BAB 9

96 11 7
                                    

Sudah dua hari ini Naura tidak bertemu Raihan. Bahkan kalau dipikir-pikir sudah hampir seminggu dia tidak melihat Raihan berkeliaran di cafe seperti biasanya. Naura tidak tau harus merasa senang atau sedih, tapi dia kangen abangnya satu itu. Naura sempat bertanya kepada pegawai cafe tetapi mereka juga jarang melihat Raihan di cafe dan menurut Imelda, Raihan menyerahkan penanganan semenatara cafe kepada headchef, pak Adi. Naura juga sempat menanyakan hal itu kepada Ade, sahabat dekatnya, tapi Naura justru mendapatkan respon yang tak terduga.

Flashback

"De, ," gumam Naura menerawang. Lagi-lagi Ade dengan tidak sopannya masuk kerumah Naura dan menyantap makanan yang Naura siapkan untuk dirinya sendiri di atas meja. Tamu tidak sopan!

"Da. .de. .da. .de. Aku bukan pakde kamu, yang," Naura meringis mendengar kata yang dari Ade, masih sedikit parno laki-laki itu akan menggodanya lagi dengan panggilan eyang.

"Kemarin-kemarin kamu juga gak komentar kok,"

"Iya mangkanya sekarang aku komentar. Aku ini lebih tua dari kamu, seumuran sama Raihan. Kamu aja ke Raihan panggil Bang, kenapa sama pacar sendiri malah gak sopan gitu panggil nama,"

"Kamu juga gak sopan main nyelonong masuk rumah aku,"

"Kenapa masih bahas itu sih, kemarin kan udah aku jelasin ke kamu kenapa," Naura seketika diam mendengar nada sinis Ade. Ade sedikit membanting sendok yang dia pegang ke piring, menimbulkan suara yang cukup nyaring.

"Iya. .iya kenapa jadi sinis gitu sih. Aku kan tadi mau nanya, sampek lupa mau nanya apa," Naura menghembuskan nafasnya dan melanjutkan makannya.

"Nanya apa?"

"Gak jadi, kan udah dibilang lupa," sentak Naura kasar dan seketika menyesali ucapannya. Mata elang Ade semakin berkilat tajam, dia tidak pernah suka apabila dibentak seperti itu, terlebih lagi dengan anak ingusan yang jauh lebih muda. Naura berdeham canggung, lebih baik mengalah daripada dia tidak selamat di dalam rumahnya sendiri.

"Ehm, itu aku mau nanya Bang Raihan kemana sih. Aku lama gak liat," bisik Naura takut.

Ade semakin mendidih mendengar nama Raihan disebut-sebut, pake embel-embel bang lagi. Ade meneguk air di meja dengan cepat dan meletakkan gelas itu kasar, Naura tidak akan heran apabila gelas itu pecah. Naura semakin melongo kaget ketika Ade beranjak keluar dan menutup pintu dengan bunyi bedebam yang cukup keras. Naura masih termangu di tempat duduknya dan menerka-nerka apa yang salah dengan pertanyaannya.

Deg! Hati Naura berdegup sangat kencang, sampai-sampai dia takut ada orang yang bisa mendengarnya. Laki-laki itu datang, Raihan datang. Laki-laki itu baru saja keluar dari mobilnya dengan baju putih lengan panjang dan celana jeans hitam. Raihan bahkan terlihat sangat tampan dengan baju yang sangat casual seperti itu. Pandangan mereka bertemu dan Naura bisa melihat ada tatapan kerinduan di mata Raihan, apakah dia juga merindukannya sama seperti Naura yang sangat merindukan Raihan?

"Kecil, tumben siang-siang udah disini?" ucap Raihan sambil mengelus kepala Naura pelan. Naura benar-benar merindukan suaranya yang lembut tapi dalam, Naura juga merindukan perhatian kecil Raihan dan juga kejahilannya. Dia memendam kegugupannya dan mencoba untuk bersikap seperti biasanya. Anggap dia kakakmu Naura, kakakmu!

"Abang sih yang ngilang. Aku emang udah kerja dari pagi sejak 2 hari lalu, kampus libur mau UAS,"

"Loh kampus libur supaya mahasiswanya bisa persiapan buat UAS kan? Kenapa kamu malah nambah jam kerja?"

"Yah, males aja dirumah. Gak ada kerjaan. Mending disini gangguin Imelda," Imelda yang mendengar ucapan Naura langsung mengangkat tinjunya tinggi-tinggi dan kembali bekerja membereskan piring-piring kotor.

NAURAOù les histoires vivent. Découvrez maintenant