BAB 8

110 13 0
                                    

'Aulia, sayang. Gimana kabarnya?'
Pesan itu sudah masuk ke ponsel Naura dari 15 menit yang lalu. Naura yang tadinya bergulat di dapur untuk membuat pisang goreng duduk mematung di meja makan, membiarkan adonan tepung dan pisang yang kecoklatan karena sudah terlepas dari kulitnya.
Apakah masalah tidak bisa menghampirinya satu per satu? Naura masih tertatih untuk menyusun retakan-retakan hatinya, yang hancur bahkan sebelum harapan untuk mengenal baik cinta itu berkembang. Dan sekarang, masa lalunya juga tidak memberikan kesempatan kepada Naura untuk memulihkan hatinya.
Siapa? Siapa yang berani mengirimkan pesan terkutuk itu? Aulia adalah panggilan masa kecil Naura.

Semenjak keluarganya membuangnya, dia ditampung di salah satu panti asuhan dan mengubah nama panggilannya menjadi Naura. Dia tidak sudi mendengar nama Aulia setelah apa yang dilakukan orang-orang itu yang katanya adalah keluarga.
Semenjak itu tidak ada yang memanggilnya Aulia, jadi Naura bisa memastikan sms itu berasal dari orang dari masa lalunya. Siapa dia? Papanya? Mamanya? Atau kakaknya? Setelah bertahun-tahun Naura ditinggalkan, berani-beraninya mereka mengirimkan pesan kepada Naura, menanyakan kabarnya. Cuihh, mereka akan memainkan peran mereka sebagai keluarga sekarang?

Naura beranjak dari ruang makan dan berniat untuk menyegarkan otak kusutnya di bawah shower. Dia sudah tidak mood untuk memasak, dan membiarkan bahan-bahan pisang goreng itu terletak begitu saja.
¬¬¬¬¬¬¬¬~~~

Waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam, tetapi Naura tidak bisa memejamkan matanya. Naura mencengkram dadanya yang terasa sesak dan melemparkan ponselnya ke kasur. Ponsel Naura masih menyala dan menunjukkan aplikasi pesan yang belum tertutup. Nomer yang sama mengirimkan pesan baru ke ponsel Naura.

'Assalamualaikum dek. Gimana kabar adek? Ini kak Aya, kak Aya kangen sama adek. Kak Aya minta maaf sayang, kakak bisa jelasin semuanya sama adek. Bisa kita ketemu?'
Kak Aya. Kak Aya kembali. Naura menutup wajahnya dengan kedua tangan dan terisak pelan.

'Tuhan, Naura salah apa? Ketika keluarga Naura membuang Naura, Naura tidak pernah marah dengan takdir-Mu. Ketika Naura harus menanggung malu ketika teman-teman sekolah selalu bertanya-tanya kenapa orang tua Naura tidak pernah ke sekolah mengambil rapor, Naura selalu berpikir Engkau akan memberikan keluarga pengganti yang lebih baik untuk Naura. Ketika Engkau menganugerahkanku perasaan cinta dan merebut kesempatan untuk kembali mencintai itu dari Naura, Naura meyakinkan diri Naura bahwa masih ada laki-laki baik di luar sana yang bisa memulihkan Naura. Jagalah hati Naura untuk tidak menyalahkan apa yang telah Kau beri. Temani Naura untuk menghadapi semuanya, Tuhan. Naura sendirian,'

Ruangan itu sunyi, hanya isakan Naura yang terdengar. Kenapa super hero-nya itu harus kembali setelah Naura berusaha melupakan masa lalunya. Dulu, kak Aya adalah segalanya untuk Naura kecil. Naura selalu membuntuti kemana kakaknya itu pergi, bahkan sampai ke lapangan sepak bola sekalipun.

Flashback

"Kakak mau kemana?" Naura memegang ujung kaos Aya ketika melihat kakaknya itu akan keluar.
"Kakak main dulu bentar ya, adek disini aja sama mbak Asmi,"
"Adek ikut,"
"Tapi dek .. ."
"Pokoknya adek mau ikut," Naura mencebikkan bibir kecilnya dan menatap Aya dengan berkaca-kaca. Aya menghela nafasnya pelan dan menggamit tangan Naura. Menggandengnya ke lapangan bola dimana teman-temannya sudah menunggu.
"Inget ya, adek diem aja di pinggir. Jangan kemana-mana. Jangan masuk lapangan ya, bahaya," Naura mengangguk-anggukkan kepalanya lucu sambil tersenyum lebar. Dan Naura selalu menjadi pendukung setia Aya ketika bermain. Naura bertepuk tangan dengan heboh ketika Aya memegang bola, berjingkrak-jingkrak ketika Aya memasukkan bola ke gawang lawan yang akan dibalas dengan kepalan tangan Aya ke atas sambil tersenyum lebar ke arahnya.

Kak Aya tidak pernah meninggalkannya sendirian, kemanapun Aya bermain, dia selalu mengajak Naura. Teman-teman Aya bahkan sering mengolok-olok Aya sebagai pengasuh Naura, tapi Aya bergeming. Dia tidak ambil pusing dengan uccapan temannya dan tetap mengajak Naura kemanapun Aya pergi.
Tidak bisa dipungkiri, Naura sangat merindukan kakaknya. Merindukan kasih sayangnya, perhatiannya, kejahilannya. Di saat kebanyakan anak kecil selalu mengidolakan ayah atau ibu mereka, Naura lebih mengidolakan kakaknya karena Aya tidak pernah meninggalkan Naura sendirian seperti kedua orang tua mereka yang sibuk bekerja. Tetapi itu dulu, dulu sebelum kak Aya juga memutuskan untuk meninggalkan Naura. Sendirian.

~~~

"Kamu habis nangis?" Naura tersentak mendengar suara Ade. Kenapa dia bisa ma. .Naura lupa ini bukan pertama kalinya dia nyelonong masuk seperti ini.
"Ugh, bisa gak sih kamu masuk selayaknya tamu normal lainnya?" Naura tidak bisa menahan amarahnya. sejujurnya Naura tidak pernah sekalipun mengundang orang lain ke rumahnya, Alysa atau Imelda sekalipun. Naura tidak ingin teman-temannya mengusiknya dengan pertanyaan mengenai rumahnya yang kosong, hampa tanpa ada satupun foto dirinya dan keluarganya.
"Sayangnya aku memang bukan tamu kamu, aku pacar kamu," jawab Ade santai yang semakin membuat Naura menggeram marah.
"Kamu ngapain sih? Hobi banget gangguin aku,"
"Ambilkan aku minuman aja sana, aku bawain kamu makan malam,"
Mendengar kata makan, perut Naura langsung bereaksi dengan mengeluarkan gerungan pelan, membuat Ade tertawa. Naura segera pergi ke dapur untuk menyembunyikan wajahnya yang memerah.

"Kamu belum jawab pertanyaan aku. Kamu nangis? Kenapa?" Naura mmenghentikan sendoknya yang terangkat, menatap wajah tampan lelaki di depannya ini.
"Kamu juga belum jawab pertanyaan aku,"
Ade menatap Naura dengan intens membuat Naura memilih menunduk, mengaduk-aduk makanannya.
"Oke, I answer yours, you answer mine"
"Oke," sahut Naura mantap.
"Aku bikin duplikat kunci rumah kamu," Naura melotot mendengar jawaban Ade. Laki-laki ini benar-benar. Ugh!
"Aku selalu tinggalin kuncinya di lubang kunci, gimana kamu bisa buka?"
"Gampang, aku bisa buka pintu samping. Pintu di dapur kamu," sekali lagi Naura melongo, terkejut dengan tingkah Ade.
"Gak sopan tau nggak, nyelonong ke rumah orang lain," kening Naura berkerut marah. Dia tidak ingin laki-laki ini berbuat seenaknya seperti ini.
"Aku gak peduli. Ini rumah pacar aku, so what?"
"So what? Kamu bilang so what?" Ade benar-benar menguji kesabaran Naura. Laki-laki yang tidak mudah ditebak. Naura semakin kesal melihat Ade tidak menanggapi serius kekesalannya. Naura yakin dirinya sudah terlihat seperti banteng di tengah arena, salah satu kaki depannya yang menggerus-gerus tanah, wajahnya yang merah dengan kepala menunduk menunjukkan tanduknya, dan hembusan nafas kasar dari hidungnya. Tapi lihat saja, Ade masih dengan santainya menyuapkan makanan ke dalam mulutnya sambil sesekali menatap Naura dan mengedipkan matanya. Laki-laki ini gila.
"Kamu gak jawab pertanyaan aku. Kamu nangis kenapa?"
"Kamu maksa banget sih pengen tau,"
Ade menatap Naura seakan-akan bisa menembus ke dalam jiwanya, mencari tau apa yang ada didalam kepala cantiknya itu. Naura yang ditatap sedemikian rupa menjadi salah tingkah, berdeham untuk menutupi kegugupannya.
"Liatinnya biasa aja, ih,"
"Aku khawatir sama kamu,"

Deg! Naura mendongakkan wajahnya, terlihat kejujuran di mata tajam Ade.
"Aku tau gak sopan udah buat duplikat kunci rumah kamu. Aku gak berniat kayak gitu awalnya. Aku ke rumah kamu sekitar 2 minggu yang lalu, kamu belum pulang sepertinya waktu itu. Kamu gak bales smsku, gak ngangkat telponku jadi aku samperin kamu ke rumah. Dan apa yang aku temuin? Kunci rumah di bawah keset. Kalo ada maling masuk gimana? Kalo ada yang ingin nyelakain kamu gimana? Mangkanya aku memutuskan untuk buat duplikat kunci kamu. Aku gak akan macem-macem, aku cuma ingin punya akses, untuk memastikan kamu baik-baik aja,"
Tubuh Naura berdesir ringan mendengar penuturan Ade. Naura melihat mata Ade menggelap marah ketika menyinggung masalah kemungkinan orang jahat yang bisa saja masuk ke rumahnya. Perhatian kecil ini membuat hati Naura menghangat. Tidak tau bagaimana harus menjawab Ade, Naura memilih meneruskan makannya. Tidak menatap Ade sampai acara makan mereka selesai.

~~~

"Aku numpang tidur ya," sahut Ade tiba-tiba sambil berselonjor di sofa depan tv.
"Ini udah malem tau. Gak sopan diliatin tetangga. Pulang sana,"
"De. ."
"Ade. ." Naura menggoyang-goyangkan lengan Ade. Tidak mungkin laki-laki itu bisa langsung tertidur. Kemudian Naura menjepit hidung Ade dengan kedua jari. Naura dikagetkan dengan sentakan kuat di lengannya, membuat Naura jatuh tertelungkup di atas Ade. Naura merasakan kedua lengan Ade memeluk pinggangnya dan menahannya supaya tidak beranjak. Naura terlalu terkejut untuk berontak, melongo menatap Ade dengan kedua telapak tangannya di atas dada Ade.
"Kamu mau bunuh aku, hm?" sahut Ade tanpa membuka mata.
"Kamu ngapain sih, De? Lepas nggak?"
"Five minutes more, please. Aku nyaman, biarkan seperti ini dulu sebentar," Entah kenapa Naura tidak lagi berusaha melepaskan diri, membiarkan dirinya berada dipelukan Ade. Mungkin kasian karena Ade terlihat sangat lelah, mungkin juga Naura merasa nyaman berada dipelukan laki-laki itu. Berada dipelukannya, Naura merasa aman, seperti tidak akan ada yang bisa menyakitinya. Dan untuk pertama kalinya Naura merasa rumahnya tidak terlalu hampa, tidak terlalu menakutkan, membuat matanya perlahan terpejam menjemput mimpi indah yang mungkin akan datang.

Suara alarm membangunkan Naura dari tidur lelapnya. Tidak ada mimpi buruk yang membuatnya terbangun tengah malam, atau perasaan sendirian yang membuatnya termenung memikirkan nasibnya. Naura bangun dengan perasaan lega luar biasa yang justru membuat kening Naura berkerut heran. Sepertinya semalam dia berada di ruang tengah menangis bombay karena kembalinya masa lalu Naura, tetapi kenapa dia sekarang berada di kasurnya?
Naura menepuk dahinya pelan, Ade kerumahnya semalam. Naura ingat sudah dengan lancang meringkuk dengan nyaman di pelukan Ade, mungkin dia yang memindahkannya ke kasur. Wanita dengan rambut berantakan khas orang bangun tidur itu memindah seluruh ruangan dirumahnya, mencari keberadaan Ade sampai Hp-nya yang masih tergeletak di sofa berbunyi.
'Sayang Calling' dahi Naura berkerut samar, dia tidak pernah menyimpan nomor dengan nama alay seperti itu. Dengan ragu-ragu, Naura mengangkatnya.
"Halo," suara Naura terdengar serak di telinganya sendiri.
"Selamat pagi, sayang. Baru bangun ya?"
"Ade?"
"Yeah, it's me," terdengar nada menggoda dalam suara laki-laki itu, seakan tau bahwa Naura masih bingung dengan kontak 'Sayang' di Hp-nya.
"Kamu ganti nama kamu di Hp aku ya?"
"Tentu aja. Seumur-umur aku gak pernah tau ada panggilan sayang 'Sableng' ke pacarnya,"
"Sekarang buktinya ada, itu panggilan sayang aku ke kamu," sungut Naura yang disambut kekehan pelan di ujung telepon.
"Pagi-pagi jangan ngajak ribut aja dong, yang,"
"Pagi-pagi jangan ngegombal aja dong, De. Sayang. . sayang, geli tau,"
"Ih, yang panggil sayang siapa coba?" tanya Ade sambil terkekeh geli.
"Itu barusan panggil yang-yang gitu,"
"Itu maksudnya eyang, aku pendekin jadi yang. Kamu kepingin banget ya aku panggil sayang?"
Blush! Wajah Naura langsung memerah seperti tomat. Ade mengerjainya. Apa laki-laki itu tidak ada kerjaan lain selain mengganggunya. Dasar sableng.
"Halo yang, kamu masih disana kan?" sahut Ade bergetar, terdengar seperti menahan tawa.
"Ihhhhhh, nyebelin banget sih. Ibu kamu ngidam apa sih waktu hamil kamu? Eeeerrrrghhh!" Geram Naura marah. Lalu menyemburlah tawa Ade yang membuat Naura semakin menggeram marah. Naura memutuskan telponnya dan berderap ke kamar mandi.
Naura sudah bersiap dengan baju santai dan tas kecilnya. Dia bekerja di cafe dari pagi sekarang, mumpung kampus lagi libur menjelang UAS. Entah kenapa Naura sangat bersemangat ke cafe, bekerja disana cukup efektif untuk mengalihkannya dari masalah. Dia hanya perlu bekerja lebih giat, jadi tidak ada sedetikpun waktu untuk memikirkan Kak Aya. Kakak yang sangat dirindukannya dan dibencinya sekaligus.
"Semangat Naura!" Ucapnya sambil tersenyum lebar.

~~~

Ngerasa tambah boring. Tapi dihapus sayangg 😑😑
Terimakasih untuk reader2 hebar yang masih betah baca 😂😂😂

~21012018~

NAURAWhere stories live. Discover now