Bab 7

112 4 0
                                    

Simen mulai terganggu dengan suara ponselnya. Ia membuka matanya tangannya merogoh sakunya untuk mengambil ponselnya.

Tiga puluh lima panggilan tidak terjawab dari Dodo. Simen menelfon Dodo kembali untuk menanyakan kenapa...

... Langitnya mendung? Sudah berapa lama dia tertidur?

Simen bangkit sambil menepuk-nepuk pantatnya agar tanah yang menempel di celananya jatuh.

Simen meregangkan tubuhnya. Ia melihat bercak darah di bagian atas kemejanya. Simen awalnya bingung dari siapa darah ini berasal tapi sontak telinganya mendengar teriakan-teriakan aneh dari seluruh arah penjuru sekolahnya. Mengertilah Simen sekarang kenapa Dodo terus menelfonnya.

Rintik hujan berjatuhan seiring kepergian Simen meninggalkan taman sekolah. Ia berlari menuju kelas Dodo, yang juga menjadi kelasnya. Pandangannya sesekali ia arahkan ke lapangan yang sudah basah oleh air hujan. Samar-samar Simen melihat seorang wanita tapi Simen mah sabodoteuing, Dodo lebih penting sekarang!

Simen terus berlari. Wanita itu mengikuti arah Simen berlari tanpa berpindah tempat. Mau nggak mau Simen beberapa kali melihat ke arah wanita itu berdiri.

Simen mempercepat langkahnya hingga berdiri di depan pintu kelasnya. Simen tidak memperdulikan wanita itu lagi saat ia melihat Dodo. Simen menghampiri Dodo di bangkunya.

"Do?" Panggil Simen mengangkat wajah Dodo yang terlungkup berpangku pada tangannya.

Wajah Dodo pucat pasi bak mayat hidup. Badannya panas.

"Simen? Kau udah bangun?"

"Sialan kau Do. Kalau mau mati nggak gini caranya!" Simen emosi tangannya menggamit tangan kiri Dodo untuk ia selipkan di bahunya. Simen memapah Dodo ke UKS.

Hampir saja Simen dan Dodo tergelincir kalau Simen tidak memegangi Dodo dengan kuat karena jalanan di depan kelas mulai basah.

Simen membantu Dodo berjalan dengan pelan ke UKS. Wanita di balik hujan itu masih terus memandanginya.

BayanganWhere stories live. Discover now