Negeri Merlion

570 38 5
                                    

Singapura, Republik Singapura

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Singapura, Republik Singapura

Binar kegembiraan Misha terus meroket. Dia senang bisa bersama dengan Satria.

Sialnya di tengah perjalanan menuju Fullerton Hotel, Misha sedikit dongkol. Semua orang di kereta, memperhatikan Satria dan Sia dengan tatapan kagum. Barangkali faktor betapa serasinya Satria dan Sia, yang kompak menggunakan batik. Apalagi mereka seolah-olah memamerkan batik adalah milik Indonesia. Lama-lama Misha seperti sedang terdampar di sebuah pesta kostum.

"Menurut kalian apa hal pertama yang harus kita lakukan di sini?" Satria melemparkan pertanyaan.

"Apa ya?" Sia menjawil-jawil hidungnya sendiri.

"Kalau aku sih terserah kalian saja, bagaimana enaknya," komentar Misha. Sepertinya dongkol masih membuat Misha tak bersemangat.

"Bagaimana kalau kita kuliner nanti malam," Satria memberi masukan. "Aku punya tempat langganan masakan Indonesia di sini."

Sia langsung protes. "Astaga Sat, jauh-jauh ke negara orang hanya untuk makan masakan Indonesia?"

"Lalu?"

Misha kemudian angkat bicara, "Aku sih setuju dengan ide kuliner. Tapi kayaknya kita harus mencoba kuliner yang lain deh."

"Setujuuu," teriak Satria dan Sia, serentak.

Misha mendadak jadi iri. Lagi-lagi Satria dan Sia menunjukkan kekompakan. Mengapa beberapa kejadian malah membuatnya selalu tak serasi dengan dua sahabatnya. Mungkinkah Misha cemburu? Oh sepertinya aku sulit sekali menerima kalau Satria bukan saja milikku, tetapi milik Sia juga, huft!

***

Di kamar hotel, Misha memperhatikan diri di balik cermin. Dengan punggung yang berusaha merileks dia mencoba menemukan kekurangan diri. Misha memutar-mutar tubuhnya, memegang-memegang pipi, dan meraba-raba rambutnya. Apakah aku menarik? Sebuah monolog yang membuatnya sadar, kecantikan mungkin perlu untuk menarik lawan jenis. Mungkin Misha lupa kalau memiliki garis keturunan dari pria Inggris membuat dia cantik secara natural. Bahkan jika mau, dia mudah meniti karier sebagai model.

Misha lantas menuju kursi yang berada tak jauh darinya. Di kursi itu terdapat dua buah baju bermotif merak. Yang satu berwarna hijau dan yang satunya lagi berwarna krem. Dua batik modern tersebut diam-diam dia bawa dari tanah air tanpa sepengetahuan Sia-karena sebenarnya Misha tahu meski ke luar negeri, Sia dan Satria pasti akan mengenakan batik. Dan itu terbukti.

Misha meraih batik berwarna hijau. Dia mengukur baju itu ke tubuh dengan memutar badan, tiga puluh derajat. Ke kiri, ke kanan. Setelah beberapa menit dia merasa tak cocok. Baju itu langsung dia singkirkan. Lalu Misha mencoba lagi batik yang berwarna krem. Hasilnya tetap sama, Misha tak menemukan kenyamanan dalam mengenakan batik. Lagi pula, faktor tak sekamar dengan Sia, cukup membuatnya sulit menentukan batik yang sesuai dengan tubuhnya.

Titik Temu [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang