Chapter 6 : Bertamu 🖤

4K 444 38
                                    

Disclaimer Masashi Kishimoto

Happy Reading!
.
.
.

"Dek, boleh minta tolong?" pinta Karin setelah masuk ke dalam kamar Sakura. "Tolong buatin minum buat tamu Teteh, ya? Teteh mau mandi dulu nggak kuat bau asem."

Sakura sebagai adik ketika dimintai tolong begitu mau tidak mau ya harus mau. Ia hanya mengacungkan jempol tanpa bertanya tamunya siapa.

Tak lama minuman yang Sakura buat sudah jadi, lalu dibawalah ke ruang tamu untuk disuguhkan kepada 'tamu' yang tetehnya katakan tadi.

Sakura berlutut seraya mengangsurkan segelas jus mangga pada tamu Karin tanpa melihat wajah si tamu itu. "Silakan diminum," ujar Sakura sudah seperti seorang pembantu.

Di rumahnya tidak disediakan pembantu, hanya ada tukang kebun yang sudah mengabdi sejak Sasori masih bayik.

"Thanks," jawab si tamu. Suaranya terdengar pelan, berat, dan tidak asing.

Awalnya Sakura tidak peduli dengan sosok yang ada di hadapannya, karena saat membawa minum pun ia hanya fokus menatap gelas yang dibawa dan fokus menjaga langkah kakinya dengan baik. Takut-takut kalau tersandung. Namun, lain cerita setelah mendengar suaranya. Sungguh Sakura seperti mengenal suara itu.

Penasaran.

Masih posisi berlutut, gadis dengan bando telinga kucing di kepalanya itu mendongak melihat wajah si pemilik suara. Daripada ia menduga-duga sendiri, dan ternyata benar saja dugaannya tidak salah.

Kedua mata Sakura membulat sempurna. Kaget? Pastinya. Ia tidak menyangka akan bertatapan dengan lelaki di hadapannya sedekat ini untuk pertama kalinya.

"Senpai?!" pekik Sakura, cepat-cepat mengeplak mulutnya sendiri. "Bjirlah ini mulut nggak bisa diajak kompromi banget."

Sakura memang tidak salah dengar dan tidak salah lihat juga. Pemilik suara itu memang Senpai alias Sasuke yang notabene pacar Karin, tetehnya. Bisa-bisanya ia tidak curiga sedari awal dengan tamu yang dimaksud Karin tadi.

Sasuke baru akan mengatakan sesuatu, tiba-tiba Karin datang dengan laptop di tangannya. Aroma sabun menguar dari tubuh gadis berkacamata itu.

"Seng, maaf yaaa aku lamaaa mandinyaaa," ujar Karin dengan nada manja, membuat Sakura yang masih dalam posisi berlutut memutar bola matanya malas.

"Geli banget, perasaan nggak pernah tuh kalau di rumah ngomongnya begitu, yang ada kayak Kak Ros bisanya marah-marah," batin Sakura mengomel.

"Nggak lama kok, Seng. Aman." Sasuke menjawab dengan suara lembut, sangat sangat lembut sampai Sakura tanpa sadar ikut tersentuh mendengarnya. Tak lupa lelaki itu juga tersenyum tipis sehingga membuat Karin tersipu malu. Jadilah pasangan yang dimabuk asmara ini saling bertatapan dalam diam.

Lama-lama Sakura merasa atmosfer di ruang tamu berubah panas, padahal jelas-jelas AC nyala.

"Adek ... makasih banyak ya buat minumannya. Balik masuk kamar lagi gih, terus jangan lupa belajar biar pinter," titah Karin disertai senyum manis. Ia baru sadar kalau Sakura masih di hadapannya.

Melihat itu Sakura bergidik ngeri. Kalau bukan karena di depan pacar mana mungkin Karin bersikap manis begitu, bahkan nada bicaranya pun lembut sekali. Sasori juga kalau mendengar pasti merasakan hal yang sama.

"Iyaaa sama-sama, siap dimengerti, Teh." Sakura bangkit berdiri. Menghela napas panjang, lalu berbalik sambil memukul-mukul nampan yang ada di tangannya. Seakan melampiaskan perasaan kesal, panas, sedih, cemburu, semuanya bercampur menjadi satu pada nampan tak berdosa itu.

"Kenapa? Panas, ya?" celetuk Sasori tiba-tiba sudah berdiri di samping kulkas, lalu menggigit buah apel dengan gigitan besar. "Gebetanku adalah pacar kakakku awokwokwok. Menyalahh abangkuuuhhh!!"

"Apaan, sih, prik banget jadi manusa. Siapa juga yang panas," tukas Sakura sambil membanting nampan ke atas meja makan. Sungguh ia tanpa sadar melakukannya.

"Nah, itu apa banting-banting? Kasian meja makannya." Sasori menggeleng dramatis, lalu menyejajarkan buah apel yang ada di tangannya dengan pipi Sakura. "Ada yang menyala tapi bukan api."

"Atuh da ihhh Aa' mah jangan gitu, udah tahu Uya teh pasti ngerasa galau, gelisah, sedih, merana ... masih aja nanyak," gerutu Sakura, bibir mungilnya manyun seperti bebek.

"He he he ya udah maap maap." Sasori malah cengengesan. Namun, tak cukup sampai di situ. Matanya kini mengerling ke arah ruang tamu. "Uya nggak penasaran gitu Teh Karin sama pacarnya lagi ngapain? Mana posisi duduknya deket banget Ya Tuhan jadi iri deh Aa'," sambungnya masih berusaha memanas-manasi Sakura.

Bibir Sakura semakin manyun. Terlihat menggemaskan sampai Sasori ingin mencuilnya.

"Aa' kalau iri ya cari pacarlah jangan bisanya ngebaperin anak orang doang. Terus kalau anak orangnya udah baper jangan cari lagi yang lain, nggak boleh nanti Allah marah, Allah nggak suka. Katanya lelaki sejati tapi mana buktinya?" sindir Sakura membuat Sasori seketika terdiam. Ia tahu betul kalau kakaknya itu senang menggombali wanita-wanita secara acak.

"Jangan bisanya ngeledekin Uya, ngatain Uya, atau ngintipin Teteh yang lagi pacaran. Lama-lama tuh mata bintitan." Kali ini Sasori menciut, kalah dengan ucapan adiknya. Entah sejak kapan adik manisnya itu mulai pandai menyindir secara halus dan menusuk tepat di hati.

Setelah puas menceramahi kakak laki-lakinya, Sakura kembali ke kamar dan meninggalkan Sasori yang kini diam membatu di tempat.

"Bisa-bisanya gue tertampar, tertendang, terjungkal, tersungkur, terlontar, tersalto, terkoprol depan, terkoprol belakang, tertiger sprong keliling kota," batin Sasori tak menyangka tiba-tiba situasinya berbalik.

To be continue....
 

🐢🐢🐢🐢

SasuSaku WhatsApp (REVISI)Where stories live. Discover now