Di jodohin

21.7K 1.3K 18
                                    

Setelah mulai tenang aku baru sadar waktu sudah hampir jam 4 sore. Aku masih duduk di kasur dan memandang keluar jendela melihat langit sore. Lalu terdengar hp ku berbunyi. Panggilan dari pak Andre yang memintaku untuk keluar. Ku buka pintu kamar dan pak Andre menenteng kresek yang katanya berisi kerak telor.

"Makan di kamar bapak aja sama kakak juga." Kataku sambil mengunci kamar. Ternyata kakak sedang tidur. Kami pun makan kerak telor bedua di ruang tamu kamar.

"Dek, kamu sudah nggak apa-apa kan?" Tanyanya. Aku hanya mengangguk.

"Maaf ya pak." Kataku. Ia hanya menjawab dengan senyuman. Lalu menatapku. "Ada apa pak? Wajahku pasti kacau ya?" Sambil meraba-raba wajahku. Aku tak sempat melihat ke cermin tadi.

"Aku cuman mikir, sampai kapan kamu manggil aku 'pak'? Tak bisakah kamu manggil dengan sebutan lain?" Aku terkikik pelan. Memang sih aku masih memanggilnya 'pak', mau gimana lagi aku takut keceplosan jika aku memanggilnya dengan sebutan lain jika di kampus nanti.

"Kan memang pak Andre bapak-bapak?" Kataku asal.

"Ya... insya allah bapak dari anak-anak kita kelak." Waaaah... ngegombal pel-pel an! Aku mematung dengarnya. Pak Andre hanya tersenyum.

"Makan apa rek? Gak ngajak-ngajak!" Kakakku langsung nimbrung untuk makan kerak telor lalu kita ngobrol tentang persiapan pernikahan dan yang paling penting sekarang kakakku lah yang nanti jadi wali pernikahanku.

"Hmmm... sayang ya... harusnya kita nggak perlu menginap. Langsung balik aja nggak apa." Kataku. Dua laki-laki itu memandangku.

"Masalahnya kemarin aku juga pikir gitu tapi pesawatnya sudah nggak ada untuk hari ini." Kata pak Andre.

"Terus pesawat kita besok jam berapa?"

"Jam 7.45 pagi. Nanti malam dari pada di hotel aja, kita nongkrong di cafe sebelah aja. Ada akustikan pula." Mendengar kata 'akustik' kakakku langsung berbinar, maklum dulu sebelum kuliah dia anak band. Band kono band kene... hahaha.

Sangking asyiknya akhirnya aku menyingkir dari kamar mereka, kembali ke kamarku. Mandi dan sholat lalu sambil menunggu adzan maghrib aku baca ayat sebentar di hp tapi tiba-tiba si Caca telfon.

"Tumben telfon? Biasanya wa-an."

"Posisi dimana sekarang?"

"Di Jakarta, ada apa?"

"Yaa elah, aku sebenernya mau ngajak hang out sama... ehmmm... ada yang mau aku omongin."

"Apa? Ngomong aja kali."

"Nggak bisa di telfon tauk! Kapan kamu balik?"

"Besok balik. Besok ketemuan ta?"

"Okeh di resto sushi deket kampus kamu jam makan siang yak?"

"Okeh." Telfon pun terputus. Ada apa ya? Tumben Caca ngebet banget pengen ketemu.

Setelah menunaikan sholat maghrib, pak Andre menjemputku ke kamar dan mengajak keluar seperti yang di bicarakan tadi. Kita bertiga pun di cafe. Tempatnya memang cozy dan juga ada makanan beratnya. Pak Andre dan kakak menikmati musik sedangkan aku menikmati makanannya. Bukan karena nggak suka dengerin musik tapi lagu yang di akustikin nggak kenal. Jadi ya mangut-mangut aja.

"Nggak suka genre musik gini ya dek?" Tanya Pak Andre berbisik padaku. Aku hanya tersenyum. Lalu aku teringat saat dia nyanyi dulu di Pacet dengan lagu Linkin Park.

"Aku pikir bapak juga nggak suka genre akustikan gini?"

"Semua jenis musik aku suka kecuali dangdut." Katanya sambil bergidik.

"Same here!" Ujarku mengangkat tangan sambil mengajaknya high five. Dia membalas sambil tersenyum.

"Woy! Pegang-pegang!" Ujar kakakku. Ah iya lupa. Keasyikan sih. Pak Andre kalau begini seperti temen sendiri.

Pukul 9.30 malam kami kembali ke kamar dan tidur supaya besok pagi tidak telat ke bandara, tahu sendiri gimana macetnya Jakarta.
Sampai di bandara Juanda kami pun berpisah. Setelah sampai rumah kami laporan ke ibu apa yang terjadi waktu kami di Jakarta. Lalu jam makan siang aku menemui Caca sesuai janji.

Ternyata dia datang bersama suaminya dan satu laki-laki yang tak aku kenal. Aku menyapa mereka.

"Aku telat ya?" Kataku sambil melirik jam tangan pukul 12.15.

"Kita juga baru dateng kok Fi. Duduk sebelahku." Ujar Caca sehingga aku berhadapan dengan laki-laki tersebut. Aku bertanya-tanya siapa laki-laki ini? Dan kenapa dia seperti tersenyum malu-malu gitu sambil menatapku?

"Gimana kabarnya Fia?" Tanya mas Hendra suami Caca.

"Baik mas, kalian pasti baik-baik aja kan?" Tanya balik. Mereka berdua mengangguk kompak.

"Ehmmm... Fi, kenalin ini temen kuliah aku dulu di Akutansi." Sambung mas Hendra. Aku memandangnya sekilas sambil mengangguk.

"Namanya Arfian, dia pengen kenal denganmu." Lanjut Caca. OH NO!

Atur napas, pasang wajah cool. "Hmmm... gitu. Halo mas Arfian." Kataku.

"Ha... halo juga." Katanya terbata. Ini orang pemalu mungkin ya. Lalu tak lama pelayan memulai mengambil orderan kami dan kami kembali kikuk. Jujur sebenarnya aku tak menceritakan tentang pak Andre ke sahabat-sahabatku. Mulai dari kenal hingga rencana pernikahan kami. Inginku diam-diam dan menyebarkan undangan. Nanti saat aku menyerahkan undangan aku akan cerita.

"Sudah sampai mana kuliahmu Fi?" Tanya Caca.

"Hmm... insya allah akhir bulan depan sidang."

"Wah cepet juga, setelah ini wisuda. Terus mau lanjut kuliah lagi apa kerja?" Tanya Arfian tiba-tiba bersuara.

"Pengennya sih lanjut kuliah. Kalau di dunia kerja agak kurang tertarik sih." Jawabku sambil menyumpit sushi yang ada di hadapanku.

"Asal kamu tau mas Arfian, Fia ini dulu sudah pernah kerja di perusahaan besar dengan gajih yang lumayan tapi dasarnya nggak suka kerja di perusahaan ya akhirnya di rumah buka bimbel."

"Oh... gitu." Sambil mangut-mangut memandangku sedangkan aku sendiri merasa malu atas apa yang di katakan Caca. "Lebih enak kerja di rumah ya jadi waktunya lebih banyak untuk keluarga."

"Tentu." Jawabku singkat. Lalu hpku berbunyi. Pak Andre telfon. Pas banget sih. Aku berdiri dan pamit sebentar menjauh dari meja.

"Assalamualaikum..."

"Waalaikumsalam, dek kamu ada rumah sekarang?"

"Nggak pak, saya makan siang dengan teman di dekat kampus."

"Beneran? Aku samperin ya?" Mataku membulat.

"Ng.. nggak usah pak." Kok aku jadi takut gini sih?! Kan aku nggak selingkuh?! "Bapak istirahat saja. Hari ini kan hari minggu. Besok sudah mulai ngajar lagi."

"Ya sudah kalau begitu. Sampai ketemu besok." Fiiyuuuh...

Aku kembali ke meja dan mulai makan lagi. Lalu ngobrol banyak hal. Dan karena aku kurang tertarik jadi aku jawab singkat pertanyaan-pertanyaan yang terlontar ke aku. Makananku habis dan sudah cukup banyak waktu yang kita buang buat ngobrol, aku pun pamit.

"Maaf, apa boleh aku smsan denganmu?" Tanya mas Arfian.

"Hmm... maaf ya mas, kalau tidak ada hal yang penting untuk dibicarakan, mohon untuk tidak telfon ataupun sms. Kita berdua bukan muhrim." Langsung kena. Aku nggak suka ya di modusin!

"Ya elah Fi, kan mas Arfian mau kenal lebih jauh dengan kamu." Senggol Caca.

"Tadi kan sudah banyak ngobrol denganku, pasti lebih kenal dan tau karakterku." Ucapku tersenyum. "Ya sudah aku pulang dulu." Aku pun pergi meninggalkan mereka bertiga. Agak nggak enak sih sama Caca dan suaminya karna sikapku yang terlalu cuek dan terkesan jual mahal. Tapi harus, kan aku bentar lagi juga resmi jadi istrinya orang.

Bertemu di AkadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang