Prolog•

76 6 0
                                        

BEBERAPA PERILAKU BURUK PARA TOKOH DALAM CERITA INI TIDAK UNTUK DITIRU:)

ADA BEBERAPA KATA-KATA KASAR DAN ADEGAN DALAM CERITA INI YANG SARKAS, JADI LEBIH BAIK BACA CERITA INI 15+ YA! BUKANNYA NGELARANG, HANYA LEBIH BAIK:) SUPAYA LEBIH AMAN HEHEHE... karena usia 15+ itu jatuhnya udah remaja tingkat awal dan pemikirannya jauh lebih dewasa hehehehhe......

GENRE NYA TINFIC YA!
sedikit pembaruan juga, bagi yang segelintir udah baca cerita ini, untuk bagian 2 dan seterusnya mengalami beberapa perubahaan garis besar, kaya pengurangan tokoh atau penambahan tokoh:) dan perubahan alur.

DAN BUANG YANG BURUK AMBIL YANG BAIK

bagikan, vote dan comment cerita ini kalau kalian suka! aku amatir garis keras sekeras kerasnya, mohon kasih apresiasi nya ya:) karena itu sangat membantu sekaliiii

SEKALI LAGI, BEBERAPA ADEGAN TIDAK UNTUK DITIRU!






****************


"POLISI WOY POLISI!"

Semua orang yang ada disana seketika bergerak cepat. Berlari secepat mungkin mencari tempat teraman. Begitu pula yang dilakukan oleh Jasmine—tidak. Sebut namanya Jeje. Karena kalau ia dipanggil Jasmine, maka Jeje tak akan segan menggaprat orang itu.

Tangan Jeje segera melempar linggis digenggamannya sembarangan. Menoleh ke kanan dan ke kiri cepat lalu segera menaikan masker muka nya dan menurunkan letak topi hitamnya. Kemudian Jeje berlari secepat mungkin meninggalkan tempat kejadian perkara.

Jeje berlari ke arah kolong jembatan. Bersamaan dengan beberapa siswa Sekolah bercelana abu-abu tanpa seragam atasannya. Yang juga tak kalah cepat dengan langkahnya.

Diantara beberapa murid yang berlari bersamanya, hanyalah Jeje yang seorang perempuan. Sudah biasa menurutnya. Bodoamat Sekolah mana yang sedang tawuran, jika Jeje sudah dihubungi untuk ikut didalam pasukan itu, maka tanpa basa-basi, Jeje akan segera turun ke lapangan. Karena kecil kemungkinan Sekolah Jeje terlibat tawuran seperti ini.

"Semuanya, berpencar!" seketika beberapa orang yang bersamanya berpisah berbeda arah dengannya. Namun Jeje justru berhenti dengan mendadak sampai sepatunya menghempas pasir proyek disana. Ia celingak-celinguk dengan cepat, sedang memilih jalan kanan atau kiri yang harus ia lewati.

"Jeje buruan! belakang polisi!" sialnya, begitu ia diteriaki seseorang dari belakang, Jeje bukannya langsung lari justru ia membalikan badan. Dan alhasil, air muka Jeje panik seketika. Mata dan mulutnya melebar, tanpa aba-aba pun, Jeje segera memundurkan dua langkahnya kebelakang, berbalik dan belari ke kiri dengan kecepatan tinggi. Sambil tangannya memegangi ujung topi nya agar tak terlepas.

Jeje sekarang tanpa sadar memasuki kawasan pasar yang sedang sibuk-sibuknya. Bau khas genangan air dan buah-buahan busuk menyerang indra peciumannya. Tak apalah, yang penting Jeje sudah terlepas dari kejaran polisi. Jeje kini melepaskan maskernya dan memasukannya kedalam saku celana levis sumbangan panti asuhan yang ia kenakan. Berusaha berjalan pelan dengan tenang walaupun napasnya ngos-ngosan.

"Kak Jeje!" tiba-tiba suara seorang anak kecil membuat Jeje menoleh ke arahnya. Disana, Jeje dapat melihat seorang anak lelaki berusia sepuluh tahun sembari memegang gitar kecil dan baju kusam. Jeje segera mendekat.

"Kenapa San?" tanya Jeje pada Ihsan, nama bocah itu.

Ihsan dengan segera menaruh gitar kecil dan petikannya di atas papa kayu lapuk disana. Lalu dari saku belakang celananya, ia mengeluarkan sebuah buku yang digulung dan segera membukanya.

"Gue gak bisa ngerjain PR nya kak. Susah banget." Jeje tertawa, merunduk mensejajarkan tingginya dan mengambil buku itu dari tangan Ihsan.

Jeje bergumam sambil memanyunkan bibirnya. "Ah ini mah gampang. Tiga kali tiga itu sembilan San, bukan enam. Yang enam itu kalau tiga tambah tiga." Jeje kemudian menghapus jawaban kesalahan itu dan menggantinya dengan benar.

Bad AttackWhere stories live. Discover now