다섯 - Rasa Itu

140 35 6
                                    

Karena kau, aku jadi seperti ini.

Satu kalimat yang Daniel lontarkan tempo hari masih saja berputar dalam otak Eunji. Gadis itu terus bertanya-tanya apa yang telah dia lakukan pada pria itu, hingga membuatnya mabuk nyaris pingsan. Namun nihil, gadis itu tidak bisa menemukan jawabannya.

Perlahan, Eunji mengalihkan pandang pada Daniel yang tengah sibuk mengantarkan pesanan pelanggan di kafe. Ditatapnya lekat pria tinggi itu, mencari-cari apa alasan Daniel berkata begitu semalam. Namun, tetap saja nihil. Otaknya serasa tidak bekerja tiap kali memerhatikan Daniel yang tengah tersenyum—pada pelanggan—seperti sekarang.

"Kenapa kau menatapku seperti itu, Meung? Ada yang salah?"

Bahkan ketika Daniel sudah ada didekatnya pun, Eunji tidak sadar.

"Jung Eunji!" panggil Daniel sembari menggerak-gerakkan nampan kosong di depan wajah Eunji. Kontan gadis itu tergagap.

"Kenapa, Niel? Ada yang pesan lagi?"

Tanggapan Eunji tak urung membuat Daniel terkekeh. "Kau aneh sekali."

Eunji hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Merasa bodoh dengan tingkahnya yang menatap Daniel tidak berkedip. "Ah, maaf. Aku tidak sadar kau sudah di dekatku."

"Ada yang salah denganku?"

Eunji mengernyit, lantas menggeleng. "Tidak ada."

"Lalu, kenapa kau menatapku seolah-olah aku ini tersangka yang jadi targetmu?"

Menghela napas panjang, Eunji menggeser nampan yang telah terisi dengan beberapa mangkuk bingsu. Lantas kembali mendongak, menatap Daniel yang jauh lebih tinggi darinya.

"Aku ingin menanyakan suatu hal padamu."

"Suatu hal?"

Eunji mengangguk. "Apa aku melakukan sesuatu yang membuatmu marah?"

Daniel mengerutkan keningnya. "Aku tidak mengerti."

"Tempo hari, kau mabuk sampai nyaris pingsan. Aku tidak pernah melihatmu seperti itu."

Beberapa hari lalu memang Daniel mabuk berat. Melampiaskan semua kekesalan yang dia rasakan pada—ah, Daniel ingat sekarang. Hal itu menyangkut Seongwoo dan gadis itu sendiri. Jung Eunji.

"Kau juga mengatakan sesuatu."

Kerutan di kening Daniel terlihat semakin dalam. "Apa yang kukatakan?"

"Kau bilang, kau mabuk seperti itu karena aku."

Daniel membeku.

Jadi, ketika mabuk, dia lepas kontrol dengan berkata hal seperti itu? Dalam hati, pria itu merutuki dirinya yang dengan kurangajar berkata demikian pada Eunji.

Kau bodoh, Kang Daniel.

***

"Ong Seongwoo, kau sudah lama?"

Daniel buru-buru memasukkan seragam karyawan miliknya ke dalam loker, ketika dia mendengar suara ceria Eunji mengucapkan nama Seongwoo. Begitu loker terkunci, Daniel bergegas mengekori Eunji yang tengah menghampiri pria itu.

Dari tempatnya berdiri sekarang, Daniel melihat Eunji tersenyum, begitu juga dengan Seongwoo. Membuat sesuatu dalam dirinya lagi-lagi terasa sesak. Jujur, Daniel kurang suka melihat interaksi gadis itu dengan Seongwoo akhir-akhir ini. Bertahun-tahun selepas kepindahan Seongwoo, Daniel terbiasa dengan senyum dan keceriaan gadis itu ada karena dirinya. Dan melihat kenyataan sekarang gadis itu tersenyum dengan begitu lebar karena orang lain, membuatnya tidak rela.

"Aku baru datang." Seongwoo tersenyum kecil

Tanpa Daniel duga, sebelah tangan Seongwoo mengacak rambut Eunji, membuat gadis itu tersenyum malu-malu dengan semburat merah yang mulai muncul di kedua pipinya.

Daniel mendengus kasar menyaksikannya.

Sialan.

"Kita berangkat sekarang?" tanya Seongwoo yang langsung mendapat anggukan antusias dari Eunji.

Daniel menegang di tempatnya. Ini tidak boleh dibiarkan.

Tepat saat keduanya hendak melangkah keluar dari kafe, Daniel menyerukan nama Eunji. Membuat gadis itu refleks menoleh dengan kening sedikit berkerut.

"Ada apa, Niel?"

Dengan cepat, Daniel melangkah lebar menghampiri Eunji dan Seongwoo. "Kau melupakan janjimu?"

Kening Eunji berkerut semakin dalam. "Janji apa?"

"Kau janji akan menemaniku mencari kado untuk Dahee."

Eunji mengerjap, lantas seperti kesadarannya baru saja kembali, gadis itu menepuk keningnya pelan. "Ah, aku lupa."

"Bagaimana? Hari ini ulang tahunnya. Dan malam ini juga aku harus ke rumah sakit. Aku harus menemaninya."

Eunji terlihat sedikit gusar. Gadis itu memang sudah berjanji akan menemaninya membeli kado untuk adiknya yang sedang dirawat di rumah sakit. Bahkan dia sudah berjanji beberapa hari lalu. Mungkin gadis itu bimbang, antara melanjutkan rencananya dengan Seongwoo atau menepati janjinya.

"Eunji, kenapa? Ada masalah?" Seongwoo bertanya lembut, yang mendadak membuat Daniel ingin menendangnya kembali ke Seoul.

"Aku lupa kalau ada janji dengan Daniel," sahut gadis itu pelan. "Tapi, aku juga janji akan pergi ke panti asuhan bersamamu."

"Kalau begitu, kita bisa pergi ke panti asuhan lain waktu."

Eunji mengangguk. "Iya, tapi—"

"Lebih baik sekarang kita cari kado untuk Dahee, sekalian aku ingin menjenguknya," ucap Seongwoo menengahi. "Bagaimana, Niel?"

Sebenarnya, Daniel tidak ingin berakhir seperti ini. Yang dia inginkan adalah Seongwoo pulang dan dia bisa bebas bersama Eunji.

"Bukankah kau sibuk?"

"Tidak juga." Seongwoo tersenyum. "Lagipula aku belum pernah bertemu Dahee lagi semenjak aku kembali ke Busan."

"Begitu boleh juga." Kini Eunji yang terlihat antusias. "Aku juga rindu dengan Dahee. Terakhir menjenguknya empat hari lalu."

Pada akhirnya, Daniel harus menerima keputusan yang menurutnya konyol ini. Sebenarnya bukan begini yang dia inginkan. Tapi, harus bagaimana lagi? Apakah dia harus berteriak di depan Seongwoo untuk menyuruhnya pulang? Oh ayolah itu adalah hal bodoh. Lagipula, Seongwoo itu sahabatnya. Begitu juga dengan Eunji. Apakah begitu cara memperlakukan seorang sahabat?

Baiklah, mungkin dia harus mengalah untuk hari ini. Tapi, akan dia pastikan jika setelah ini Eunji berada di radius aman dari Seongwoo.

"Baiklah. Ayo!" ucap Daniel dengan senyum yang sedikit dipaksakan.

💐

Yogyakarta, 8 Mei 2018

Republished:
27 November 2018

When I Look at You ✓Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt