Takdir 1

338 16 0
                                    

Aku masih terlena di bawah pohon rindang sore itu. Semilir angin sore serta hembusan aroma bunga-bunga masih memanjakanku. Membuatku enggan untuk beranjak dari tempat itu. Aku menikmati setiap detiknya, merasakan setiap hembusan nafasnya. Inilah kebahagiaanku, bebas melakukan apapun. Tiduran di bawah pohon—seperti saat ini—atau menelusuri setiap jengkal tanah di pegunungan yang aku tinggali saat ini. Inilah apa yang orang lain seringkali bilang; kenikmatan yang hakiki.

Kulihat kambing-kambing berlarian di hadapanku, mengekspresikan kegembiraannya saat mereka masih mampu merasakan nikmatnya hamparan rumput hijau yang segar. Teman-teman sebayaku masih asyik berlarian kesana kemari. Rupanya mereka sedang bermain ‘kucing dan tikus’. Entah sudah berapa ronde permainan itu dimulai, namun mereka masih saja menikmatinya. Seolah tidak ada rasa jemu dalam diri mereka.

Tak lama, mereka akhirnya datang mengerumuniku.

Aku berujar, “Sudah capek, ya?”

“Sebenarnya belum capek, sih. Kami kemari bukan karena kami capek, tapi karena itu,” ujar salah satu temanku sambil menunjuk gundukan buah jambu batu di sebelahku. Mengetahui hal itu, aku cepat-cepat menyembunyikannya di balik kaus oblong yang kupakai.

“Oi, dasar pelit! Keluarkan! Enak saja, yang cari kan bukan cuma kau,” teriak teman-teman sambil silih berganti melempariku dengan sampah biji jambu batu yang mereka makan. Aku cekikikan. Awalnya aku bisa menahan lemparan mereka, namun lama-lama sakit juga. Akhirnya aku merelakan jambu batu itu keluar dari persembunyiannya dan diserbu oleh kawan-kawanku.

Kenyangnya perut kami bertepatan dengan terbenamnya sang surya, siap digantikan oleh bulan. Aku beranjak, bersiap menggiring kambing-kambing kembali ke peradabannya. Yang lainnya sibuk membereskan sampah-sampah sisa jambu batu yang berserakan di bawah pohon.

Derap langkah kami sore itu ditemani dengan nyanyian segerombolan anak yang berada di belakangku. Aku hanya tersenyum mendengarkan suara mereka, berusaha menikmati nyanyian mereka walaupun beberapa sedikit fals. Sementara yang lain sibuk menyanyi dengan suara khasnya, aku bergumam dalam hati.

“Alangkah bahagianya jika setiap hariku seperti ini. Hidup hanya untuk berkelana di gunung atau bermain dengan teman-teman. Semoga hari esok akan selalu tetap seperti ini.”

To be continued...

Penjara Takdir ✔حيث تعيش القصص. اكتشف الآن