--Ur Future--
Naruto selalu ingat dan tidak pernah lupa kejadian yang semestinya dia lupakan sekalipun Tuhan tidak akan membiarkannya memiliki ingatan tersebut. Harusnya pemuda itu hidup dengan jalan barunya meski berujung sama, toh dia memang tidak pernah tahu pernah mengalami kehidupan seperti itu.
Sayangnya, Naruto diberi keajaiban berupa bisa melihat masa depan yang sebenarnya adalah cerminan dari masa lalunya. Kehidupan sebelum ini, semacam deja vu yang membuatnya bingung.
Dari balik jendela bening yang menjadi dinding sebuah kafe, Naruto melihat dirinya di ujung garis zebra yang tengah memandang segerombolan anak geng motor pergi membawa Hinata. Dia tahu itu bukan ilusi atau lamunan semata, melainkan kenangan yang secara ajaib muncul seolah-olah menunjukkan kebusukannya di masa yang entah kapan dan di mana. Hanya saja, Naruto berpikir jika itu adalah kesempatan agar dirinya memperbaiki hidup.
Dulu, dulu sekali ketika Naruto berada di ambang kematian, di tumpukan salju yang membekukan tubuh, lelaki itu memohon dengan lidahnya yang kelu. Tak ada suara, tak ada rintihan, hanya berharap agar dirinya bisa mengingat semua kenangan buruk itu sekalipun harus terlahir kembali dan dihadapkan dengan kehidupan yang sama.
Terjadi.
Naruto terlahir kembali dan dihadapkan dengan kehidupan yang sama persis seperti sebelumnya. Lalu seolah harapannya di masa lalu terkabul, ingatan itu muncul di kepalanya sendiri ketika beranjak dewasa dan.
"Naruto?" Seseorang memanggil. Namun, pemuda di hadapannya itu tetap bergeming.
Lantas ditinggalkannya Naruto di luar sana ketika seseorang yang dipanggil dengan sebutan paman, kini berada tepat di depannya. Mereka berdua masuk, menempati salah satu meja kosong di sebuah kafe.
"Kau sudah menunggu lama?" tanya pria dewasa yang punya bekar luka di tulang hidungnya.
"Lumayan lama sampai aku punya waktu untuk mengingat kenangan masa laluku," jawab Naruto apa adanya. "Bagaimana kabar Paman?"
"Seperti yang kau lihat, Paman masih bisa berjalan, kau sendiri?"
Naruto angkat bahu seolah memberi jawaban bahwa keadaannya masih sama, tidak ada yang berubah.
"Kau agak tidak sopan padaku akhir-akhir ini, Naruto." Iruto terkikik setelahnya.
Kedatangan Naruto menemui pamannya bukan karena hal penting. Namun, dengan alasan rindu, lelaki itu bergegas menuju kota yang pamannya singgahi selama beberapa tahun ini. Tidak hanya itu, dia juga bisa berbicara banyak hal termasuk ingatan masa lalu atau masa depan yang tidak terhapus dengan beralasan mimpi atau semacamnya.
"Aku bingung, Paman," aku Naruto dengan kerutan di dahinya. Ekspresinya kini memang terlihat kebingungan dan membuat Iruka penasaran. "Aku merasa pernah melakukan semuanya dan mencoba untuk menghindari beberapa hal, tapi yang kulakukan pasti berujung sama. Padahal, bisa saja aku mengubah hasilnya jika memang itu bukan sekadar mimpi."
"Kau mungkin merasa tahu banyak, tapi tidak seharusnya kau berpikir bisa mengubah banyak hal, Naruto," balas Iruka meski tak tahu apa yang sedang keponakannya bicarakan. "Jika kau mendapat hasil yang tidak sesuai dengan keinginanmu, itu wajar. Paman tidak bisa berbicara banyak soal apa yang kau maksud karena kau tidak mau jujur pada Paman."
Iruka benar. Sekalipun di dunia ini ada urutan yang harus terjadi lebih dulu, suatu waktu bisa berubah dan mengacaukan urutan awal.
Meski tidak mendengar hal apa yang disembunyikan Naruto, Iruka berhasil memberi beberapa nasihat sebelum pergi lantaran jam kerjanya hampir dimulai. Meski terbilang bebas dan tidak terikat, pria itu memiliki target yang harus dicapai. Salah satu cara untuk menggapainya adalah dengan mengatur waktu.
YOU ARE READING
Your Future
FanfictionAda sebuah surat yang ditujukan kepada Hinata dari seseorang yang mengaku dirinya sepuluh tahun di masa depan. Namun, mustahil sekali. Hinata pikir itu orang iseng, atau kelakuan Uzumaki Naruto yang baru saja pindah sekolah karena lembaran pertama s...