six

156 24 24
                                    

"Ju-justin,"

Suaraku bergetar dikala memanggilnya. Bagaimana aku tidak gugup, bergetar, atau lainnya, sekarang aku berada dalam satu mobil dengannya. Dengan perdebatan antara Scooter dan Justin, yang membuat Justin pergi begitu saja. Tapi Scooter menyuruhku mengejarnya.

Tuhan, saat aku mengejar atau memanggilnya pun tak dibalas olehnya. Sampai pada akhirnya dengan keberanian aku sendiri, aku menarik tangannya. Dan detik itu dia berhenti, hebat bukan aku?

Dia membentakku, berbicara dengan keras, sampai pada akhirnya Blits itu datang. Yang membuat Justin mendengus dengan kasar, lalu menarikku begitu saja.

Aku yakin, di twitter, instagram, dan lainnya. Ini ramai dibicarakan.

Huh, ternyata menjadi seperti ini itu tidak nyaman.

Tuhan, kembalikan hidupku yang semula.

"Justin."

Aku menatap wajahnya yang diam menatap kedepan,

"Jus-"

"Apa?!"

Aku tersentak, menatap Justin dengan mata terbuka lebih lebar, mengapa nadanya tinggi sekali?! Aku memberengut, menyebalkan.

"Aku ingin pulang." Bisikku.

Mataku menatap lampu lampu mobil yang berlalu melewati mobil ini, disini gelap, aku menunduk menatap jam di tanganku. Ini sudah malam, jam 7.

Aku menatap Justin kembali,

"Justin," rengekku.

Mengapa dia menyebalkan?!

Tanganku dengan reflek memegangi tangannya yang penuh dengan tatto, aku mengguncangnya pelan,

"Justin, aku ing-"

"Shit!"

Tangannya menghentak tanganku, detik itu matanya menatapku dengan tajam, lalu beralih kedepan kembali,

"Kau menyusahkanku!" Bentak Justin.

Aku menunduk, aku hanya meminta pulang, apa itu artinya menyusahkan? Aku memainkan jariku, seharusnya aku tidak mengejarnya tadi. Sungguh, aku menyesal.

Dia berbeda dengan Daniel, coba saja sifatnya seperti Daniel, pasti mobil ini tak akan hening membosankan seperti ini. Dan buruknya, dia idolaku, dia lelaki yang aku cintai, kagumi, dan lainnya.

Tapi Justin sama sekali bukan prediksiku, kukira dia baik, ah, dia memang baik, aku saja yang salah disini. Memang mengerikan. Aku mendengus, lalu mendongak, melihat mobil yang aku tumpangi berbelok ke-

Apa?!

Club?

Mataku membesar saat Justin benar benar mematikan mobilnya tepat didepan club ini. Aku langsung menatap Justin, yang menatapku dengan datar,

"Justin-"

"Kita mulai dramanya." Ucapnya.

Aku menggeleng geleng dengan keras,

"Aku tak mau!" Pekikku.

Aku terus menggeleng geleng, bahkan jantungku berdetak semakin cepat karna menatapnya dengan lama, perasaan khawatir mulai menjalar ditubuhku. Aku bergetar,

"Justin, antar aku pulang." Rengekku.

Rasanya aku ingin menangis.

"Tidak bisa, kau pulang sendiri saja, kalau kau tak mau, tunggu disini sampai aku selesai menikmati club itu."

devenu réalité - JbWhere stories live. Discover now