14.

2.9K 235 105
                                    

            Panik dengan kapital P. Oh, ralat. PANIK – dengan semua huruf kapital dan bercetak tebal. Luke panik setengah hidup – panik setengah mampus. Jantungnya berdegup superkencang – seperti campuran derap kuda balap, musik dubstep, serta kombinasi gebukan drum metal dan gong raksasa.

            Luke menoleh ke kanan kirinya. Tidak ada tanda-tanda kendaraan yang bakal lewat. Mau berlari ke jalanan kota yang ramai dan berteriak pada orang-orang di sana? Dalam keadaan seperti ini, tungkai kaki Luke serasa berubah menjadi jelly – ia tak bisa melakukannya. Isi pikiran Luke kalang kabut. Ia mulai berpikir untuk masuk lagi ke mobilnya, lalu melesat pergi begitu saja – tapi ia pun tak bisa melakukannya.

            Ini Florence Foster.

            Gadis yang tergeletak pingsan dengan darah di kening dan hidungnya itu Florence Foster.

            “Shit, shit, shit,” Luke mulai mendesis panik ketika darah yang mengalir di wajah Florence – baik dari lubang hidung maupun luka di dahinya – tampak semakin deras. Satu-satunya hal yang terpikirkan dalam benaknya sekarang adalah membopong Florence dan membawanya ke mobilnya – dan Luke benar-benar melakukannya.

            Namun, setelah menempatkan Florence di jok depan – tepat di samping jok pengemudi – kepanikan Luke tak juga mereda. Apa yang harus kulakukan sekarang? Luke tak pernah punya fobia pada darah, tapi detik ini, cairan merah yang melumuri sebagian wajah Florence itu tampak seperti ancaman baginya.

           “Tisu! Tisu!” Luke langsung memekik seperti orang sinting, lalu menarik berlembar-lembar tisu dari kotaknya di dashboard. Sambil menggigit bibir menahan gugup, ia berusaha mengelap darah di wajah Florence dengan kertas tisu. Tapi lembaran-lembaran tisu itu sepertinya tidak cukup. Pada akhirnya, Luke menempelkan tumpukan tisu di wajah Florence – membuatnya kelihatan sinting sekaligus menyeramkan. Darahnya merembes menembus material tipis tisu itu – sumpah, kalau yang ini benar-benar menyeramkan.

            Apa tindakan darurat yang harus dilakukan pada korban mimisan? Apa hal yang harus dilakukan untuk menghentikan pendarahan luka sobek? Luke sama sekali tak memikirkannya. Kepanikan terlalu menguasainya – ia lebih sibuk berdoa supaya darah yang mengalir dari kening dan hidung Florence segera berhenti.

             Telepon 911! Kalimat itu melintas sekilas dalam benak Luke. Namun ketika Luke memegang ponselnya dengan jemari gemetar, ia langsung menyadari satu poin penting. INI AUSTRALIA, BODOH!  Ya, dan yang lebih bodoh adalah – walau tahu benar nomor emergency di Amerika, Luke justru tidak tahu nomor emergency Australia.

            Bawa dia ke rumah sakit terdekat! Ya, ini memang mendekati pusat kota, tapi setahu Luke, membutuhkan waktu lebih dari 15 menit untuk sampai di rumah sakit itu. Dalam keadaan gawat darurat ini, 15 menit saja bakal terasa seperti 15 tahun, apalagi kalau lebih – mungkin bakal terasa seperti kala revolusi planet Neptunus.

          Pada saat-saat seperti ini, Luke jadi berharap para karakter superhero itu benar-benar nyata. Namun, hingga darah Florence mampu memenuhi seisi Grand Canyon, Superman tetap tak akan terjun dari langit dan terbang membawa Florence ke rumah sakit.

             Nyaris putus asa, Luke tiba-tiba ingat, bahwa ketika ia pergi ke perpustakaan itu, ia melewati Kiddos dan Douglas Bakery… kurang dari tiga menit sebelum ia berbelok dan sampai di sana.

            “Holy fuck, yes, yes!” mata Luke yang tadinya meredup langsung berpijar – ia baru saja mendapat secercah pencerahan. Maka, beberapa detik kemudian, tanpa babibu lagi, ia langsung tancap gas, hingga tiba-tiba –

Ups, Downs, & The Heart Bombs ✖️ hemmings [a.u.] || SLOW UPDATESWhere stories live. Discover now