kelas bertambah ramai karena kelas lain ikut menyaksikan keributan kelasnya.

Gadis yang terjatuh itu berdiri dibantu temannya. Kemudian membersihkan kotoran yang mengotori sebagian pakaiannya akibat tendangan maut Rain. Dengan kasar ia menarik rambut Rain lagi, hingga Rain terjungkal ke belakang dan air matanya terjatuh karena merasakan perihnya rambut yang putus di kepalanya. Tipikal cara bertengkar perempuan. Yang bisa dilakukan hanyalah menjambak. Sudah lemah, sok kuat pula.

"Sadarlah kau, Sial*n! Kau hanya junior! Jangan sok peduli pada Jungkook! Jangan sok dekat dengan Jimin!"

Plak

Plak

Plak

Rain terkena tamparan lagi. Padahal bekas tamparan di dekat bibirnya masih terasa sakit dan masih berbekas ungu kemerahan. "HENTIKAN!"

Rain membulatkan mata mendengar suara itu. Ketukan suara sepatu memasuki ruangan kelas. Dan suara itu berdendang di telinga Rain. Dada Rain berdetakan dengan cepat. Itu adalah ... suara yang sangat ia rindukan.

"Lepaskan tanganmu darinya!"

Ya, itu Jeon Jungkook. Sontak senior yang sedang menjambak sambil menampari Rain, melepas tangannya dengan tangan gemetaran.

Rain bisa menatap wajah khawatir Jungkook dengan lengkap saat ini. Matanya tampak berkedut, mungkin menahan air matanya agar tidak tumpah. Kemudian Jungkook menggendong Rain ke dekapannya. Memeluknya dengan erat, seerat lem yang paling erat di dunia. "Jungkook," ujar Rain.

Jungkook sama sekali tak menjawab. Ia masih berjalan menggendong Rain, dijadikan sasaran tatapan seluruh orang yang mereka lewati, tapi ia tak mempedulikannya. Lebih sakit melihat istrinya diperlakukan seperti binatang di kelas itu. "Jungkook, jawab agar aku tahu ini benar kau atau bukan."

Jungkook akhirnya menatap gadisnya. Bagaimana bisa Rain diam saja saat dipukuli seperti itu. Ia bisa melihat dengan jelas lebam ungu di sekitar mata, pipi, dan bibirnya. Ini bisa dijadikan tindak pidana. Sial, Jungkook benar-benar marah saat ini. "Bodoh! Jawab aku. Jangan diam saja!" keluh Rain sambil menangis.

Sesampainya di mobil akhirnya Jungkook menaruh istrinya ke kursi di samping kemudi. Berjalan kembali ke belakang bagasi, ia mengambil sekotak P3K di sana. Rain masih menangis. Tentu saja, hatinya lega, sakit, sedih dalam waktu yang bersamaan. Perasaan rindu yang membuncah ruah juga turut menghabisi sisa keceriaan yang ia punya.

Dengan lembut Jungkook menitikkan obat di luka Rain. Lagi, tanpa bicara sepatah kata apapun. Padahal, Rain rindu suaranya setengah mati. Tapi Jungkook bungkam seribu bahasa.

***

Jungkook mengantarnya sampai apartemen. Membantunya masuk ke dalam bahkan membantu merebahkannya di atas kasur. Setelah itu, ia duduk di pinggirannya.

Masing-masing terdiam, hanya ada suara detik demi detik jam berdentang. Perlahan keheningan mulai terasa memuakkan. Rain duduk dari posisinya. Tangannya menyeruak dari balik tubuh Jungkook.

Ya, gadis itu memeluknya dengan lembut. "Aku rindu padamu," ujar Rain.

Jungkook membalikkan tubuhnya, lalu balik memeluk tubuh kecil Rain yang terasa pas di lengannya. Ia bahkan menciumi wangi rambut Rain yang ia rindukan. Setelah berpelukan beberapa lama, Jungkook mengangkat wajahnya, beberapa detik kemudian memiringkan kepala, dan bibir mereka bersentuhan dengan lembut.

Rasa basah dari bibir itu dapat dengan jelas Jungkook rasakan. Ia juga sama. Ia juga merindukan Rain. Salahnya ia pergi, dan membuat Rain menderita. Seusai mendengar voicemail dari Rain tadi pagi, Jungkook langsung bergegas datang ke kampus dan menemui Rain. Tapi yang ia dapati, Rain malah sedang dipukuli oleh orang-orang biadab itu.

Jika Jungkook ingin menyalahkan seseorang, sudah jelas ia akan menyalahkan dirinya sendiri. Ciuman itu berangsur lama. Kemudian Jungkook melepaskan ciumannya dan mencium kedua pipi Rain. "Maafkan aku," ujarnya dengan lembut.

Rain di hadapannya. Dengan wajah penuh lebam, tersenyum dengan cantik. Bahkan matanya ikut tersenyum. "Jangan tinggalkan aku, Jungkook." Rain memeluknya.

Jungkook menenggelamkan kepalanya di antara ceruk leher Rain. "Tidak akan lagi, Rain."

To be continued

Simple but so mean. :') I want a simple kiss and a simple hug just like that.

By the way, PBT ganti cover. Gimana? Bagus nggak?

Pervert Biology Teacher 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang