Hari-hariku di sekolah mulai berubah secara perlahan. Nilai-nilai ku juga sudah lumayan bagus walau belum mencapai nilai KKM. Semua ritual yang di berikan Viki mulai kujalani sejak tiga hari yang lalu meskipun terkadang gue langgar.
Pernah sewaktu pengumuman hasil ulangan matematika gue dapat enam dan senangnya udah kebangetan. Secara, nilai matematika gue selalu dapat tiga. Ya, meskipun nilainya belum mencapai nilai KKM tapi gue udah bersyukur banget.
Setiap hari gue selalu menjemput Viki di appartement untuk berangkat bareng ke sekolah. Tiap pagi gue selalu meminta mama untuk membangunkanku lebih awal agar tidak telat bangun. Jam istirahatku terkadang digunakan untuk belajar bareng dengan Viki di perpustakaan. Walaupun gue selalu kabur-kaburan tapi dia selalu sabar menghadapi kelakuanku.
Hari-hari ku di sekolah selalu ditemani dengan Viki yang membuat semuanya terasa lebih berwarna. Dia juga sudah mulai lebih terbuka denganku dibandingkan dengan yang dulu yang masih sangat abu-abu di mataku.
Gue tau kalo semua orang memiliki sejarah masa lalu yang enggak perlu di ungkit-ungkit karena masa lalu yang membentuk mereka menjadi seperti sekarang ini. Baik kisah masa lalu yang indah atau buruk. Apa pun itu. Sama hal-nya seperti gue.
Belajar di perpustakaan dan menghabiskan waktu istirahat disana memang sangat membosankan. Tempat yang sepi tanpa suara dan keramaian. Saat ini gue sedang belajar bareng Viki di perpustakaan karena setelah bel berbunyi kita akan ulangan fisika.
"Kalo ini rumusnya apa, Vik?" Tanyaku sambil menunjukkan soal yang ada di buku.
"Soal yang itu rumusnya yang ini. Caranya ...." Dia mulai menjelaskan dan mengajariku sementara gue hanya memperhatikannya.
Bel masuk berbunyi bertepatan saat soal soal yang kukerjakan sudah selesai. Gue dan Viki segera masuk kedalam kelas sebelum Pak Jendra datang lebih dahulu daripada kami.
Soal-soal mulai di bagikan dan raut wajah anak sekelas berubah seketika saat melihat belembaran soal di depannya. Otak kanan dan kiriku mulai berpikir dan gue mulai mengerjakan soal yang menurutku gampang terlebih dahulu.
Waktu berputar seakan begitu cepat. Gue mengumpulkan lembar jawaban kepada Pak Jendra kemudian mengambil tas untuk pulang dan menyusul Viki yang sedang berjalan dikoridor menuju gerbang.
"Gimana tadi? Lancar enggak?" Tanya Viki setelah gue berpapasan dengannya.
"Lumayan. Soalnya berhasil buat otak gue berpikir keras." Jawabku
"Semuanya bisa lo lewatin kalo ada usaha." Katanya.
Gue hanya diam mendengarnya seperti tak ada satupun kata yang ingin keluar dari mulutku membuat keheningan menyelimuti diantara kami berdua. Hanya ada suara langkah sepatu yang terdengar di koridor.
"Pulang bareng sama gue mau enggak?" Tawarku
"Boleh-boleh aja sih."
Gue dan dia berjalan bersama menuju tempat parkiran motor.
***
"Sebenarnya lo mau bawa gue kemana sih? Inikan bukan arah jalan ke appartement gue." Protesnya di belakangku sambil memukul-mukul helm yang kugunakan.
Tujuan utama gue emang bukan membawanya kembali pulang ke appartement. Tapi membawanya ke suatu tempat yang baru ku temukan beberapa hari yang lalu.
Setelah sampai, kami berdua turun dari motor.
Di depan gerbang rel kereta. Kami memasuki tempat itu dan terlihatlah padang rumput yang terhampar luas dan ditengahnya terdapat jalur rel kereta api yang jarang di gunakan.
Ditengah hari yang panas dan terik matahari yang menyinari bumi menembus kulit kami berdua. Viki terlihat sangat menikmati pemandangan tersebut. Mengitari padang rumput yang ada disana.
"Vik, sini deh!" Panggilku saat menemukan taman yang di hiasi dengan berbagai bunga-bunga yang bermekaran indah di tengan tengah padang rumput.
Viki menghampiriku. Sesaat gue melihat matanya yang berbinar melihat taman yang ku tunjukkan.
"Astaga, Fer. Ini keren banget !!!" Ujarnya.
Dia kembali mengitari taman-taman itu. Melihat bunga-bunga yang ada disana. Gue tau kalo Viki sangat suka dengan bunga.
"Coba gue bawa kamera, gue bakal mengabadikan pemandangan ini." Katanya
"Lo pernah ikut ekskul fotografi?"
"Pernah waktu smp. Dulu juga waktu gue masih kecil, mama selalu ngajarin gue tentang fotografi. Sebelum mama gue meninggal, dia pernah ikut lomba fotografer di Thailand dan mama gue menjadi juara ke 2 dari beribu orang yang ikut lomba itu. Seandainya mama gue masih ada ya." Cerita Viki mengingat-ingat pengalaman yang pernah dilakukan mamanya dulu.
"Tapi kenyataannya mama lo udah di surga. Lo enggak bisa harus selalu mengingat-ingat orang yang udah enggak ada, Vik. Apalagi selalu mengingat masa lalu. Mungkin aja lo juga punya bakat jadi fotografer yang di turunin dari nyokap lo. Lo bisa ngembangin bakat itu untuk bahagiain nyokap lo disana. Trust me."
"Yeah, gue harap kalo ada waktu jangan lupa ajakin gue kesini lagi."
Gue selalu saja memberikan pencerahan pada orang-orang sekitar. Sementara diri gue sendiri enggak. Gue bilang ke Viki untuk enggak selalu mengingat masa lalu. Tapi gue sendiri yang selalu mengungkit-ungkit masa lalu.
Kita emang enggak bisa harus terus-terusan melihat kebelakang.
Dengan selalu melihat kebelakang, mengharapkan semua masa lalu akan terulang dan terjadi kembali. Yang udah jelas mustahil terjadi karena waktu enggak bisa berputar kembali. Kita akan terjatuh dan tidak bisa bangkit untuk membangun masa depan.
Untuk membangun masa depan dan pribadi yang baik gue akan secara perhalan merubah semuanya yang dari buruk menjadi baik. Dan inilah awal dari semuanya.
***
#NB : Hai, lama enggak update yaa .... Gue lagi banyak tugas dan enggak sempat buka wattpad jadi lama banget lanjutinnya. Ini juga part enggak ada nyambungnya sama sekali. Huft. Tapi makasih udah mau baca ;) Di tunggu Vote dan Comment nya!
YOU ARE READING
I'm with you
Teen FictionKetika seorang cowok yang terlahir dari keluarga broken home yang kehidupannya terlantar secara perlahan bisa berubah karena seorang cewek disekolahnya yang membuat diri dan kehidupannya jauh lebih baik dan siapa sangka seiring berjalannya waktu dia...
