Episode 6

1.8K 174 21
                                    

Biasa, typo adalah teman setia.

—Ur Future—

Setelah apa yang terjadi di luar dugaan, Hinata sedikit demi sedikit berpikir jika takdir mulai berubah. Contohnya seperti semalam saat Naruto yang tidak seharusnya datang membawanya pergi. Bagian itu tidak tertulis di surat dan dia bisa kabur dari Toneri jika bus malam datang. Namun, Naruto muncul tanpa di duga-duga.

Gadis itu bahkan dibuat bingung dengan hilangnya lembaran-lembaran surat yang mungkin akan terjadi di masa depan sampai-sampai dia sempat bercekcok dengan Shion dan menuduh kembarannya mencuri surat-surat tersebut yang justru membuat gadis itu tertarik dengan apa yang Hinata miliki.

Gadis yang mengecat rambutnya menjadi pirang itu bahkan sampai mengobrak-abrik kamar Hinata hanya untuk menemukan sesuatu yang dimaksud oleh saudara kembarnya meski Shion tidak bisa menemukan sesuatu yang berharga.

Tidak hanya hilang beberapa, ada kata-kata di surat tersebut yang tintanya luntur seperti tetesan air hingga tidak bisa dibaca lagi, Jika memang itu salah satu tanda jika takdir perlahan berubah, Hinata hanya perlu menjalani kehidupannya seperti biasa tanpa melakukan sesuatu yang tertulis di dalam surat tersebut sampai pada waktu dia menemukan satu kejadian lagi yang bakal terjadi.

Embusan napas keluar dari mulut Hinata, mengingat dirinya yang menginap di rumah Naruto, satu kamar dengan lelaki itu pula. Dia sempat berpikir jika Naruto melakukan tindakan asusila padanya, tetapi pikiran itu mengabur begitu matanya melihat selimut tebal di atas sofa.

"Untung saja aku belum main hakim padanya! Kalau sudah, pasti sangat memalukan! Menuduh seseorang padahal dia sudah menyelamatkan aku dari niat buruk Toneri!" Hinata menggerutu sendiri sambil memukuli kepalanya.

"Semalam kau tidur seperti orang mati," ucap seseorang yang berhasil membuat Hinata berjingkrak. "Kau sudah baikan?"

Hinata pikir dia berjalan sendiri tanpa seorangpun di belakangnya, tetapi tiba-tiba saja Naruto datang seperti setan dan membuatnya terkejut. Meski demikian, gadis itu memilih diam karena masih jengkel dengan tindakan Naruto yang tidak membawanya pulang ke rumah seperti yang diinginkannya.

Untung saja dia belum marah-marah, menuduh Naruto telah melecehkannya. Kalau mulutnya bertindak duluan, pasti sangat memalukan. Menuduh orang yang telah membebaskannya dari niat buruk Toneri.

"Aku peringatkan, ya. Kau harus berhati-hati dengan lelaki itu karena dia punya otak licik dan bisa melakukan apa pun demi kesenangannya sendiri."

Hinata menoleh setelah mendengar ucapan Naruto barusan. "Kau bisa berbicara begitu, apa kalian saling kenal?" tanyanya.

"Anggap saja begitu," sahut Naruto sambil menganggukkan kepala.

Gadis bermata lavendel itu tertawa tidak percaya. "Kau bisa menilai buruk seseorang padahal dirimu saja tidak sebaik itu."

"Terserah apa katamu. Aku hanya ingin kau tahu soal itu, jadi mau percaya atau tidak, keputusan ada di tanganmu. Tapi, Hinata." Naruto berhenti dan membuat Hinata melakukan hal yang sama. Dia menatap gadis itu selama beberapa saat sebelum kembali berkata, "Jangan terlalu naif. Seseorang tidak selalu baik hanya karena kau menilai baik mereka."

Benar kata Naruto. Layaknya seperti sampul dan isi buku, Hinata tidak bisa menilai seseorang hanya dengan sekali lihat atau beberapa kali pertemuan saja. Toneri mungkin bersikap baik padanya sekarang, tetapi jika mengingat soal apa yang tertulis di surat, lelaki itu menyimpan sesuatu yang mengerikan. Meski demikian, Hinata juga tidak ingin mempercayai Naruto dan dia tidak ingin lelaki itu curiga juga.

"Mungkin aku memang terlalu lelah semalam sampai aku tidur seperti orang mati. Jangan menuduh Toneri yang tidak-tidak, Naruto."

Naruto mendesah, kemudian berpindah tempat dan berdiri di depan Hinata. Dia membuang muka sebentar sebelum berkata,  "Selelah apapun orang itu, tidak mungkin dia tidak merasa terusik ketika orang lain mengganggunya dengan segala cara, Hinata."

Your FutureWhere stories live. Discover now