DVSK: 3

2.5K 147 18
                                    

Sarah menghidu aroma masakan yang menguar dari wajan. Sebentar lagi hidangan yang tengah ia buat akan segera disajikan. Dicicipinya bumbu masakan itu kalau-kalau masih membutuhkan kecap lebih banyak. Ternyata tidak. Dimasukkannya sapo tahu yang telah digoreng ke dalam wajan agar dapat bersatu dengan sayur, jamur, ayam, air kaldu, dan yang lainnya. Sebelah tangan Sarah bergoyang lagi, penggorengan itu mengaduk lagi. Ia pikir, porsi ini cukup bahkan untuk enam orang sekalipun.

Ia bertanya dengan riang. "Sapo tahu hampir siap. Onion ring siap?"

"Siap," jawab Dinar di sisi dapur lainnya.

"Jus sama nasi siap?"

"Baru masuk kulkas. Nasi siap." Bayu menjawab bersemangat.

"Oke! Waktunya penyajian!"

Kesibukan itu beralih dari dapur menuju ruang makan. Meja berlapis kaca itu berbentuk persegi panjang, jadi penyajian itu beberapa kali berubah untuk menyesuaikan. Sempat ada perdebatan kecil membahas apakah akan memakai alas makan berwarna gelap atau terang, tapi mengingat semua alat makan yang digunakan berwarna cerah maka akhirnya diputuskan untuk memakai alas makan yang gelap saja.

"Jam setengah delapan. Sambil nunggu enaknya ngapain, ya?" tanya Sarah.

Orang yang Sarah, Bayu, dan Dinar tunggu kemungkinan akan datang pukul delapan tepat jadi mereka punya setengah jam yang leluasa.

"Duduk dulu bisa kali." Satu-satunya gadis tomboi di sana bersuara.

Ketiganya pun duduk. Dinar di salah satu sisi, sedangkan Bayu dan Sarah di sisi lain. Saat makan pun mereka duduk di tempat masing-masing seperti itu, dengan tambahan satu orang di kursi paling ujung.

"Oya, Nar. Nate dan Finn jadinya ikut ekskul apa? Udah ada keputusan?"

Saking sibuknya memasak, sejak tadi sore mereka belum sempat bercerita banyak. Sepulang sekolah tadi Dinar memang langsung menemui si kembar dan menyerahkan lembar formulir ekskul pada mereka berdua, sesuai permintaan Pa Sugeng.

Bayu terkekeh sambil menatap sepupunya itu "Tebakan gue, lo ngewanti-wanti mereka supaya nggak ikut ekskul breakdance."

Sarah memutar mata.

Yang ditanya mengangkat bahu. "Gue nggak ngewanti apa-apa. Sebenernya mereka juga nggak tertarik ikut ekskul itu. Nate lebih milih hockey, Finn milih basket."

"Hm baguslah," gumam Sarah.

Bayu mengangguk. "Berani juga mereka, ambil ekskul pisah gitu. Ya, gimana pun mereka kan pasti jadi pusat perhatian. Di basket kan ada gue, tapi di hockey ada Yovi."

Mendengar nama Yovi sama saja dengan mendengar nama Rio.

"Terus? Mereka cerita apa lagi, Nar?"tanya Sarah.

"Nggak banyak. Cuma nyeritain nyokap mereka yang kuliah ambil S3 di sini. Bokap mereka soalnya udah meninggal jadi mereka pun akhirnya milih buat ikut nyokap mereka ke Indonesia."

"Ya ampun. Kasian juga, ya? Gue jadi pengin ketemu nyokap mereka." Ia lalu memanggil sang pacar. "Mereka sebenernya betah nggak sih di Wijay? Jangan-jangan, sejak mereka di-bully sama Rio, mereka mau pindah sekolah."

Bayu mengembuskan napas panjang. Ia menggelengkan kepala. "Nggak tau. Sebenernya, gue bahkan nggak bisa baca pikiran Nate dan Finn."

"Apa?" tanya Dinar. Tubuhnya bergerak mendekati meja, antusias. Sarah sama antusiasnya—keningnya berkerut dalam dan ia seolah mencari tanda bahwa pemuda itu tengah bercanda. Hanya ada keseriusan pada mata berwarna cokelat itu. Sarah menelan ludah.

Dinar vs Si Kembar [Pindah ke DREAME]Where stories live. Discover now