6

113 3 0
                                    

Langkah Clavenia lemas. Ia tak pernah menyangka kalimat sial itu akan keluar dari mulut pacarnya sendiri. Bahkan jika dilihat-lihat masa PDKT mereka lebih lama dibandingkan masa pacaran mereka.

"Lu kenapa lagi beb?" tanya Carline menepuk-nepuk punggung Clavenia. "Kayaknya akhir-akhir ini lu nangis mulu."

"Gue putus" jawab Clavenia tanpa mengangkat wajahnya. Clavenia hanya terus menangis dengan menenggelamkan wajahnya dalam tangannya di meja.

Carline menolak untuk menanyakan keadaan 'sahabatnya' itu lebih lanjut. Tak lama, terlihat Gerald melewati kelas mereka bersama Verdi, Ben, Oscar. Mata Gerald hanya memandang ke arah Clavenia yang masih menundukkan kepalanya diatas meja, sedangkan Carline tersenyum kemenangan melihat Gerald melewati kelas mereka dengan perasaan bersalah.

***
"Lu kenapa putusin Clavenia bego...." teriak Verdi setelah mendengar cerita dari Gerald. Sekarang mereka sedang berada di kamar Gerald. Disana Gerald terlihat sangat hancur. Ia sedari tadi hanya menatap langit-langit kamarnya tanpa memedulikan bahwa terdapat orang lain disana.

"Gue harus putusin dia Ver. Dia...."

"Jangan bilang karena lo keluar dari tim. Itu juga bukan karena dia sepenuhnya... itu karena lo juga. Lu jangan egois jadi orang, dia kurang apasih baik banget, cakep dan....."

"Dan Carline."

***
Sudah berhari-hari Clavenia tidak menunjukkan ekspresi se-ceria biasanya. Ia tak pernah membalikkan tubuhnya lagi untuk sekedar menyapa Orlando walaupun sering diabaikan oleh laki-laki tersebut. Orlando mulai berjalan mendekati perempuan itu. Carline entah kemana, jadi sebelahnya kosong. Ia mulai duduk disana sambil menyentuh pundak Clavenia lembut.

Dia emang gak pernah berubah dari dulu. Selalu nangis kalau stres banget, dan selalu pasti nangisnya mukanya dipendem dalem meja. Orlando kemudian tertawa kecil mengingat itu semua.

"Udah Car. Jangan ganggu gue dulu. Gue stres bangettttt" suara perempuan itu sangat berat. Ini anak kenapa yah?

Laki-laki itu mulai membelai kepala Clavenia. Rambutnya masih halus kayak dulu. Aksi itu spontan membuat Clavenia bangun dari posisinya. Carline tak pernah menyentuh kepalanya seperti itu. Pernah sih, tapi belaian ini tuh kayak familiar banget...... dan sangat ada perasaan dalam belaian tersebut.

"Lo ngapain disini?" hardik Clavenia kaget melihat sosok laki-laki itu lah yang ternyata mengelus rambutnya sedari tadi. Walaupun ia masih bingung dengan belaian tadi, tetapi perasaan sangat menerima belaian tersebut sangat familiar.

Orlando salah tingkah, ia langsung memperbaiki posisi kacamatanya dan memandang lurus ke depan.

"Putus?" Suara berat laki-laki itu keluar tanpa memandang ke arah Clavenia sama sekali.

"Bukan urusan lo." ketus Clavenia.

"Oke jadi lo udah putus ya." Baru kali ini Clavenia mendengar Orlando mengucapkan lebih dari satu kata.

"Yaudah kalau udah tau ngapain nanya"

Orlando hanya terdiam mendengar balasan perempuan itu. Dia emang gak pernah berubah.

Sejujurnya, ia sangat senang saat mengetahui hubungan perempuan itu dan Gerald harus berakhir. Tetapi ia tak tahan melihat perasaan sakit yang dialami oleh Clavenia, perempuan itu sudah berhari-hari menangis mulu di kelas. Mungkin kali ini ia harus mendatangi sosok Gerald tersebut walaupun ia tak mengenalnya. Dan ia tahu ini semua seperti telah diatur dan ada hubungannya dengan sosok sahabat Clavenia sendiri, Carline.

Selama hari iru Clavenia menyendiri. Ia berjalan ke kantin sendirian tanpa Carline. Entah lah Carline kemana, ia tak memedulikannya lagi. Yang jelas Carline memang akhir-akhir ini sangat berubah. Tak seperti dulu lagi saat mereka masih kelas 10 atau masih awal kenal. Ia mulai berubah saat memasuki kelas 11 semester terakhir sampai sekarang.

Sepulang sekolah, Clavenia bergegas menuju lobi untuk menunggu kakaknya disana. Sekolah ini sangat kecil sehingga jika ingin ke lobi pasti akan melewati lapangan basket disana. Perempuan itu merenung disana, mengingat bagaimana Gerald menembaknya saat itu. Dan ia juga salah satu alasan mengapa Gerald keluar dari tim basket....... tetapi tidak juga. Pasti ia tidak salah liat, Gerald disana bersama timnya sedang latihan basket dan coach nya. Loh, bukannya dia dikeluarkan?!

***
Hari-hari yang dilewati oleh gadis itu setelah putus menjadi sangat suram. Ia tak napsu makan, malas belajar, malas ngapa-ngapain, dan hal paling penting mengapa sahabatnya ikut menjauhinya setelah ia juga putus dengan Gerald?

Carline, anak itu sangat baik. Dulu. Di setiap kesedihan Clav, ia selalu ada disana. Selalu siap menghibur Clavenia. Bahkan saat kelas 10 banyak anak perempuan yang menjauhinya di kelas, Carline lah yang menolongnya sebagai temannya makanya mereka sampai sekarang masih akrab. Ia merasa hari-harinya di sekolah sangat tidak bersahabat. Walaupun di rumah ia memiliki abang, mbak dan adiknya yang begitu menyayanginya, tetapi di sekolah ia merasa seperti sampah. Tidak penting.

Tetapi ada satu orang yang selalu menemaninya akhir-akhir ini setelah Carline menjauhinya. Orlando.

Ya, laki-laki dingin itu memiliki ciri khas yang sangat unik. Ia selalu duduk di sebelah Clavenia saat Carline keluar ke kantin atau sekedar main dengan teman-teman yang lain. Disana ia hanya duduk menemani Clavenia yang menangis setiap hari.

"Lu kenapa mau deket ama gue? Kenapa gak ama monster-monster di belakang?"

Sebenarnya selama menjadi siswa di sekolah ini, Orlando terbilang sudah lumayan akrab dengan sosok Reno dan kawan-kawan. Mereka terkadang terlihat bareng saat ke kantin, atau nongkrong sampai sore di kelas.

"Gue deket juga kok ama mereka." jawab Orlando cuek padahal ia sedang berpikir untuk menjawab pertanyaan itu.

Karena lu lagi butuh gue Clav.

"Kenapa sekarang lo gak secuek pertama kali lu pas masuk?" tanya Clavenia lagi.

Karena lu lagi butuh gue Clav.
Gue udah janji gue akan selalu jadi pahlawan lo.

"Kasihan gue jutekin lo padahal lo abis putus. Hahaha" tawa Orlando mengacak rambut hitam halus Clavenia. Disana terlihat sepasang mata yang memandang mereka tertawa bersama.

***
"Lan, jalan gak nih?" ajak Gilang, salah satu anggota 'monster' kelas yang disebut oleh Clavenia.

"Gak bisa gan. Gue anterin Clavenia pulang hari ini." tolak Orlando halus.

"Ye nyuri kesempatan aja lo mentang-mentang dia udah putus" pernyataan tersebut membuat kepala Orlando seperti terhantam sesuatu benda. Apakah gue sedang mencuri kesempatan dia yang sedang sedih? Gak. Gue gak nyuri kesempatan. Gue kan emang pahlawan dia.

Segeng itu terdiri atas Reno, Gilang, James, Patrick, dan anggota terbaru saat itu adalah Orlando. Awalnya, mereka enggan untuk berteman dengan Orlando karena melihat sosoknya seperti kutu buku dan sangat cuek dengan dunia sekitar. Tetapi saat itu berubah setelah...

"Eh lu disini juga. Lo anak baru itu kan?" sapa Patrick menghancurkan lamunan Orlando.
Disana bukan hanya Patrick terdapat monster-monster tersebut. Laki-laki itu hanya mengangguk menjawab pertanyaan mereka.

"Yeeeeee anak baru gue kirain culun lo" sambar Reno menampol kepala Orlando. Ya, dia sedikit mabuk sehingga Orlando tidak begitu mengindahkannya.

Tempat ini memang sangat ampuh untuk menghilangkan masalah Orlando. Mungkin karena sudah terbiasa menghabiskan kehidupannya pada malam hari di Amerika saat kelas SMP sampai kelas 11 kemarin.

"Yaudah ada anggota baru nih yukk minum doloooo....." segelas pun diangkat oleh tangan mereka masing-masing hendak melakukan perayaan bahwa mereka semua memiliki kesamaan yaitu senang minum dan dugem.

Mereka benar-benar menghabiskan malam mereka bersama.

Orlando's SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang