twelve

107 15 17
                                    

Tanpa aku pedulikan masih ada mama dan papa. Aku terus menarik Justin dengan sekuat tenagaku, aku tak ingin dia disakiti oleh kaka. Seperti waktu itu. Berkelahi? Oh, tuhan. Jangan sampai.

"Jes!" Desisnya.

Aku tak peduli, aku takut, okey.

"Jessy, berhenti!" Ucapnya lagi.

Dia bahkan mengumpat.

"Jes!"

Justin menghentak tangannya dengan keras membuatku bahkan sempat oleng tapi aku masih bisa menyeimbangkannya. Dia menatapku dengan tajam. Tepat didepan pintu kamarku, kami berhenti.

"Apa yang kau lakukan?"

Aku hanya menatapnya, membalas tatapan tajam itu. Itu menusuk. Yatuhan, mengapa dia memiliki mata seperti itu. Bahkan rahangnya mengeras sekarang.

"Sudah kubilang hentikan, hentikan. Tapi kau? Kau terus menarikku, sialan." Desisnya dengan tajam.

Aku terkesiap. Menatap Justin tak percaya,

"Kalau kau menarikku seperti ini dan melewati orang tuamu seperti ini. Kau hanya membuat kakamu bertambah benci padaku karna aku tak sopan, kau tau itu?" Ucapnya.

Aku melipat bibirku, mataku memburam. Aku yakani wajahku sangat jelek sekarang dan aku sekuat tenaga tak menangis. Tapi akhirnya aku menangis dihadapannya.

"Kau mendengarnya." Bisikku.

Dan detik itu aku terisak.

"Ya, aku mendengarnya. Dan itu tak sopan bukan? Jadi, jangan membuatku menjadi lebih tak sopan atas tarikanmu itu."

Lalu dia berjalan lain arah, dan tentu saja dia turun.

Dan pertahanku untuk tak terisak lagi runtuh. Aku semakin terisak dengan satu tangan menutup mataku. Sial, ini menyedihkan. Aku tak pernah merasakan ini. Ini sangat menyakitkan.

Bahkan tak menyangkanya lagi Justin mendengarnya. Mendengar semua keributan di keluarga ini. Ini memalukan. Sungguh, apalagi Justin terlibat dalam masalah ini.

Kepalaku pening, apa aku terlalu banyak menangis? Atau saking histerisnya aku menangis menjadi pusing seperti ini?

Aku memejamkan mataku, yatuhan, tolong, tolong, Shasha. Ini lemas sekali.

"Hei, hei!"

Dan seketika aku membuka mataku dan melihat didepanku tapi semuanya buram.

"Jes! Jangan memejamkan matamu."

"Mr. Will, Mrs. Will!"

Aku hanya menatap wajah justin dengan keburaman dimataku. Bahkan ditubuh seperti ada yang hilang. Aku memejamkan mataku, dan setelah itu aku mendengar suara Justin mengumpat.

Suara pintu yang didobrak dengan kencang. Dan derap kaki yang makin kesini makin terdengar.

"Jess,"

Tangan hangat menyentuh kedua mataku,  dan mencoba membukanya. Aku dengan perlahan membuka mataku, dan itu jelas walau kepeningan semakin menjadi.

"Jessy, apa yang kau rasakan?"

Aku menatap Justin yang menatapku dengan kerutan didahinya. Seperti panik.

"Ambilkan minum, siapapun." Ucap Justin tanpa mengalihkan tatapannya dariku.

Tangan Justin berpindah ke pelipisku, dan memijatnya perlahan. Apa dia tau yang aku rasakan? Aku memejamkan mataku menikmati pijitan itu.

"Jessy, Shasha, jangan menutup matamu."

devenu réalité - JbWhere stories live. Discover now