"Enak aja lo. Masih ada tau yang belum datang selain gue." Tukasku. "Lo udah kenalan sama mereka?" Perhatianku langsung beralih ke Viki.

"Iya. Tadi sempat kenalan kok sama mereka." Jawabnya.

"Lo semua udah pesan makanan belum?" Tanyaku. Kali ini Viki yang menjawab pertanyaan ku lagi. "Belum, Fer. Nungguin yang lainnya datang."

"Udah datang semua kok." Tiba-tiba Dezza duduk di kursi yang kosong di sebelahku.

"Ngagetin aja lu, Sat." Ketusku lalu menjitak kepalanya.

"Sat-sat. Bangsat maksud lo? Amit-amit jabang bayi gue dibilang bangsat!" Seru Dezza, semua yang ada disini langsung tertawa. Lalu dia memanggil writer yang kebetulan lewat di samping meja kami.

Setelah si writer  mencatat dan mengulangi menu pesanan makan siang kami, dia pergi dan berjalan meniggalkan meja yang kutempati. Lalu mejaku kembali ribut dengan percakapan dan tawa dari kami semua. Viki seperti nyaman dan senang bertemu dengan teman-temanku, senyum nya selalu terpampang di wajahnya yang manis.

"Itu si Ferda kalo main bilyar sama gue selalu kalah mulu."

Mendengar namaku yang disebut-sebut, lamunanku langsung buyar dan kembali ke realita. Mataku menatap sinis kearah Draco yang berkata seperti itu tadi.

"Tau deh yang si ketua geng emang paling jago kalo soal main bilyar." Sahutku menekankan kata si ketua geng.

"Yoi dong. Lo kalo lawan yang lainnya menang tapi kalo lawan gue langsung kalah." Katanya sambil tertawa cengegesan.

"Siapa bilang? Lo mau bukti kalo gue gak bakal kalah lawan sama lo?" Tukasku yang mulai marah karena di rendah-rendahkan di depan teman-temanku yang lainnya.

"Lo nantang gue? Siapa takut! Yang kalah traktir minum di bar ya!" Seru Draco

"Lo ketua geng ya?" Itu pertanyaan tidak lain dari Viki yang diajukan kepada Draco. Dia hanya mengangguk menjawan pertanyaan Viki.

"Lo enggak usah heran kalo tampilannya emang kayak gitu. Berandalan banget kayak anak punk gitu kan ya? Orang dia si ketua geng yang paling badung diantara kami." Ujar Yoan dengan cengiran khasnya.

"Wihh, Yoan gak ngaca dulu." Sahut Draco

"Gue mah gak usah ngaca udah ganteng kok dari dulu."

"Gile lo. Lo narsis banget yaa. Muka kayak sedot wc aja bangga." Tawa kami langsung menyembur setelah Draco berkata seperti itu.

Pelayan membawakan beberapa pesanan kami sampai akhirnya semua sudah ada dan tidak ada lagi percakapan diantara kami selain aktifitas makan dan minum sampai makanan kami habis.

Setelah makan, kembali terdengar percakapan dan gelak tawa kami semua sampai jam tiga sore beberapa diantara kami izin untuk pulang.

"Yaudah, gue balik duluan ya. Ada tugas dari sekolah yang harus gue selesaikan." Viki beranjak dari tempat duduknya.

"Enggak mau pulang bareng gue aja, Vik?" Tawarku

"Makasih. Tapi lo enggak perlu repot-repot buat anterin gue pulang. Gue cuma kerja tugas di rumah Gina doang udah itu langsung pulang kok."

"Ooh. Yaudah deh kalo gitu gak apa-apa. Lain kali aja." Ucapku

"Oke. Gue pulang dulu yaa. Terimakasih untuk hari ini." Sahutnya sambil tersenyum dan berjalan keluar dari kafe yang kami tempati.

Ajakanku kembali di tolak olehnya.

Kini tinggal tersisa gue, Draco, Yoan, Tera dan Dezza yang ada disini.

"Jadi, lo semua mau main bilyar gak?" Tanya Dezza

Tanpa menunggu apa-apa, kami semua mengangguk menerima ajakannya dan keluar dari kafe lalu pergi ke tempat bilyar yang berada tidak jauh dari kafe ini.

●●●

Tubuhku terbaring di atas kasur. Gue baru saja sampai ke rumah setelah main bilyar selama berjam-jam. Kini sudah malam dan jam dinding di kamarku menunjukkan pukul delapan malam.

Menghabiskan waktu dengan bermain bilyar setelah makan siang bersama teman geng ku dan Viki memang sangat melelahkan. Saat sampai rumah, Aqila menyambutku dengan berbagai pertanyaan kenapa gue baru pulang ke rumah jam segini tapi gue hanya menjawabnya dengan gumaman yang tak jelas.

Papa dan mama yang sudah tau pasti apa yang telah ku lakukan seharian tidak berkata apa-apa. Padahal biasanya papa paling sering bertanya tentang kegiatanku saat gue pulang malam.

Ke songongan Draco tadi siang yang menerima ajakanku untuk melawan bermain bilyar dengannya akhirnya dia kalah saat melawanku.

Asal tau aja gue udah jago melawannya dan tidak kalah lagi dari si ketua geng yang sok jago menerima tantanganku itu.

Mataku kubiarkan tertutup untuk mengumpulkan tenagaku kembali setelah lelah melakukan aktifitas seharian dan perlahan gue tertidur lelap dengan pakaian yang belum kuganti sama sekali.

Tidurku lumayan lama sampai handphone yang berada di meja nakas samping tempat tidurku berbunyi nyaring dengan nada dering yang telah ku tetapkan. Mataku terbuka lebar saat jam dan nama yang menelponku terpampang jelas di hp ku.

Ada apa Viki menelponku tengah malam begini jam 1 malam?

Belum sempat berkata halo, suaranya langsung terdengar dan berkata to the point.

"Fer, gue butuh lo. Ke appartement gue sekarang. Please." Sambungan terputus.

Suaranya terdengar parau seperti baru bangun tidur, dia terdengar gelisah saat mengatakan itu. Tanpa leyeh-leyeh diatas kasur lagi, gue mengambil jaket yang tergantung di dalam lemariku dan pergi menuju appartement Viki.

●●●

#NB : Hallo :) Baru bisa update hari ini soalnya baru dapat ide. Hehe. Sori kalo cerita di part ini datar banget dan kebanyakan typo. Jangan lupa vomments nya ♥

I'm with youWhere stories live. Discover now