PROLOGUE

27.2K 1.5K 23
                                    

Aku menarik napas sambil mendekap satu tumpukan buku-buku tebal dengan erat. Sedikit lagi, pikirku. Tinggal menaiki anak tangga ke lantai 2 dan aku akan tiba di perpustakaan.

Langkahku terasa semakin berat, dan aku menaiki anak tangga dengan susah payah.

Satu tanjakan, satu tarikan napas.

Dan saat aku sudah mencapai tanjakan terakhir, kedua lengan terasa begitu lemas dan aku sudah tidak sanggup untuk membawa tumpukan buku itu.

Dengan sisa tenaga terakhir, aku kembali melangkah, dan entah bagaimana aku merasa kakiku tersandung, lalu aku terjatuh.

Melihat buku-buku yang berserakan di lantai, membuatku menahan napas dan hampir menangis. Rasa nyeri yang ada di kedua lenganku terabaikan, dengan rasa bersalah karena sudah menjatuhkan buku-buku itu.

Kemudian, aku melihat ada sepasang kaki berbalut sepatu converse berwarna putih berdiri tepat di hadapanku. Aku mendongak dan menatap seorang murid laki-laki dengan gaya berpakaian yang berantakan, sedang memicingkan matanya ke arah yang berlawanan. Aku mengenalnya sebagai murid pindahan yang baru masuk beberapa bulan terakhir.

"Gue liat lu sengaja nyengkat kakinya, biar dia jatuh!" ucapnya datar sambil menatap dingin ke arah itu.

Aku menoleh untuk melihat ke arah tatapan orang itu. Di situ, ada dua orang murid laki-laki yang tampak cemas menatap murid pindahan itu.

Jadi, aku sengaja dibuat terjatuh? Oh Tuhan... aku menarik napas panjang sambil menatap buku-buku yang berserakan dengan pasrah.

"Kumpulin buku-buku itu sekarang juga!" kembali aku mendengar suara murid pindahan itu, yang begitu tegas. Bahkan terdengar seperti sebuah perintah.

Kedua murid laki-laki itu, segera mengumpulkan buku-buku dengan cepat, lalu kemudian mereka hendak menyerahkannya padaku, saat aku masih terduduk tanpa mampu bergerak. Tapi belum sempat mereka menyerahkan, murid pindahan itu kembali bersuara.

"Sekarang, kalian bawa buku-buku itu ketempat yang mau diantar!" perintahnya tegas.

Lalu dia menoleh ke arahku dengan sorot matanya yang menghunus tajam, membuat napasku tertahan.

"Kasih tahu mereka, kemana buku-buku ini harus lu anter?!" ujarnya tanpa ekspresi.

Aku mengerjap dan menjawab dalam suara gemetar. "Ke... ke perpus."

Dia langsung kembali menoleh kepada kedua murid laki-laki itu, dengan alis terangkat menantang. "Lu dengar apa yang dia bilang! Bawa buku-buku ini ke perpus dan kalau sampai ada komplain dari pengurus perpus soal kondisi buku, kalian harus jujur kalau itu adalah ulah kalian! Jika gue tahu kalian bohong, itu artinya kalian cari masalah sama gue!"

Kedua murid itu langsung mengangguk dan mengambil langkah cepat, untuk meninggalkanku bersama dengan murid pindahan itu.

Tanpa berkata apapun, dia menatapku dengan tatapan menilai, lalu bergerak cepat untuk segera meraih kedua lenganku dan mengangkat dengan mudah. Deg! Aku spontan merasa gugup ketika sudah berdiri berhadapan dengannya.

Tiga kali. Yeah. Terhitung tiga kali dengan kejadian hari ini, dia menolongku. Entah suatu kebetulan atau tidak, dia seolah hadir setiap kali aku membutuhkan pertolongan.

Pertama kali adalah saat aku bersembunyi di ruang UKS, karena ketakutan dikejar oleh para siswa yang berusaha menakutiku dengan kecoak yang ditaruh di dalam toples kaca. Disitu dia terbangun dan melihatku menangis. Itu pertama kali kami bertemu, dan tanpa mengatakan apapun, dia keluar dari ruangan itu, lalu bertindak tegas kepada para murid yang mengerjaiku.

Kedua kali adalah saat aku berusaha mengambil tasku, yang sengaja ditaruh di atas lemari besi di ruang kelas, oleh murid-murid yang mengerjaiku sehabis pulang sekolah. Aku berusaha mengambil tasku dengan berdiri dan berjinjit di atas kursi, namun itu sia-sia. Lalu dia muncul dari arah belakang, dan menarik tasku dengan mudahnya.

Dari situ, aku merasakan ketenangan setiap kali berhadapan dengannya.

"Terima kasih," ucapku dengan suara pelan.

Dia mengerjap sesaat, lalu mengerutkan alisnya. "Lu nggak usah berterima kasih. Gue cuma benci ngeliat orang bego yang maunya dibego-begoin tanpa adanya perlawanan."

Aku menelan ludah. Dia selalu mengeluarkan perkataan yang menyakitkan, tapi aku sama sekali tidak merasa tersinggung ataupun marah. Karena itu benar adanya.

Dia hendak berlalu tapi tidak jadi, dan kembali menoleh padaku.

"Lebih baik lu ke ruang UKS dan obatin lutut lu yang lecet. Daripada nanti infeksi," cetusnya datar, lalu dia berbalik dan pergi.

Aku mengerjap pelan lalu menunduk untuk menatap kedua lututku. Itu hanya sebuah luka lecet yang tidak berarti, namun diperhatikan oleh orang itu. Aku kembali mendongak dan menatap kepergiannya yang sudah cukup menjauh.

Spontan, aku tersenyum menatapnya, dan baru menyadari jika barusan adalah pertama kalinya, aku menaruh perhatian pada seseorang.



*****


Prolog aja dulu yah. Nanti baru dilanjutin lagi.



Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


13.05.19 (10.20 AM)

Flashlight (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang