75. Heartbeat

Mulai dari awal
                                    

"Tapi sekarang semuanya sudah berubah," balas Silvana. "Kau punya tubuh itu.. juga mata untuk melihat. Kau sendiri tahu apa yang kita punya.. Tapi perlahan-lahan kau membuangnya. Kita tidak memilikinya sewaktu masih terkurung, Quon.."

Quon tersenyum sinis. "Dan apa yang kita punya?" Mereka semua telah mengambil terlalu banyak. Bahkan Mikhail.

"Teman yang setia seperti Kia. Teman yang selalu peduli seperti Fiona. Seseorang yang selalu memberi perhatiannya; Cyde. Dan kalau dugaanku benar, kau sama sepertiku. Kau mencintainya, bukan? Sama seperti perasaanmu pada Mikhail."

"Hentikan!!" balasan yang diterima Silvana naik beberapa oktaf.

"Hanya ada satu cara supaya kita tidak kehilangan lagi." Silvana tetap tidak menyerah. "Lepaskan. Lepaskan semuanya. Berhenti sampai di sini.. aku mau kau bahagia.. aku ingin kita bahagia."

"Tidak masuk akal! Mudah sekali melupakannya, sementara mereka.. orang-orang itu—!"

"Pikirkanlah begini," potong Silvana bersikeras. Dengan kikuk dia meraih tangan Quon lalu membungkusnya erat. "Kita memaafkan bukan untuk siapa pun.. kita melakukannya untuk diri kita sendiri.. supaya kita tenang, dan meraih kebahagiaan yang kita inginkan."

Dua pasang manik safir itu saling terkunci satu sama lain. Air menggenang di pelupuk mata Silvana yang selalu emosional. Tidak terbayang bagaimana kecewanya dia apabila Quon tetap menolak mendengar. Quon juga tertegun melihat betapa gadis itu mengucapkan isi hatinya tanpa keraguan.

"Kebahagiaan apa?" tanya Quon pelan.

Senyum Silvana mengembang lebar. "Aku pernah secara tidak sengaja melihat potongan kejadian masa depan. Bukan hanya sekali, tapi dua kali."

Pertama kalinya, Silvana melihat kejadian buruk yang menimpa prajurit-prajurit benteng Var yang kemudian menjadi kenyataan di pulau Phranoa. Kedua, Silvana melihat lagi kemalangan yang menimpa Fiona.

"Kali ini yang ketiga." Silvana terlihat tengah meredam debaran dalam hatinya. "Aku menggenggam tangan kecil dari seorang anak laki-laki. Dia punya mata biru seperti yang kumiliki.. tapi kemudian aku sadar kalau dia mirip sekali dengan Var."

Quon terdiam. Tubuhnya bergeming lama setelah kalimat Silvana usai.

Gadis itu.. bicara soal seorang anak? Anak mereka?

"Apakah aku.. akan melihat pemandangan seperti itu kalau kita tidak berhenti sampai di sini?" tanya Silvana dengan tatapan penuh harap. Kala Quon menatapnya lagi, gadis itu tersenyum lalu mengangguk.

Jemari keduanya yang terjalin akhirnya terlepas. Silvana tetap memberikan senyum termanisnya untuk Quon meski perlahan sosoknya memudar kemudian menghilang ke dalam cahaya yang membutakan. Dan akhirnya setelah sekian lama, batin Quon diselimuti rasa hangat, bersamaan ketika berlian dalam tubuhnya dimurnikan.

***

Ghaloth memandang kerusuhan di depannya dari kejauhan. Pasukan Vighę dan Larөa tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan prajurit Kith. Tapi kedua kubu berangsur imbang ketika prajurit Ranoor bergabung. Ghaloth tidak meragukan kemampuan Manuel Bernaĕr dalam mengembangkan kekuatan tentaranya. Tapi tetap saja, prajurit Ratraukh merupakan fondasi terbesar supaya rencananya tercapai.

Ah, bagaimana kabarnya gadis itu? Sudah hampir satu jam berlalu sejak Ghaloth menghadiahkannya serangan yang mematikan. Ghaloth tidak berpikir untuk melenyapkan Quon begitu saja. Jika gadis itu lolos dari maut, berarti seseorang telah menggantikannya. Ghaloth tidak rugi apa pun. Dia hanya harus mencari Quon setelah ini.

Silver Maiden [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang