Bab 2

163 8 3
                                    

"Telat lagi..!!" Simen buru-buru memasang sepatu sekolahnya, bajunya ia masukkan asal ke dalam celana, sikat gigi masih di mulutnya dengan busa putih melingkari mulutnya.

Simen mengambil tas punggungnya di atas meja setelah memasukkan buku tulis satu-satunya yang ia punya ke dalamnya. Ia setengah berlari menuju gerbang.

"Simeeen!" Teriakan ibunya dari dalam rumah tidak sempat lagi digubris Simen. Ia berlari menuju ke depan gang untuk menunggu angkot.

"Simen, sikat giginya masih di mulut." Perkataan ibunya Simen yang tidak sempat didengar Simen.

Simen menyetop angkot dan duduk di dalamnya, sejenak suasana angkot tidak seperti biasa. Merasa semua tatapan jatuh kepadanya terlebih pak supir yang mencuri pandang padanya melalui kaca tengah, Simen rasanya pengen turun sangkin seramnya angkot yang dia naiki.

Seorang ibu-ibu muda dengan anaknya yang duduk di sisi kirinya dan Simen yang duduk di kanannya menepuk paha Simen.

"Dek, itu odolnya sampai ke pipi." Suara ibu itu.

Ah? Odol? Alah, lupa!

Ke gep sama seisi angkot ada kuman kayak gue duduk di antara mereka dengan sikat gigi dan sisa odol. Pas sialnya Simen lengkap pagi ini!

"Pak, minggir pak." Keburu malu Simen turun dari angkot. Membuang sikat giginya dan membeli air mineral untuk membersihkan mulut dan pipinya.

Simen mengambil ponselnya menelpon Dodo.

"Do, aku telat lagi nih. Tolong amankan gerbang ya."

"Lewat tembok aja, Men. Lima menit lagi ada ulangan mate." Ini yang paling ditakutkan Dodo kalau terlambat masuk sekolah, bisa-bisa dia ujian susulan sendiri di ruang guru. Sudahlah bodoh, ujian hadap-hadapan sama guru pula. Nggaklah Dodo cukup tau diri. Simen? Udah biasa ulangan susulan sendiri di ruang guru terlebih di ruang guru ada anak Pak Jojo - yang suka mampir kadang-kadang ke sekolah karena sekolahnya berbeda - biar tidak terjadi pencitraan antara kepsek dan siswanya katanya - yang di sukai Simen semakin senanglah Simen ulangan susulan sendiri. Kalau kata Simen, sekali mendayung dua tiga gorengan terangkat. Sambil ulangan sambil mencuri hati sang pemikat perasaan Simen. Simen abis ulangan jadi punya waktu mengobrol sebentar dengan putri Pak Jojo.

"Temboknya tinggi Do. Lagi males."

"Ah iyadah. Tapi aku selamatinnya pas selesai ulangan ya Men."

"Boleh deh. Daripada manjat tembok."

"Sip. Nanti ku telfon balik." Dodo mematikan panggilan Simen.

Simen senyum-senyum sendiri setelah menelfon Dodo, seperti baru mendapat telfon dari pacarnya saja.

Tapi yang membuat Simen senyum adalah kabar adanya ulangan hari ini. Otomatis dia akan bertemu Anis anak Pak Jojo lagi, kalau dia datang ke sekolah siang ini. Semoga datang aja deh.

Tangan Simen menyetop angkot yang lewat di depannya. Sekolah, I'm coming!!

***
Simen sampai di gerbang sekolahnya. Ia melihat pergelangan tangannya, jam sepuluh. Harusnya Dodo sebentar lagi menelfonnya. Simen duduk di depan gerbang sekolahnya bak pengemis. Matanya perlahan menutup.

"Telat brader?"

"AH?!" Simen tidak tahu siapa yang barusan menyapanya, rasa kantuknya sekarang lebih penting. Tidur menjadi prioritas Simen, itu yang pernah ia katakan pada Dodo. Matanya memejam sempurna mengikuti tubuhnya yang entah sejak kapan sudah berbaring.

Triiing... Triiing... Triiing..

Ponsel di tangan Simen bergetar dengan lampu screen yang hidup mati di atasnya tertulis Dodo calling. Dodo tidak tahu Simen sudah tertidur di depan gerbang sekolah dengan orang lain yang sedang menatap Simen bingung.

BayanganWhere stories live. Discover now