🔗PART 13

119 18 5
                                    

🔗🔗🔗

Ravi mengambil air hangat dari dispenser. Sebenarnya dia sudah mendingan sekarang. Sudah sedikit membaik. Dia tidak flu lagi tapi dahinya masih sedikit hangat.

Thanks to Hakyeon hyung yang sudah bersikap kejam padanya. Karena jika tidak mungkin dia tidak akan sembuh secepat ini.

Oh ya, kau bilang dia tidak datang saat kau menunggunya disana,”

Ravi mengangguk dengan bibir yang masih menempel pada permukaan gelas.

“ Lalu kenapa kau tidak menelfonnya? “, lanjut Hakyeon.

“ Yang benar saja, dia mengirimku pesan chat saja aku sudah excited hyung. Kalau aku banyak tanya bisa-bisa dia berubah pikiran dan marah lalu membatalkan pertemuannya,”

“ Ya, walau nyatanya dia juga tidak datang tanpa kau telfon,” ujar Hakyeon lagi.

“ Sulit mendapatkannya hyung, butuh perjuangan lebih dan kesabaran ekstra, dan aku yakin aku bisa membuatnya jatuh cinta padaku,”

“ Semoga saja kau tidak menjadi depresi karena ambisimu,”

“ Tunggu saja, paling tidak hari ini. Ne, aku akan buktikan ucapanku,”

Bel berbunyi. Hakyeon pergi membuka pintu. Tampaklah seorang namja berambut pirang diluar sana.

Ah Ken-sshi.. “

Mendengar itu, Ravi meletakkan gelasnya dan bergegas kembali ke kamar. Ia berlari dan melompat ke atas tempat tidur, lalu menarik selimut sampai ke lehernya.

Ken membuka pintu dan Ravi mendengar itu. Langkah kakinya semakin mendekat. Ken melihat Ravi dengan perasaan bersalah yang coba ia sembunyikan.

‘Benar, dia sakit dan itu pasti karena menungguku’. Batinnya.

“ Ravi-sshi... “, panggilnya dan ia masih berdiri disamping Ravi. Ravi menoleh dengan wajah yang dibuat sesayu mungkin.

“ Aku kira kau tidak akan peduli lagi padaku,” ujarnya.

Ken mengerucutkan bibirnya. “ Mianhae... “

Gwenchanayo, tiga jam tidak ada artinya untukku. Aku pernah menunggu seseorang lebih lama dari itu,”

Mwo? Kau menungguku selama tiga jam? “, tanya Ken kaget. Ternyata firasatnya kemarin benar, saat dia tidak bisa tidur Ravi masih menunggu diluar sana.

“ Tentu saja, kalau aku tidak menunggumu selama itu aku tidak akan sakit sekarang,” ujar Ravi.

“ Kenapa kau tidak pergi saja 15 atau 30 menit setelah aku menyuruhmu datang? “

“ Aku yang harusnya bertanya padamu, kenapa kau tidak datang? “, tanya Ravi. Ken menggigit bibirnya.

“ Aku...... ketiduran,” jawabnya -bohong-.

Ken hendak duduk disebuah kursi kayu disamping tempat tidur, yang tadi menjadi tempat duduk Hakyeon, tapi Ravi mendorong kursi itu menjauh dari Ken menggunakan kakinya.

Ken pun melihat pada Ravi yang kelihatan sangat jahat melakukan itu padanya.

“ Kau tidak boleh duduk disitu, itu tempat duduk Hakyeon hyung,” ujarnya. Ia menggeser diri dan menyisakan sedikit ruang untuk Ken duduk disampingnya. “ ..kau hanya boleh duduk disini,” lanjutnya.

Ken menyempitkan matanya. Ada yang tidak beres.

“ Aku tidak yakin kalau kau benar-benar sakit! “, ujar Ken.

Waee? Apa kau tidak lihat wajahku begitu pucat? “, protes Ravi dan dilanjutkan dengan mengeluarkan batuk, atau tepatnya pura-pura batuk.

“ Batukmu itu bahkan terlihat palsu dan dibuat-buat?! “, protes Ken lagi.

Aigoo, kau sudah membuatku seperti ini dan kau bahkan masih menuduhku yang tidak-tidak? “, Ravi menghela nafasnya. “ Sebenarnya kau ini niat menjengukku atau tidak? “

Ken menghela nafasnya. Benar. Dia kan kesini karena dia khawatir pada Ravi. Sedikit banyak dia harus bertanggung jawab karena sudah mengerjainya dan membuatnya menunggu selama tiga jam.

Kalau dipikir-pikir orang gila mana yang mau menunggu selama itu? Ken yakin pasien rumah sakit jiwapun tidak mau.

Dan orang gila yang melakukannya tidak lain dan tidak bukan adalah namja dihadapannya saat ini. Dan sialnya dia tidak gila, dia waras, hanya kurang terlihat saja kewarasannya.

“ Kau akan berdiri terus disitu hyung dan membiarkan tulang kakimu pegal? “, ujar Ravi.

Ken, dengan berat hati mendekati ruang kosong yang disediakan Ravi untuknya. Jika saja dia tidak ingat kalau dia menyuruh Ravi pergi ke Namsan Tower kemarin itu, mungkin dia akan menyiram Ravi dengan sup rumput laut disampingnya saat ini.

Hyung, aku belum makan... “, curhatnya pada Ken.

Ken memasang wajah datar. Yang benar saja. Ken berani taruhan kalau sup itu sudah lama tergeletak disitu dan itu terlihat sama sekali tidak disentuh. Lalu apa gunanya dia dibuat?

Ken mengalah. Ia mengambil mangkuk berisi sup rumput laut itu, menyendokkan dan menyuapinya ke mulut Ravi.

Menyenangkan sekali. Mengapa Ravi tidak memikirkan ini dari kemarin? Kalau sejak awal begini kan dia bisa cepat sembuh. Aniyo. Kalau begini terus lebih baik dia lama-lama saja sembuhnya. Biar Ken perhatian terus padanya.

Ken mengangkat telfonnya. Hongbin menelfon.

Ne, Hongbeannie. Ada apa? ..... Ah.. hyung sedang di ap.. ah maksudnya hyung sedang menjenguk Ravi.. dia sedang sakit........ Aku menyimpannya di laci paling atas........ Ne! “

Ken menyimpan kembali ponselnya. Ia sempat meralat ucapannya, dia takut Hongbin akan berpikiran yang tidak-tidak jika dia bilang dia ke apartemen Ravi.

Ravi menunggu Ken menyuapinya lagi. Tapi, entah mengapa sifat ‘galak’ Ken kembali muncul. Ia merasa Ravi memanfaatkannya. Ken meletakkan sup itu ke nakas.

“ Sudah cukup suap-suapannya. Kau hanya demam, kedua tanganmu masih berfungsi kan? Jadi seharusnya kau bisa makan sendiri tanpa perlu disuapi seperti bayi,” ujarnya.

“ Aku mau pulang, aku sibuk,” lanjutnya. Ken akan beranjak sebelum Ravi mendekapnya dari belakang.














Hulululu😋 WS itu gila gila karna lu kenjumma

Give ur vomment bwt newcomer ini yorobun😉

Seeyuu on the part 14!!😁🐒

《END》 Chained Up Of Love Hurts 🔗 [RaKen]Where stories live. Discover now