Bagian 1 : The Nightmares

56 4 1
                                    


Telepon tiba-tiba berdering, kurasa itu hanyalah orang iseng yang sengaja menelponku untuk menakut-nakuti aku. Tapi semakin lama aku semakin yakin bahwa sepertinya itu bukan orang iseng. Malam yang biasanya sangat sunyi, hari ini menjadi malam yang seakan sangat ramai sekali. Aku tetap berusaha untuk kembali tidur, namun tidak bisa. Dibalik selimut, aku merasa ada seseorang yang mengintip dari balik jendela, berjalan bolak-balik sambil sesekali menengok ke arah tempat tidurku.

Waktu menunjukkan pukul 2 pagi, orangtua ku sedang pergi bekerja di luar kota. Jadi mau tidak mau aku tinggal sendirian di rumah untuk sementara waktu. Suara telepon itu masih menghantui pikiranku. Aku memberanikan diri untuk mengangkat telepon itu setelah berdering untuk yang  kesekian kalinya.

Aku : "Halo? Ini siapa ya?"

Si penelpon : "Enam - sembilan - delapan belas - sembilan belas - dua puluh."

Aku : "Halo? Salah sambung ya kak?"

Si penelpon tetap tidak menghiraukan pertanyaanku, seakan dia sedang asyik menghitung angka-angka. Karena aku penasaran, aku mencatat angka-angka itu pada secarik kertas. Si penelpon tetap melanjutkan angka-angka tersebut.

Si penelpon : "Dua puluh - satu - delapan belas - tujuh - lima - dua puluh - sembilan - sembilan belas - dua puluh lima - lima belas - dua satu."

Tiba-tiba telepon mati. Aku semakin bingung apa maksudnya semua ini. Mengapa ada seseorang yang menelponku hanya untuk mengatakan seluruh angka ini.


The Resonance of TerrorWhere stories live. Discover now