Sesungguhnya

22K 1.4K 17
                                    

Setelah ujian tentu saja liburan yang di tunggu. Tapi karna jadwal liburan kampus dan anak sekolah beda jadi aku memilih liburan di dalam kota alias ngadem di mall. Hehehe. Yah hiburan yang cukup bikin lupa akan kepenatan semester kemarin. Setelah nonton bioskop sendirian akupun lihat-lihat koleksi kerudung di salah satu store, mungkin aja ada yang bagus.

"Lho Fia...?" Kak Amel menegurku. "Apa kabar? Nggak pernah main kerumah." Katanya sambil mencipika cipiki. Aku yang kaget cuma manut aja.

"Ba... baik kak, kakak sendiri sama keluarga gimana kabarnya?"

"Alhamdulillah sehat semua. Kamu sendirian?"

"Iya kak. Kakak sendiri?"

"Tuh..." sambil menunjuk laki-laki dan anak kecil di tempat permainan. Akupun mengangguk. "Kamu sama Andre baik-baik aja kan ya?" Deg.

"Hmmm... kami sudah lama tak berkomunikasi mbak kecuali masalah kampus." Ujarku setelah keluar dari store dan duduk di kursi dekat tempat bermain. Kak Amel memegang tanganku.

"Ada apa sebenarnya? Andre juga nggak mau terbuka sama kakak akhir-akhir ini."

"Aku hanya merasa nggak pantas kak buat pak Andre dan keluarga kakak."

"Dek, kakak udah denger dari Chika tentang kerjaanmu. Kalau ini semua karna itu, terlalu rendah banget kamu menilai dirimu dek." Aku menatap kak Amel. "Kalau kamu denger obrolan ibu dan Andre tentang kerjaanmu, itu karna ibu khawatir bukan hanya pada Andre tapi padamu juga. Kerjaan kamu tuh banyak hal gak baiknya takutnya kamu terlena dan hanyut akan hal itu."

"Kak, ini masalahnya bukan hanya itu." Kujeda ucapanku. "Keluargaku sebenarnya broken home. Bukan keluarga yang baik-baik kak." Nada suaraku sedikit bergetar. Tapi memang aku harus bilang bahwa dari sisi akulah yang salah bukan pak Andre.

"Broken home? Maksudnya? Tapi Andre bilang keluargamu baik-baik saja?"

"Karna memang aku yang menyembunyikannya kak. Maafkan aku." Tanganku saling terpaut. Kak Amel menghela nafas panjang.

"Fia, itu bukan salahmu. Memang sudah jalannya seperti itu. Kita harus terima dan berusaha sebaik mungkin supaya hal itu tidak terjadi pada kita di masa yang akan datang. Itu salah satu pelajaran bagi kita. Kamu tak perlu malu atau takut, jalani dan hadapi. Insya allah semua akan baik-baik aja." Kak Amel open minded banget. Tapi meskipun begitu aku merasa kecil.

"Terima kasih kak, kakak sudah mau mengerti."

"Jujur aku suka jika kalian benar-benar jadi. Karna sosok seperti kamulah yang cocok untuk Andre yang kadang suka aneh." Ujar kak Amel sambil tertawa. Aku nggak tahu apa yang dimaksud aneh oleh kak Amel. Aku pun tersenyum untuk menanggapi. "Tapi jika itu keputusanmu, ya mau apa dikata. Lagi pula kalau jodoh nggak akan kemana kan?" Lanjutnya. Aku mengangguk pelan. Setelah pembicaraan berakhir, kami pun berpisah. Terlihat putri kak Amel sudah berbaring di pelukan ayahnya.

Saat di rumah ibu masih terus menanyaiku tentang pak Andre. Yah mungkin ini saatnya.

"Bu, aku tahu diri. Background keluarga kita tak cocok dengan mereka. Ibu juga tahu sendiri gimana kacaunya aku dulu, apa mereka pantas mendapatkan seseorang sepertiku?" Ibu tertunduk sedih mendengarnya. Aku tahu seharusnya aku tak mengatakannya karna pasti akan membuat ibu menyalahkan diri sendiri.

"Tapi kamu bilang kamu baik-baik saja 2 tahun ini. Kamu pun berjanji pada ibu nggak akan menutup diri lagi. Kalau kamu seperti ini, ibu harus gimana?" Aku benci menyakiti ibu seperti ini. Air mata beliau menetes perlahan.

Memang 2 tahun ini aku baik-baik saja. Tak seperti tahun-tahun sebelumnya. Kehidupanku kacau dan aku belum terima bahwa keluargaku sudah benar-benar hancur, aku merasa tak pantas di sekitar orang-orang sampai aku menjauhi teman-temanku. Aku juga pernah dilarikan ke UGD karna terlalu stress menghadapi masalah keluarga hingga dokter memberiku suntikan penenang. Dokter juga mengatakan bahwa aku harus bisa mengendalikan emosiku. Cukup sekali saja aku mendapatkan obat penenang, selebihnya aku harus menenangkan sendiri pikiranku.

"Bu, aku memang baik-baik saja. Sungguh. Hanya saja, aku yakin di luar sana ada laki-laki yang sepadan denganku. Biarlah pak Andre mendapatkan pendamping yang lebih baik dari aku." Kalau kalian mau tahu rasanya hati ini setelah mengatakan hal itu adalah seperti tergores pinggiran kertas ratusan kali. Perih.
Setelah itu tak ada satupun keluargaku yang menyinggung masalah pak Andre.

Liburan semester ini lebih banyak aku habiskan untuk mencari bahan persiapan proposal tugas akhir yang akan aku ambil semester depan. Ah, semester depan hanya 3 matakuliah tapi ada proposal dan ada kuliah kerja nyata di luar kota yang akan menguras energi. Ayo Via bisa!

Persiapan semester 3.
Aku menuju kampus untuk menvalidasi kartu rencana studiku. Seperti yang kalian tahu bahwa semester ini pak Andre lah kepala program studi disingkat kaprodi yang menjadi dosen wali semua anak transfer termasuk aku. Hari ini aku akan menemuinya tanpa membuat janji terlebih dahulu. Aku masuk ke ruang dosen menuju meja beliau.

"Permisi pak Andre." Sapaku. Ia sedang menatap serius leptopnya dan menoleh kepadaku.

"Ada apa?" Tanyanya sambil menatap leptopnya kembali. Aku mendekati mejanya.

"Validasi KRS pak." Kusodorkan map berisi KRS 2 lembar yang harus ia tanda tangani sebelum salah satu lembarnya di berikan ke kemahasiswaan untuk di stempel dan diberikan kembali kepadanya. Ribet. Iya beginilah di kampusku.

Ia mengambil mapku. Dan menekuni tulisan di lembar itu. Semester ini alhamdulillah sebagian besar kelas pagi. Hanya 1 matkul yang kelas malam dan hari jumat. Dan tidak ada kelasnya.

"Kamu nggak bisa duduk kah?" Masih menekuni lembaran itu sedang aku masih berdiri. Pelan-pelan aku duduk di depannya. Menatap tanganku di pangkuan tak sanggup menatapnya.

"Ini proposal dan KKN tolong diberi banyak perhatian. Soalnya sks nya besar dan butuh banyak energi." Katanya sambil menatapku dan tersenyum. Mata kami pun bertemu untuk beberapa detik.

"Iya pak saya mengerti." Kubalas senyumannya. Hati please sabarlah untuk beberapa saat kedepan.

"Bagaimana pekerjaanmu?" Tanyanya sambil menanda tangani lembaran itu.

"Saya sudah lama resign pak. Saya akan fokus ngajar dan penelitian pendahuluan." Ia terkejut menatapku.

"Baguslah kalau begitu. Ini kalau sudah dapat stempel kamu kasihkan ke saya lagi." Sambil menyodorkan map itu. Kuambil dan pergi dari hadapannya.

Jantungku berdegup kencang. Seperti habis lari marathon. Kuatur nafasku berkali-kali hingga kembali ke ruangannya masih deg degan. Pak Andre sedang duduk di ruang tamu di dekat pintu masuk ruang dosen sambil makan gorengan sendirian.

"Kamu letakkan di meja saya saja." Aku menuju mejanya dan ia mengikuti di belakangku. Setelah mengelap tangannya dengan tissue, ia mengambil susu strawberry dari tasnya dan menyodorkannya padaku.

"Buat kamu, tadi nggak ada kembalian jadi aku beli itu." Ujarnya.

Kuterima susu strawberry itu. Kesukaanku. Nggak usah baper Via.

"Terima kasih pak." Sambil menunduk singkat. Ia kembali duduk ke ruang tamu dan aku keluar ruangan dosen. Ya Allah...

Bertemu di AkadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang