[𝟗] : 𝐌𝐨𝐝𝐮𝐬

3.3K 489 86
                                    

Aku terhenyak mendengar perkataan Lucas.

Apa yang dikatakan Lucas ada benarnya juga. Selain aku menjadi orang terbodoh di dunia-- mematahkan hati sendiri, aku juga menyakiti perasaan Ten.

Tapi bagaimana lagi- Lisa adalah sahabat dan orang aku sayangi. Bagaimana pun aku tidak mau dia sakit hati karena aku.

"Kenapa? Lo lebih mentingin perasaan Lisa dibanding lo sendiri?" ucap Lucas tampak membaca pikiranku.

Aku menghela nafas kasar. "Bukan gitu. Semuanya ada alasan."

"Kenapa? lo mau daftar jadi orang tertolol di dunia?"

Lucas menyilang tangan di dada.

"Ish, kasar."

"Kadang orang berhati lembut harus dikasari biar tertampar dan akhirnya sadar. Ayo."

Lucas berdiri dari bangkunya.

Sialan.
Kata-katanya menyinggung sekali.

Lucas berjalan keluar dari cafe. Aku menyejajarkan langkahku untuk menyamai langkahnya yang besar.

Lucas berhenti dan menoleh padaku.
"Kalau gue jadi Ten- guebakal ngajakkin kamu ke bioskop, ayo!"

Lucas kembali berjalan.
Aku mengikutinya saja.

Toh dia yang punya uang.

Kami sampai di bioskop. Aku tidak melihat ada tanda-tanda wujud Lisa dan Ten di bioskop.

"Gak ada. Terus gimana?"

"Kalau lo jadi mereka memangnya lo bakal nungguin sampai filmnya mulai di sini? Gausah jalan-jalan dulu gitu?" tanya Lucas yang ada benarnya juga.

"I—iya sih, terus gimana?"

"Kalau gue jadi Ten. Harusnya sekarang gue nonton film yang lagi booming."

Lucas menunjuk ke arah tv yang menampilkan jam-jam film dimulai dan rata-rata yang tampil adalah film jurassic world.

"Jadi kita nonton yang itu?" tunjukku pada layar.

Lucas mengangguk. "Kita ciduk mereka ke dalam."

Aku ikutan mengangguk tidak lama langsung menggeleng. "Eh tapi siapa yang bayar? Lo?"

Lucas mencubit pipiku membuat aku meringis.
"Lucu banget sih? Minta ditabok. Yaiyalah. Memangnya lo bawa uang?"

Aku cengengesan. Lucas menarikku ke tempat pembelian tiket. Tapi ke tempat pembelian tiket premier.

"Dua tiket mbak jam dua," ucap Lucas.

"Adanya 2:50 gapapa?"

"Yaudah itu aja," balas Lucas.

Sambil menunggu Lucas tidak melepas genggaman tangan kami.

"Kalian cocok sekali," goda mbak-mbak bioskop.

"Tapi kami enggak—"

"Makasih mbak. Saya tau kami cocok." Lucas merangkul sambil menatapku tersenyum.

"Apa lo liat-liat," ketusku setelah pergi dari sana.

Lucas mendecak. "Gue pikir lo bakal ngeblush gitu. Ternyata mukanya beda tipis sama kak Ros."

Cultivar | Ten NCT Where stories live. Discover now