Gue tidak bisa berkata apa-apa. Mulutku terkatup rapat-rapat seakan ada gembok yang mengunci mulutku. Tidak ada satupun kata-kata yang bisa ku lontarkan dari mulutku saat melihat Papa dan kakek selain kata-kata yang baru saja ku katakan tadi. Kakiku lemas saat melihat mereka seolah tak berdaya untuk melakukan apapun.
Darimana mereka tau kalo gue tinggal di sini sekarang? Darimana mereka tau kalo kamar gue disini? Darimana mereka tau soal keberadaanku? Untuk apa mereka datang kemari lagi kesini setelah menyiksa dan menyakitiku? Apa keperluan mereka untuk datang kesini? Apa mereka mau menghancurkan lagi segala yang kupunya saat ini setelah kepergian mama? Apa mereka mau membuat gue menderita lagi seperti dulu?
Begitu banyak pertanyaan yang ingin ku lontarkan sekarang juga dari mulutku. Otakku di penuhi dengan tanda tanya yang mendesak ku untuk mengetahui semua jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu. Tapi mulutku masih saja tidak mau bergerak dan mengeluarkan satu kata pun.
Setelah capek di hukum seharian dengan Pak Leon, sekarang gue semakin lelah dan tak berdaya melihat mereka. Apa mereka mau membawaku lagi kembali kerumah? Oh. Gue sangat tidak mau. Gue akan menolak mentah-mentah ajakan itu jika itu benar-benar terjadi. Gue sudah betah tinggal disini, sendirian. Dan ditemani dengan Ferda, satu-satunya orang yang kupunya yang dapat ku percaya dan bisa ngertiin kondisi dan masalah yang gue hadapi karena gue sadar dia juga telah mengalami hal yang sama denganku bahkan berhubungan denganku tapi dengan konsep yang berbeda.
Gue tau tuhan sudah merencanakan segala sesuatu tentang kehidupan yang akan kita jalani. Di ibaratkan seperti jalan cerita yang ada di film-film. Tuhan sebagai pembuat skenarionya dan kita sebagai pemainnya yang menjalankan segala skenario yang telah di buat.
Gue sadar, hidup itu pasti ada down dan up nya. Bukan namanya hidup kalo kita tidak mengalami itu. Bukan namanya hidup kalo kita tidak dihadapi dengan berbagai masalah yang ada. Hidup akan terasa flat kalo tidak ada masalah di kehidupan kita. Gue yakin itu. Karena gue merasakannya sendiri.
"Mau apa kalian kesini?" Gue memberanikan diri untuk berbicara kepada mereka.
"Kamu harus pulang kembali ke Tangerang. Kamu enggak boleh tinggal dan berada disini. Tempat ini enggak cocok untuk kamu." Jelas Kakek. Sebagian pertanyaan yang tadi ingin kulontarkan terjawab. Kakek dan Papa akan membawaku kembali kerumah.
"Enggak. Sampai kapan pun aku enggak mau balik lagi kesana. Aku udah betah dan sangat menikmati tinggal disini." Bantahku
"Enggak. Kamu harus ikut kakek. Apapun caranya." Kakek tetap bersikeras untuk memintaku pulang.
"Enggak kek, aku enggak mau lagi kembali kesana." Bantahku lagi
"Bawa dia masuk kedalam mobil." Papa memerintahkan pengawalnya untuk membawaku ke mobilnya. Dua pengawal itu memegang pergelangan tanganku erat. Sangat erat. Sehingga gue meringis kesakitan dan tak bisa lepas dari cengkeramannya.
"Gue bisa jalan sendiri." Bentakku berusaha melepaskan pegangannya
"Tidak, nona. Anda pasti akan kabur kalo kami lepaskan." Katanya tegas dan mendorongku masuk kedalam lift yang telah terbuka lebar.
Pintu lift terbuka, kedua pengawal itu serta papa dan kakek menjagaku agar tidak lepas dari mereka. Papa membukakan pintu mobil dan kedua pengawal itu mendorongku masuk kedalam mobil dan duduk di jok depan, sedangkan papa dan kakek duduk di jok belakang bersamaku untuk menjaga agar gue tidak kabur.
Sampai kapan pun gue enggak bakal sudi untuk kembali kesana. Gue akan tetap mecari cara untuk bisa lolos dari mereka. Tapi ini tidak seperti yang ku harapkan. Sangat susah untuk lolos dari mereka. Harus berpikir dulu sebelum bertindak. Tapi gue selalu saja melakukan hal yang ceroboh dan tidak mendapatkan hasil yang maksimal.
VOUS LISEZ
I'm with you
Roman pour AdolescentsKetika seorang cowok yang terlahir dari keluarga broken home yang kehidupannya terlantar secara perlahan bisa berubah karena seorang cewek disekolahnya yang membuat diri dan kehidupannya jauh lebih baik dan siapa sangka seiring berjalannya waktu dia...
