Entah kenapa malam ini terasa begitu gelap, tidak ada bulan ataupun bintang yang terlihat menghiasi langit. Julia kembali menurunkan wajahnya dan tersadar jika dirinya tidak sendirian. Matanya langsung mengerjap dan menatap siluet orang tersebut dengan seksama.

Orang itu terlihat sedang duduk meringkuk di dekat tempat sampah. Wajahnya terbenam diantara lipatan tangan dan kakinya. Julia juga melihat tubuh orang tersebut bergetar karena hawa dingin yang menusuk. Saat Julia mendekati sosok itu, Ia tersadar kalau orang itu adalah seorang pria.

Tubuhnya hanya dibalut dengan kaus tipis dan celana yang sudah compang camping, mungkin itu sebabnya tubuh pria itu bergetar. "hei" sapa Julia saat jaraknya sudah dekat, tapi masoh memberikan ruang privasi bagi mereka berdua.

Pria itu mengangkat kepalanya dan Julia terkesiap ketika melihat wajah pria itu penuh dengan luka dan begitu kotor, tapi saat mata Julia bertemu dengan mata pria itu, Julia langsung menahan napas.

Hanya satu kata yang bisa mendeskripsikan mata pria itu, Indah.

Mata biru yang terlihat seperti langit. Julia bisa merasakan dirinya tenggelam di dalam mata itu dan Ia tidak bisa menghilangkan rasa iri saat melihat mata biru pria itu. Ia juga ingin memiliki mata biru sepertinya, tapi sayangnya Julia diberikan mata hijau yang sama dengan ayahnya.

Julia juga menyadari rambut pria didepannya itu berwarna hitam---mungkin itu karena faktor gelap, tapi apapun warna itu pasti akan terlihat cocok dengan pria itu. "apa kau baik-baik saja?" tanya Julia dengan lembut. Julia melihat gigi pria itu saling bergemeletuk, tapi matanya menatap lurus ke arah Julia.

Ia tahu kalau pria itu tidak akan menjawab, bagaimanapun juga Julia adalah orang asing dan pasti pria itu merasa waspada dengan kehadirannya, tapi yang membuat Julia terkejut ketika pria itu menggelengkan kepalanya pelan sebagai jawaban. "apa kau sudah makan?" tanya Julia sekali lagi.
Pria itu kembali menggeleng.

"mau makan sesuatu?" jeda sejenak. Pria itu terlihat menimbang, tapi tak urung menjawab Julia dnegan anggukan kepala. "tunggu ssbentar, aku akan segera kembali" gumam Julia, lalu dengan terburu-buru Ia masuk kembali ke dalam restoran dan mengambil makanan sisa yang sengaja diberikan Mister Monroe pada Julia untuk dibawa pulang.

Julia menghela, ini untuk makan malamnya bersama sang ibu, tapi Julia sadar ada yang lebih membutuhkan makanan ini.

Ia bisa membeli beberapa butir telur nanti di perjalanan pulang untuk makan malam mereka. Dengan keputusan itu, Julia membawa bungkus makanan miliknya dan berjalan keluar, tidak lupa meraih syal miliknya dari dalam loker.

Julia berlari keluar dan matanya bergerak mencari sosok pria itu dan menemukan pria itu masih di tempat yang sama terakhir kali Julia meninggalkannya.

Julia berjalan menghampiri dan menyodorkan bungkusan makanan yang dibawanya, "ini makanlah... Maaf aku hanya bisa memberikanmu sedikit, tapi semoga ini bisa sedikit membantu" Julia melihat pria itu melahap makanan yang diberikan oleh Julia, tidak memperdulikan ucapan Julia  sama sekali.

Ia memperhatikan sosok pria dihadapannya dengan lebih seksama, jika dilihat dari penampilannya, pria itu diperkirakan berusia dua tahun diatas Julia---sekitar tujuh belas tahun, tapi karena tubuhnya yang kurus mungkin akan membuatnya terlihat lebih muda. Julia bergumam lirih, "apa yang terjadi padamu?" sepertinya pria itu mendengar gumaman miliknya, karena Julia menyadari tubuh kurus pria itu menegang.

Gerakan tangannya berhenti dan manik biru itu kembali terfokus pada Julia. "maaf... Ehh aku sepertinya keceplosan. Sepertinya kau kedinginan... Ini... " Julia melepaskan syal yang tadi sempat diambilnya saat mengambil makanan dan mengalungkan syalnya di sekitar leher pria itu,."Pakai syalku, syal ini dibuatkan oleh ibuku dan bahannya sangat hangat. Maaf aku tidak bisa memberikan pakaian atau jaket, karena.. Umm... " Julia berdiri dengan kikuk. "namaku Julia, siapa namamu?" tanya Julia mencoba mencairkan suasana.

Pria itu hanya membisu. Julia langsung menghembuskan napas keras dan memberikan senyum maklum pada pria itu, tapi untuk yang kedua kalinya Julia terkejut ketika pria itu menjawab, "Darren" suaranya terdengar begitu serak. Seperti sudah cukup lama tidak dipakai, atau karena banyak berteriak.

Mata biru milik Darren menatap Julia dengan intens seperti terlihat sedang mencoba menebak rahasia yang tersembunyi di dalam diri Julia.
"Darren? Nama yang cocok untukmu" gumam Julia canggung.

Entah kenapa Ia berubah menjadi pemalu saat Darren menatapnya seperti itu, tapi Julia hanya bisa maklum karena gadis seperti dirinya meresikokan diri sendiri dengan membantu pria asing di tempat yang gelap seperti ini.

Terdengar bodoh memang, tapi Julia merasa tidak tega dan sikap peduli yang ditanamkan oleh ibunya membuat Julia tidak bisa berdiam diri. "dengar, mungkin ini terdengar sedikit lancang, tapi apapun yang terjadi padamu atau siapapun yang melakukan ini padamu, apakah tidak sebaiknya kau melaporkannya pada polisi?" Darren hanya diam, mengamati Julia dengan intens hingga membuat Julia merasa lebih canggung. "Umm... Ibuku selalu bilang, akan ada saatnya dimana roda berputar. Mungkin saat ini kau berada dibawah, tapi siapa yang tahu... Mungkin besok atau lusa atau tahun depan kau akan berada diatas. Kau harus membuktikan pada mereka... siapapun yang melakukan ini padamu, kalau suatu saat mereka akan menyesal sudah melakukan ini padamu" Julia berjongkok disamping Darren dan mengusap luka lebam yang ada di pipi pria itu.

Ia meringis pelan karena dilihat dari luka itu, Julia yakin pasti rasanya sangat sakit dan perih. Ia kembali bergumam, "jadi tidak ada salahnya melaporkan ini pada pihak berwajib bukan?"

Darren tidak mengatakan apapun pada Julia. Pria itu sibuk memperhatikan Julia yang sedang merapikan syal di leher Darren agar sedikit menambah kehangatan. "baiklah, aku harus segera pulang atau ibuku akan mengamuk. Pikirkan kata-kataku dengan baik-baik. Selamat tinggal, semoga Tuhan memberikanmu kesehatan" setelah berkata seperti itu, Julia bangkit berdiri dan memberikan senyum manis pada Darren, kemudian berbalik meninggalkan pria itu merenung.

Saat sosok Julia menghilang dibalik kegelapan malam, Darren berbisik,

"Julia, my angel"

 "Julia, my angel"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Darren Obsession ✔ [ON KARYAKARSA]Where stories live. Discover now