1st; that girl

Mulai dari awal
                                    

Tunggu.


Apakah gadis yang menabraknya itu adalah gadis yang waktu itu diperhatikan oleh Jimin? ya, dia adalah gadis itu. Jimin yakin dikarenakan gaya berjalannya juga potongan rambut yang sama persis. Dilihatnya gadis itu selalu saja berjalan agak tergesa-gesa. Berbeda dengan gadis-gadis yang lain, yang biasa menyapanya duluan dan dengan senang hati direspon olehnya.


Apakah bisa dibilang terbar pesona?


Ya sepertinya begitu.


Sedangkan gadis itu?


Aneh.


Ya, Jimin merasa aneh. Ada yang aneh dengan gadis itu yang mana membuatnya penasaran. "Park Jimin! Kau sepertinya tertarik dengan gadis itu?" Kata teman yang ada disampingnya itu lalu merangkulnya. "Apa kau lihat tadi dia bersikap aneh?"


"Yaampun park jimin. Sepertinya kau memang benar-benar tertarik dengan gadis itu. Apa kau merasa risih karena dia tidak menyapamu duluan?"

"Bukan begitu maksudku -"


"C'mon Jim! Mungkin dia adalah gadis pertama yang bertindak seperti itu terhadapmu?" Temannya itu akhirnya menertawakannya. Dilihatnya temannya itu tertawa puas karena sukses memojokkannya kali ini.


Sial!



-----------


Jimin sedang berada disebuah café yang terletak cukup jauh dari pusat kota. Café itu terlihat sepi. Didengarnya alunan musik jazz juga hari yang sudah mulai malam membuat café itu menjadi sangat cozy dan tenang yang mana hal ini memuatnya cukup nyaman untuk sekedar minum kopi dan membaca buku. Ia memilih untuk duduk dilantai dua tepatnya di teras café. Dari tempat itu bisa dilihat persimpangan jalan yang cukup sepi.


Ketika ia hanya sekedar meregangkan kepalanya karena terasa pegal membaca, kedua matanya menemukan gadis yang selama ini dibuatnya penasaran. Dia adalah gadis aneh yang notabene kuliah di fakultas yang sama dengannya. Ia pun langsung tersenyum dan akhirnya memerhatikan gadis itu yang berjalan santai dengan kantong plastik yang dibawanya. Berharap bahwa ia bisa menemukan jawaban dibalik keanehan gadis itu.


Baru saja gadis itu berbelok kedua matanya kini teralihkan pada seorang pemuda yang berpakaian serba hitam lengkap dengan topi berjalan cepat mengikuti arah gadis yang diperhatikannya. Sedetik kemudian ia bergegas turun dan keluar dari café itu. Jimin curiga dengan pemuda itu.


Dan ternyata apa yang dicurigainya ternyata benar. Setelah ia benar-benar keluar dari café itu dilihatnya dengan jelas bahwa pemuda tadi sekarang telah membekap mulut gadis itu. Dilihatnya juga bahwa gadis itu ingin melawan tapi karena badannya yang kecil berbanding terbalik dengan pemuda itu akhirnya gadis itu hanya berusaha untuk menarik tangan pemuda itu agar ia bisa berteriak namun hasilnya nihil.


Tanpa menunggu lama Jimin langsung berlari menghampiri keduanya lalu memberikan pukulan yang keras diwajah pemuda itu. Pemuda itu tampaknya kaget dan ketika pemuda itu baru saja berbalik ia mendapatkan pukulan lagi dibagian perutnya. Ketika pemuda itu ingin membalas ia sudah mendapatkan lagi bogem mentah mendarat di pipinya.


Jimin mendorong keras tubuh pemuda itu dengan kakinya dan pada akhirnya pemuda itu terduduk di jalan yang sekarang sudah sepi. Ia masih belum puas menambahkan pukulan dibagian perut dan wajah pemuda itu.


"Sial!" Kata pemuda itu lalu pergi berusaha lari walaupun disela-sela ia berlari bisa didengar oleh gadis itu juga Jimin bahwa pemuda itu meringis kesakitan. Jimin membiarkan pemuda itu pergi karena ia sudah cukup puas dengan apa yang sudah dilakukannya.


Mata Jimin kembali beralih pada gadis yang ada disamping nya. Kepala gadis itu mendunduk dan tanggannya bergetar hebat. Tanpa ragu Jimin mengambil kedua tangan gadis itu. "Tenanglah. Tidak ada yang perlu ditakutkan lagi. Pemuda itu sudah pergi" katanya menenangkankan gadis itu. Dilihatnya gadis itu dengan ragu menatapnya, rasa takut itu masih terlihat jelas.


"Bolehkah aku memelukmu?"

"Eh-"


"Oh maaf saya tidak bermaksud." Jimin mengerutkan keningnya. Gadis itu membuatnya semakin bingung. "Saya sangat berterima kasih kepada anda karena telah menolong saya barusan." Lanjut gadis itu lagi lalu membungkukkan badan. Mata mereka kembali bertemu. Jimin menerawang, ia masih belum mengerti kenapa gadis yang hanya bertemu secara kebetulan ini secara tiba-tiba meminta untuk dipeluk.


Ya gadis itu memang masih terlihat ketakutan. Pancaran mata monolid itu menjelaskannya. Kali ini Jimin mengerti kenapa gadis ini meminta pelukan.


Dia masih merasa belum tenang dan takut.


Ia tidak merespon kata-kata yang dilontarkan gadis itu dan langsung memeluknya. Memeluk gadis itu dalam diam untuk beberapa saat. Ia bisa mendengar jantung dari gadis itu berdebar tak karuan dan perlahan mulai kembali normal.


"Terima kasih banyak." Ucap gadis itu setelah melepaskan pelukannya lalu membungkukan badan untuk kesekian kalinya.


"Ya bukankah kita pernah bertemu sebelumnya?" Tanya Jimin basa basi. Ia terlihat menunggu kata-kata yang akan keluar dari mulut gadis yang ada didepannya ini. "Ah iya. Kita sempat berpapasan waktu dikampus." Jawabnya lalu terkekeh pelan. Tidak, bukan kata-kata itu yang ingin Jimin dengar.


Hening beberapa saat. "Mau ku antar pulang? Kau pasti masih takut untuk berjalan sendiri bukan?"

"Ah tidak terima kasih. Saya tidak ingin merepotkan."

"Tidak apa-apa. Aku hanya ingin memastikan si brengsek tidak kembali dan mengganggumu lagi."


Apa tadi yang baru saja dikatakannya?


"Baiklah. Terima kasih banyak." Gadis itu akhirnya memberikan senyumnya kepada Jimin. Senyum itu adalah senyum tulus yang tidak kaku seperti yang pernah dilihatnya sebelumnya. Mereka pun berjalan beriringan dalam diam. Jimin terlihat sedikit kesal. Kata-kata yang ingin didengar Jimin belum saja dikeluarkan oleh gadis itu.


"Namaku Kang Seulgi." Mendengarnya sukses membuat Jimin mengembangkan senyumnya.

"Aku Park Jimin."





------------------------------------------

to be continue

------------------------------

My Pretty Boy; seulminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang