8

116 5 0
                                    

Dia mana?

Pertanyaan itu terus bergulat di otak Clavenia. Bangku sebelahnya tanpa kosong. Apakah Orlando juga akan menjauhinya seperti sahabat-sahabatnya?

Saat itu, terdapat satu sahabatnya saat SD yang begitu akrab dengannya. Tetapi ia pergi; walaupun berjanji akan kembali, pasalnya sahabatnya itu tak kembali. Padahal anak itu berjanji akan selalu melindungi Clavenia. Semacam bullshit, tetapi hal itu lah yang membuat Clavenia mampu menjalani masa SMP nya dengan baik — karena merasa dilindungi oleh sahabatnya itu.

Kedua, Carline yang sudah ia anggap seperti saudaranya sendiri bahkan meninggalkannya juga.

Ketiga, Gerald, pacar serta sahabatnya juga meninggalkannya. Apakah memang ia selalu memiliki nasib ditinggalkan oleh sahabatnya sendiri?

"No, Revan mana?"

Reno sedikit kebingungan dengan panggilan Revan itu. Tetapi lama-kelamaan ia menyadari kalau yang dimaksud adalah Lando.

Nama Revan memang lebih enak di dengar daripada Lando — menurut Clav. Ketika ia menyebut nama Revan seakan terasa sangat dekat dengan dirinya, walaupun mereka baru kenal 4 bulan lalu dibandingkan nama Orlando.

"Oh Lando katanya sakit. Gak bisa masuk dulu. Ini dia titip buat lo"

Reno menaruh tas di bangkunya kemudian membuka satu bagian di tasnya, untuk mengeluarkan beberapa kertas dan memberikannya kepada Clavenia.

"Test test..." speaker itu mulai bersuara. Sangat jarang barang itu berbunyi selain untuk bel masuk sekolah dan pulang, sehingga jika berbunyi sangat membuat jantung anak bercenat-cenut karena siapa tahu nama mereka yang akan disebut dan digiring ke ruang BP.

"Buat Gerald Alfred, Verdi Sanjaya, Oscar Gilbert kelas 12 IPA 1, sedangkan Januar Ilinar, Maxime Delvon kelas 12 IPA 3, serta Elang Dinasti kelas 12 IPA 2, tolong ke ruang BP sekarang."

Padahal yang disebutkan tadi adalah nama-nama anak IPA, tetapi kelas Clavenia juga heboh karena yang dipanggil adalah semua anak-anak tim basket. Ada apa dengan mereka?

"Eh mereka kenapa sih? Kok dipanggilnya rame-rame gitu?" suara-suara di kelas heboh terutama geng centil Jane, yang disana berada Carline juga terlihat penasaran.

Clavenia menoleh kepada geng monster yang tumben sangat anteng bahkan tidak mengobrol satu sama lain. Ya, pasti ada hubungannya dengan Orlando.

"Kenapa lu pada diem banget hari ini? Ini ada hubungan ama Revan kan?!" seru Clavenia emosi. Mengapa Orlando bahkan teman-temannya harus menyembunyikan ini dari dirinya? Bahkan Orlando tidak mengirimkan pesan bahwa tidak masuk hari ini seakan-akan tidak terjadi apa-apa padahal mereka setiap hari mengirimkan pesan satu sama lain.

Dipandanginya anak-anak geng monster satu-satu tajam. Anak-anak itu berubah menjadi kalem tanpa suara sama sekali. Clavenia sangat yakin ini semua pasti ada hubungannya.

"Oke kalau kalian gak mau kasihtau, gue yang cari tau!!"

Clavenia langsung berlari keluar kelas mengendap-endap ke ruang guru yang saat itu sudah di kelas untuk mengajar bermaksud untuk menemukan surat keterangan dari Orlando. Di sekolah mereka memang sangat ketat, harus terdapat surat keterangan terlebih dahulu jika tidak bisa menghadiri kelas. Siapa tahu surat keterangan Orlando ada disana, untuk memberikan bukti bahwa ia benar-benar sakit kepala. Ia rela untuk bolos demi menemui Orlando hari ini atau lebih tepatnya sekarang.

Ia tak sengaja melewati ruang BP yang disana terdapat nama-nama dipanggil tadi.

"Kalian tahu ulah kalian berbuah apa? Anak itu harus dirawat di rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut!!" Bentak Pak Aji terlihat sangat marah.

Langkah Clavenia terhenti. Anak itu? Anak siapa? Ia berdiri di depan pintu untuk mendengar lebih jelas.

"KALIAN ANAK BASKET TAPI TAK MENCERMINKAN SEBAGAI ANAK TELADAN. KALIAN TAHU KAN KONSEKUENSI PERBUATAN KALIAN APA?"

Sementara deretan laki-laki itu hanya menunduk siap menerima konsekuensi yang akan diberikan.

"KALIAN SEMUA AKAN DIKELUARKAN DARI TIM BASKET. DAN KAMU, GERALD ALFRED. SAYA MEMBERIKAN KAMU KESEMPATAN UNTUK KEMBALI KE TIM KARENA PEREMPUAN ITU TELAH MENJAMIN BAHWA FOTO TERSEBUT TAK BAKAL TERSEBAR LEBIH LANJUT. TETAPI KAMU MENYIA-NYIAKA KESEMPATAN ITU. KAMU PERMANEN DIKELUARKAN, DAN DISAMPING ITU KALIAN DISKORS 2 MINGGU. KALIAN REFLEKSI KAN KESALAHAN KALIAN! SMA PATRIOT TIDAK MEMBUTUHKAN ANAK-ANAK BRUTAL KAYAK KALIAN!"

WHAT? INI APAAN? Barusan kuping Clavenia mendengar 'perempuan itu'. Ada apa sebenarnya yang terjadi? Foto apa? Jangan-jangan....

Tetapi ia mengurungkan pemikirannya sementara karena mengingat tujuan utamanya yaitu mencari tahu soal keberadaan Revan— Revannya sekarang.

Ia berlari kecil namun pelan agar tidak terlihat dari jendela-jendela kelas yang sedang berlangsung pelajaran.

Setelah sampai di ruang guru, ia menghampiri bangku Bu Dita yang di pojok kanan. Di atas mejanya terdapat sebuah amplop putih dari Rumah Sakit Angkasa Sehat. Ia lalu membuka amplop tersebut, dan betul dugaannya bahwa amplop itu adalah amplop RS yang merawat Orlando.

Bolos kelas adalah hal paling mustahil yang pernah dilakukan oleh Clavenia. Ia memang bukan anak yang selalu menaati peraturan sekolah — tetapi tidak pernah juga melanggar. Tetapi entah mengapa ia hanya ingin bertemu dengan Orlando sekarang juga, walaupun harus mengorbankan poinnya nanti yang dikurangi jika ketahuan.

Langkah kakinya pelan-pelan menuju gerbang sekolah.

"Weh ngapain lu?" panggil seseorang dari belakangnya. Mampus. Ini siapa lagi.

Setelah menengok, ternyata itu adalah Carmel, saudarinya.

"Ah ngagetin aja lu goblok. Gue mau bolos" ujar Clavenia singkat.

"Yeee lu bego. Bolos jangan lewat sini lah, lewat belakang biar gak ketahuan. Gimana sih" sahut Carmel mulai meninggalkan kakaknya.

Clavenia tak pernah bolos kelas, makanya ia tak mengetahui jalan mana yang dipilih anak-anak lain jika ingin keluar dari sekolah.

"Mel tunjukin dong"

Mereka berdua mengendap-ngendap menuju tembok belakang sekolah. Sekolah ini memiliki dua bagian, depan dan belakang. Belakang seperti taman-taman dan parkiran yang memiliki tembok tidak terlalu tinggi tetapi dihiasi pagar-pagar kecil diatas tembok tersebut.

"Ketahuan lu sering bolos ye, laporin Clement mampus lo" bisik Clavenia tak ingin suaranya terdengar satpam sekolah.

"Yang penting sekarang yang bolos lu. Gue laporin lu yang mampus" balas Carmel tak mau kalah.

Clavenia hanya terkekeh. "Jangan ya dek. Makin cans deh kalau ga aduin"

Adiknya itu hanya mengendus sembari ingin meninggalkan kakaknya.

"Mel, pinjem duit dong buat naik angkot"

"Ye lu jadi orang ga modal banget sih. Nih.. harusnya gue yang minta buat tutup mulut malah lo yang minta. Najis" omel Carmel kali ini meninggalkan kakaknya.

Clavenia berhasil kabur dari sekolah itu. Ia sangat tak sabar untuk menemui Orlando dan menanyakan apa semuanya yang sedang terjadi.

***
"Permisi mbak, atas nama Orlando di kamar mana?"

"Kamar E104 kak. Silahkan lewat jalur kanan ya"

Jantungnya berdegup kencang. Kenapa? Sangat tumben jantungnya berdetak seperti ini, terlebih karena akan bertemu oleh Orlando yang bukan lah orang spesial dalam hidupnya — atau sudah menjadi spesial?

Orlando's SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang