DVSK: 4 (a)

1.8K 125 18
                                    


Kedua mata Dinar mengerjap dengan perlahan. Dinar belum tersadar sepenuhnya ketika ia merasa lagu yang ia kenal sebagai alarm memekakkan sebelah telinganya.

"Ayo bangun, Nar." Sarah berusaha membangunkan Dinar.

"Gini nih kalau tidur di sini. Harus bangun pagi-pagi." Suara itu masih amat serak.

"Bukannya lo emang biasa bangun pagi, Nar? Setengah enam?" tanya Sarah yang tengah membuka tirai jendela.

"Iya, tapi kan kalo di sini gue kudu bangun, makan, mandi, berangkat. Nggak ada waktu buat breakdance pagi. Ya kali gue harus bangun subuh." Dinar lalu mengaduh ketika sebuah bantal menghantam kepalanya.

"Ya udah, sih, breakdance-nya nanti aja di sekolah. Makanya, jangan sok-sokan nggak mau ikut ekskul." Sarah memukul Dinar dengan bantal lagi. "Sok-sokan nggak butuh ekskul itu. Stres kan, lo."

"Bodo!" gumam Dinar tak peduli. Wajahnya masih menghadap guling.

"Udah ah, gue mau mandi duluan kalo gitu." Sarah melangkah ke kamar mandi yang hanya berjarak lima langkah dari ranjang.

Dinar kembali memejamkan mata. Rasa kantuk sebenarnya sudah hilang sepenuhnya namun ia masih ingin merebahkan diri.

"Oy," Bayu mengetuk pintu kamar Dinar. "Bang—"

"Udaaah." Gadis itu berteriak dengan serak. Dipeluknya guling di hadapannya semakin erat.

Breakdance adalah satu-satunya hal yang dapat membuatnya bersemangat. Benar juga perkataan Sarah, renungnya. Sebenarnya ia amat merindukan kegiatan ekskul itu di sekolah. Berlatih bersama, berpentas bersama, mengajar bersama.

Itu bukan satu-satunya hal yang Dinar rindukan. Ia menggigit bibir. Kedua matanya kembali mengerjap. Kali ini, ia menghadap ke arah langit-langit.

Ah, kamar ini. Perlahan, tangannya bergerak membelai sprei berwarna merah—warna kesukaannya. Beberapa poster bintang hiphop terkenal ditempel di dinding, lampu dinding beraksen minimalis, lemari yang hanya setengahnya terisi, radio tape compo ... betapa ia merindukan semua itu.

Satu yang jadi pertanyaan besar dalam dirinya; apa ia bisa melepas semua rindu itu? Bagaimana?

"Nar!" pekik Sarah yang baru saja keluar dari kamar mandi. Baju seragam sudah ia kenakan, tinggal mengganti celana piama itu dengan rok rempel berwarna abu. "Masih ngelamun juga lo."

"Iya iya, daripada lo berisik, gue mandi." Dinar mulai bangkit dari tempat tidur dan bergegas.


>>DVSK<<


Pagi itu Dinar, Sarah, dan Bayu berangkat ke sekolah bersama. Jarak dari rumah Bayu ke sekolah WIJAY memang cukup jauh sehingga mereka harus berangkat lebih pagi. Perjalanan dari Kebayoran Lama menuju daerah Sudirman menggunakan mobil pun biasanya membutuhkan waktu sekitar satu jam. Berbeda dengan Dinar yang mempunyai apartemen di tempat yang dekat dengan sekolah dan hanya memerlukan waktu tempuh lima menit jika berjalan kaki. Di samping itu, ia bahkan belum memiliki KTP.

Bicara mengenai usia, Dinar memang lebih muda dibandingkan dengan Bayu. Itulah alasan orang-orang sering menganggap mereka berpacaran. Bayu yang berperawakan jangkung serta Dinar yang memiliki tubuh dua jengkal lebih pendek dari Bayu juga sering membuat orang-orang sekitar mengira mereka adalah kakak beradik. Dilihat dari segi penampilan wajah, mereka memang tidak memiliki kemiripan. Keunggulan yang dimiliki Bayu adalah alisnya yang tebal serta mata elangnya, sedangkan milik Dinar adalah tulang pipinya yang tinggi serta bibir tipisnya yang menegaskan kesan cuek dan dingin pada dirinya. Kesan pertama dari penampilan mereka berdua yaitu satu, kesan dingin itu sendiri. Hanya itu yang membuat mereka mirip. Tidak lebih. Bahkan Sarah sendiri berpendapat demikian.

Dinar vs Si Kembar [Pindah ke DREAME]Where stories live. Discover now