thirteen

148 16 18
                                    

"Ughh.." aku bergumam, merasakan tak nyaman sekaligus pusing di kepalaku.

Apa aku tertidur? Atau pingsan?

Aku perlahan membuka mataku, menatap langit putih, dan turun ke jendela dihadapanku bahkan sudah tertutup dan gelap. Aku reflek menutup mataku lagi saat pening itu ada. Apa ini sudah malam?

Tatapanku teralih melihat kaka yang tertidur pulas disampingku. Kemana Justin? Apa dia pulang? Aku menghela nafas dan berusaha menyenderkan punggungku di kepala kasur, tapi tak bisa. Tenagaku seperti terkuras begitu saja. Yatuhan.

Aku menatap kesekeliling, menatap benda benda itu dengan bingung. Aku bingung harus melakukan apa sekarang, aku tak berniat membangunkan kaka. Aku masih ingat apa yang kaka lakukan padaku tadi siang. Aku masih marah.

Melihat lampu meja disampingku, dan handphone itu menyala tanpa ada suara. Kaka mungkin sudah mengembalikan handphoneku? Aku dengan pelan mencoba bergerak, tanpa mengeluarkan suara. Tanganku mencoba mengambil handphone, dan itu sedikit lagi. Sial, menyebalkan sekali.

Aku bergerak lagi dan aku bisa mengambil handphoneku, aku memiringkan tubuhku, dan melihat handphoneku. Itu nomer asing. Tapi tunggu, nomer ini tak asing. Aku menatap jam, dan sudah menunjukkan jam 1.34 AM. Aku mengernyit, lagi sekali aku bangun dan pagi sekali aku melihat seseorang menelpon.

Tanganku menyentuh layar dan men-slide nya lalu menempelkan handphoneku di telingaku.

"God! Aku lelah menelponmu!"

Aku mengerut kening, dan melipat bibirku.

Ini Justin.

Justin Bieber.

Tanganku yang kosong bergerak ke bibirku, dan menggigit jari itu untuk menahan senyum, apa dia akan mengkhawatirkan diriku lagi? Aku menunduk menatap pahaku yang tertutup selimut,

"Jess, kau baik baik saja?"

Aku mengangguk, "Ya." Bisikku.

Dan terdengar disana helaan nafas.

"Kau dari mana saja? Aku berusaha menelponmu dari aku pulang, kau masih saja tak sadarkan diri. Sialnya, ucapanku benar, dokter sialan itu menyuruhmu tidur tapi itu membuatmu tak sadarkan diri."

Aku terkekeh kecil, dia menggerutu dengan kesal. Aku membayangkan wajahnya, pasti sangat lucu.

"Aku baru bangun, Justin. Mengapa kau pulang? Kukira kau akan menginap."

"Astaga! Kau baru bangun?!" Pekiknya disana.

"Yeah, kenapa?"

"Kau bilang kenapa?! Hey, kau hanya sakit demam, tapi kau baru sadar-"

"Justin, aku dari kecil memang menyusahkan kalau demam, apa mama tak memberitahumu?" Potongku.

"Jess, sial. Kau.. uhm.." dia berdecak dengan kesal,

Aku terkekeh, "Justin, mengapa kau tidak tidur?"

"Aku tidak tau, tidak mengantuk, dan aku," dia berhenti,

Aku mengernyit, "Dan kau?"

Dia menghela nafas disana, "Dan aku mengkhawatirkanmu."

Aku menahan nafas, yatuhan, bisikkan itu mampu membuat jantungku berdetak tak karuan sekarang. Apa yang dia lakukan?! Tolong aku!

Perlahan aku mencoba bernafas dengan normal, tapi tidak, ini membuat pipiku memanas tanpa izinku, sial. Ah, aku menahan pekikanku yang akan keluar. Tidak ini pagi, kau akan menganggu kakamu disebelahmu, Sha.

devenu réalité - JbWhere stories live. Discover now