Yang Arnold sesalkan, bukanlah kepergian Carla yang menyisakan banyak luka. Tapi, tak ada kata pamit dan kata perpisahan yang terlontar dari bibir wanita itu untuk Arnold.

Arnold kembali memasukkan foto Carla kedalam laci tempat ia menyimpan dokumen pentingnya. Arnold memegang dadanya yang terasa nyeri dan sesak. Ia menarik napas dan memejamkan matanya.

Ingatan dan bayang-bayang Carla terus mengisi pikiran Arnold. Tapi, bagaimanapun Arnold tetap harus melupakan Carla dan kenangan saat mereka bersama. Jika Arnold terus mengingat, yang ada semua hanya akan menyiksa Arnold dan batinnya.

Arnold meletakkan asal map yang diambilnya tadi, kemudian menuju tempat tidur king size miliknya. Arnold mengambil selimut dan tidur dengan posisi terlentang. Raut wajah Arnold memancarkan kesedihan yang teramat sangat.

Berulang kali ia berusaha memejamkan mata, namun sepertinya tak membuahkan hasil, Arnold tak bisa tidur dengan kegelisahan dan kesedihan yang sudah lama tersimpan kini terbuka kembali.

Arnold berulang kali mengatur posisi tidurnya, namun bayang wajah Carla dan senyuman gadis itu terus menghinggapi pikiran Arnold.

Arnold menghempaskan selimut yang tadinya menutupi tubuhnya itu. Ia berdiri dan melemparkan semua benda yang ada disekitarnya. Ia terduduk ditepi ranjang dan membungkuk lesu, ia menjambak rambutnya dengan kedua tangannya. Wajahnya memerah menahan tangis dan matanya tajam memancarkan kebencian.

Arnold membuka pintu kamarnya, ia berjalan dengan tergesa dan menuju lantai utama mansion nya. Arnold mengambil gelas dan menuangkan air putih kedalam gelas kosong yang ia ambil tadi. Arnold tidak duduk, ia tetap berdiri dan meyandarkan punggungnya, posisi kepalanya sedikit menunduk dan gelas berisi air putih ia genggam ditangan sebelah kanan.

Ia tak mau mengingat saat dimana ia terpuruk dan sangat hancur ketika Carla meninggalkannya. Arnold berusaha bangkit, namun sesekali luka itu sering muncul dan mengganggu hatinya. Arnold meletakkan gelas yang ia pegang tadi, ia menuju lift dengan langkah gontai. Saat keluar dari lift pun dada Arnold masih terasa sesak dan nyeri.

Kita pasti pernah merasakan sakit dan menderita saat ditinggal seorang yang sangat kita sayangi. Dan melupakan semuanya, tidak sama cepatnya seperti menghapus tulisan pensil dari kertas berwarna putih.

Arnold berhenti tepat dikamar miliknya, tempat dimana Ivanna berada. Itu memang kamar miliknya, namun Ivanna mengambil alih dan merasa lebih nyaman disana. Akhirnya, Arnold mengalah dan memilih untuk tidur dikamar yang bersebelahan dengan kamarnya itu.

Arnold merasa tak nyaman jika ia kembali tidur sendiri dikamar yang membuat dadanya sesak dan nyeri.

Arnold membuka pintu kamar Ivanna, ia tidak menghidupkan lampunya. Namun, Arnold masih mampu melihat Ivanna yang tertidur pulas dengan selimut yang menutupi tubuhnya. Pencahayaan dikamar itu hanya berasal dari lampu tidur yang ada diatas nakas. Arnold duduk ditepi ranjang dan meneliti wajah Ivanna. Ia membelai dan mengecup kening Ivanna berulang kali. Rasanya nyaman, bahkan sangat nyaman, batin Arnold.

Arnold merasa saat didekat Ivanna, ia tidak ketakutan dan merasa khawatir. Padahal tadi sebelum menuju ketempat Ivanna tidur, Arnold ingin melukai tubuhnya sendiri karena rasa sakit yang terus bergemuruh didalam hatinya.

Ia mendekap tubuh Ivanna dengan posisi menyamping. Arnold tau jika yang dipeluknya saat ini bukanlah Carla. Namun, kerinduan menggebu yang ia tujukan pada Carla kini ia curahkan seutuhnya pada Ivanna.

Arnold mengangkat selimut yang menutupi tubuh Ivanna dan tidur disebelah Ivanna. Mungkin tidur malam ini denganmu tidak masalah, batinnya. Arnold mendekap tubuh Ivanna erat dan penuh kasih sayang, tidak seperti Arnold yang biasa.

Ivanna tak terbangun dan melakukan pergerakan apapun, ia hanya membalas dekapan Arnold dengan tangannya yang ia letakkan tepat diatas tangan Arnold yang melingkar diatas perutnya.

Arnold berulang kali menciumi pipi Ivanna. Entah apa yang ada dipikirannya saat ini, tapi Arnold tak pernah berlaku selembut dan sehangat ini terhadap wanita kecuali Carla, itupun semenjak mereka menjalin hubungan. Apa mungkin Arnold menganggap yang di peluknya saat ini adalah Carla? Ah entahlah. Jalan pikiran orang siapa yang tau.

Sangkin merasa nyamannya Arnold, ia pun tertidur dengan pulas dan posisi yang masih terus memeluk Ivanna.

-----------------------

Ivanna menggeliat dan merasakan lengan besar diatas perutnya. Namun, gadis itu masih enggan bangun dan membuka matanya.

Hembusan dan deru napas Arnold membuat Ivanna sadar bahwa ia sedang tidak sendiri ditempat tidur itu.

Perlahan ia membuka matanya, walau sebenarnya Ivanna masih sangat ingin tidur dan terbangun di jam yang bisa terbilang tidak pagi lagi.

Betapa terkejutnya Ivanna saat ia membuka matanya, terlihat jelas lengan Arnold diatas perutnya dan  memeluk secara possesiv.

Ivanna menghempaskan lengan Arnold, "Apa-apaan kau!" ia beranjak dari tempat tidur yang mana terdapat dirinya dan Arnold disitu, "Mengapa kau bisa ada disini?! Seingatku, aku tidak memberi izin untuk kau tidur disini!" pekiknya.

Arnold mengucek dan mengerjapkan matanya, ia terbangun karena suara Ivanna yang berhasil memekakkan telinganya, "Kau ini berisik sekali," balas Arnold dengan suara khas bangun tidurnya.

Sontak tubuh Ivanna menegang kaku, suara seksi dan serak Arnold mampu mengalihkan dunianya. Tubuh atletis dan otot yang terlihat karena baju yang ia kenakan membuat Ivanna meneguk salivanya berulang kali.

"Sial!" umpat Ivanna.

Arnold menghampiri Ivanna yang masih setia memandangi setiap otot-otot dan tubuh atletisnya, "Kau diam-diam mengagumiku ya?" ucap Arnold sambil tersenyum jahil.

Mulut Ivanna seperti terkatup rapat. Ia tak bisa menjawab Arnold, seperti ada yang mengunci mulutnya untuk tidak membantah perkataan Arnold. Mau tak mau Ivanna mengangguk tanda ia menyetujui pernyataan Arnold tadi. Menyetujui bahwa ternyata diam-diam ia telah mengagumi Arnold. Ivanna yang malang.

Tbc.

The Dangerous Billionaire [#1 McClain Series]Where stories live. Discover now