5-Aneh

41 6 4
                                    

Esok paginya, Astha berdiri bersandar pada tembok samping pintu kelas Dhyra. Tangan kanan-nya menggenggam binder yang berwarna pink yang ada nama pemiliknya—Vania Clarissa— Astha melihat jam tangan-nya, masih pukul 06.15. Tiba-tiba orang yang ditunggu itu datang.

"Lo ngapain?" Tanya Dhyra.

"Nunggu lo, nih." Jawab Astha sambil menegakkan badan-nya dan menyodorkan binder itu pada Dhyra.

"Apaan?" Kata Dhyra mengambil binder itu. Setalah melihat, Dhyra merasa tidak asing dengan binder itu. Ia tahu, punya Vania.

"Kan lo kemarin ga masuk, terus gue pinjem catetan Vania, lo salin gih daripada ketinggalan materi." Ucap Astha sambil memegang jidat Dhyra. "Udah ga demam lagi," imbuhnya sambil tersenyum.

"Baik bener lo! Masih merasa bersalah sama gue karna dua kejadian yang udah lalu?" Selidik Dhyra.

"Sedikit. Lo pake liptint atau apa lah, Ra. Bibir lo pucet. Gue ke kelas dulu ya, Ra. Tadi Vania minta gue buat bantu ngerjain pr fisika. Dah, Ra!" Astha berjalan menuju kelasnya yang tidak jauh dari kelas Dhyra.

Nih anak kesambet apa lagi sih...

Dhyra masuk ke dalam kelas yang ternyata Diva dan Alya sudah datang duluan. Diva dan Alya menatap Dhyra dengan tatapan penuh tanya.

"Katanya lo sakit, Ra? Kok masuk?" Tanya Alya.

"Udah agak baikan, lagian hari ini ada ulangan juga. Gue gamau ikut susulan."

"Nih pake liptint gue, Ra. Biar ga pucet banget bibir lo," tawar Diva.

"Thanks, Div."

Bel berbunyi. Bu Fia masuk dan menyuruh anak-anak untuk duduk sesuai absen masing-masing. Sebelum ulangan dimulai, Bu Fia mempersilahkan ketua kelas untuk memimpin doa di depan. Setelah doa, Bu Fia meminta murid-murid untuk tetap tenang selama kertas soal ulangan dibagikan.

"Tas ditaruh dibawah disamping meja, sedangkan handphone dikumpulkan di saya." Jelas Bu Fia sambil berkeliling membawa tempat untuk handphone anak-anak yang akan dikumpulkan.

"Waktu kalian 90 menit, selamat mengerjakan!" Seru Bu Fia.

Dhyra mengerjakan soal ulangan itu dengan lancar, karena semua materi yang ia pelajari tadi malam hampir keluar semua.

Ga sia-sia gue belajar walaupun demam.

90 menit berlalu dan kini Bu Fia meminta anak-anak mengumpulkan soal dan jawaban ulangan. Anak-anak menghela napas.

"Soalnya susah banget." Seru Alvin, ketua kelas.

"Iya, banget." Anak-anak lain menyetujuinya.

Bu Fia yang mendengar pernyataan Alvin pun tersenyum, "Masa susah? Anak 12 IPA 3 banyak yang dapat bagus. Masa kalian kalah?" Ucap Bu Fia sambil tersenyum jahil.

"Kita kan 12 IPA 1 buk, bukan 12 IPA 3!" Seru Azzah, cewek berkerudung yang menjabat sebagai bendahara kelas itu.

"Iya iya terserah kalian," kini pandangan Bu Fia menuju ke Dhyra, "Gimana, Ra? Susah ga tadi soal-nya?" Tanya Bu Fia.

"Lumayan sih, Bu." Jawab Dhyra agak ragu. Karna walaupun dia merasa bisa belum tentu hasil yang diperoleh akan bagus. Kadang ekspektasi tak sesuai realita. "Kalau kamu bilang begitu, harusnya nanti kamu dapat nilai bagus. Kayak, Astha. Jago dia matematikanya."

Dhyra agak sedikit kaget, ternyata Astha pinter matematika. "Iya, Bu. Semoga saya dapat nilai yang bagus kayak Astha." Bu Fia tersenyum dan pergi berlalu meninggalkan Dhyra.

"Ra, kantin ga lo?" Tanya Diva.

"Ga deh, Div. Gue bawa bekal. Eh tapi nitip teh poci ya, es batunya dikit aja." Sambil menyodorkan uang ke Diva.

"Oke, lo ga mau kantin juga, Al?" Tanya Diva menoleh ke sebelah kiri.

"Ga, Div. Gue mau ke kelasnya Rika." Kata Alya seraya beranjak dari tempat duduknya.

"Yaudah, gue ke kantin sendiri." Gumam Diva pada dirinya sendiri.

Kini Dhyra memakan bekalnya sambil memutar lagu di handphone-nya. Sejak tadi juga headset  itu sudah terpasang di kupingnya.

Mungkin memang ku yang harus mengerti,
Bilaku bukan yang ingin kau miliki,
Salahkahku bila? Kaulah yang ada dihatiku...

Entah kenapa, lirik lagu itu mengingatkannya pada Astha. Cowok yang beberapa hari ini dekat dengan-nya. Dhyra segera menepis pikirannya yang melayang pada sosok Astha.
Sehabis makan, Dhyra mengambil binder yang berisi catatan les yang setiap hari ia bawa ke sekolah.

Tulisan Vania sangat rapi, dan berwarna-warni. Tetapi Dhyra salah fokus pada post it yang tertempel di halaman depan itu.

'Yang rajin ya lo Van, lesnya! —Astha❤️ :)))'

Ada love-nya, dari Astha.

Dhyra bertanya-tanya, sebenarnya ada hubungan apa antara Astha dan Vania? Entah dari mana datangnya perasaan ini, tiba-tiba Dhyra merasa emm—seperti cemburu—sehabis membaca post it itu, tapi Dhyra segera menepis perasaan itu.

Masa iya gue suka sama Astha? Gila lo, Ra. Gila. Kata Dhyra kepada dirinya sendiri sambil menggelengkan kepalanya.

Segera Dhyra menyalin catatan Vania itu. Dhyra menyelesaikan salinan itu 5 menit sebelum bel masuk berbunyi. Dhyra beranjak dari tempat duduknya, meninggalkan Diva yang sudah kembali dari kantin dengan nasi goreng yang kini sudah dihadapannya.

Langkah kaki Dhyra menuju kelas 12 IPA 3. Dari kejauhan Dhyra melihat Astha dan Vania berbincang berdua sambil berdiri melihat ke arah lapangan. Perasaan itu kembali, menurut orang-orang rasa itu adalah cemburu. Lagi-lagi Dhyra menepis rasa itu lagi. Dia memberanikan diri melangkah lebih dekat kepada mereka berdua.

"Van..." celetuk Dhyra.

Sang pemilik nama menoleh, "Iya, Ra?"

"Nih, binder lo. Makasih ya." Ucap Dhyra sambil menyodorkan binder itu.

"Udah lo nyatetnya? Cepet banget." Ucap Astha.

Dhyra hanya mengangguk.

"Btw, tulisan lo bagus Van. Warna-warni gue suka." Ucap Dhyra basa-basi.

"Kan bener, nih anak pasti suka tulisan lo, Van. Kayak gue juga." Ucap Astha sambil memandang ke arah Vania.

"Makasih, Ra. Kan lo juga sering liat gue nulis warna-warni ini dikelas pas waktu les, kalau lo mau minjem pas waktu les juga gapapa." Ucap Vania.

"Lo katanya sakit, Ra. Udah sembuh?" Tanya Vania.

"Udah, Van."

"Syukurlah." Ucap Vania sambil tersenyum.

Senyum Vania manis. Cowok manapun pasti akan terpukau dengan senyuman itu.

"Gue balik dulu, ya! Mau bel." Dhyra melangkahkan kaki dengan cepat menuju arah kelasnya. Jantungnya berdebar cepat.

Aneh.. masa iya gue cemburu sama Vania?

Can I Love You?Where stories live. Discover now