Part 10

1.5K 52 7
                                    

Ibu bangkit mengambil pakaian hendak mandi saat Irwan dan Alea datang mengantar undangan rapat pembentukan panitia ramadan untuk Adam.

"Assalamualaikum."

Hening.

Alea dan Irwan mengucapkan salam hingga beberapa kali. Namun, tak ada jawaban dari dalam.

BRAAAKKK!!!

Terdengar suara gaduh dari kamar. Irwan dan Alea saling pandang, lalu memutuskan untuk masuk.

"Astagfirullahaladzim."

Mereka mendapati Ibu Adam sudah tergeletak di lantai dengan mata terpejam. Sepertinya beliau berusaha berpegangan pada kipas angin agar tak jatuh. Namun, naas kipas angin itu malah ambruk menimpa tubuhnya.

Irwan dan Alea berusaha memindahkan tubuh Ibu ke atas tempat tidur. Matanya terbuka dan mengucapkan sebuah nama.

"Adam ... mana Adam, Nak?"

Irwan dan Alea saling pandang. Memang beberapa hari ini mereka tidak melihat Adam di sekitar rumah. Mendengar ibu Adam berbicara sedikit cadel, Irwan khawatir lalu berinisiatif untuk membawanya ke rumah sakit.

"Bu, kita ke rumah sakit aja, ya?"

Ibu menggeleng pelan. "Ibu mau mandi."

Irwan tidak menggubris kata-kata Ibu. Dia lalu keluar meminta bantuan anak kos di sebelah rumah Adam.

Lingkungan rumahnya memang dekat dengan kampus, sehingga tetangga sekitar memanfaatkan beberapa kamar untuk dijadikan kos-kosan. Itulah sebabnya ibu Adam membuka warung nasi uduk di rumah.

Beberapa saat kemudian Irwan beserta beberapa anak kos masuk ke kamar. Ibu kemudian dibopong ke mobil Irwan. Alea mengunci rumah Adam. Namun, ketika hendak ikut ke dalam mobil, pemuda itu melarangnya.

"Al, kamu di sini aja. Tolong kabari Adam kalau ibunya sakit. Suruh dia pulang," kata Irwan sebelum bergegas masuk ke mobil.

Alea hanya menjawab dengan anggukkan.

Perasaan cemas menggelayuti hati Irwan, rumah sakit yang hanya berjarak dua kilometer terasa jauh baginya. Sesampainya di rumah sakit, Ibu dibawa ke UGD menggunakan brankar, selang infus segera di pasang ke tubuhnya.

"Mas, mohon tanda tangani ini dulu," pinta suster seraya menyerahkan formulir tes laboratorium kepada Irwan.

Dalam kondisi sakit, Ibu masih saja memanggil nama Adam. "Adam dimana, Nak?"

Irwan mendekatkan badan ke Ibu Adam, supaya suara beliau lebih terdengar.

"Sebentar lagi Adam ke sini, Bu?" ucap Irwan menenangkan. Dia merogoh gawai dari saku celana, lalu berjalan menjauhi wanita itu.

"Assalamualaikum, Al. Gimana? Adam udah kamu hubungi?"

"Waalaikumsalam. Aku telepon berkali-kali nggak diangkat sama dia," ucap Alea di ujung telepon.

"Ya udah, coba kamu whatsapp deh. Ibunya nanyain terus."

"Udah, tapi dia belum baca, Ir."

"Emm ... ya udah kalau gitu kabari aku, ya, kalau Adam udah balas."

"Iya, Ir. Nanti aku kabari."

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Beberapa jam kemudian dokter datang memeriksa. Laki-laki berpakaian serba putih itu meletakkan stetoskop di dada Ibu. Setelah itu seorang suster membantunya memeriksa tekanan darah beliau.

"Gimana, Dok?" tanya Irwan.

"Hasil tesnya sudah keluar, Bu Khadijah mengalami penyempitan pembuluh darah di otak dan jantung, untung segera di bawa ke rumah sakit. Jika tidak, akibatnya bisa fatal. Lalu untuk keluhan BAB-nya, beliau menderita asam lambung akut. Lambungnya terluka, fesesnya menghitam karena pendarahan yang terjadi di dalam lambung. Sementara beliau hanya boleh makan bubur dulu."

ADAM DAN MADATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang