"Aku minta maaf," ucap Silvana. "Apa pun yang kau pikirkan, ketahuilah itu tidak benar. Aku tidak berencana datang ke sana. Tapi mendadak saja—.."

"Kau tidak perlu menjelaskan apa pun," potong Var. Nadanya seirama dengan sorot datar yang dia kenakan.

"Jadi kau tidak marah? Lalu kenapa.. kau sama sekali tidak menemuiku di luar Gihon seperti biasa?"

"Karena seseorang memberitahuku satu hal."

Silvana menatapnya penuh tanya sementara benak Var mengingat kembali tatapan Cyde yang diarahkan padanya. Var tidak bodoh. Dia tahu arti tatapan itu dan mampu mencerna apa yang tengah laki-laki itu lakukan padanya juga Silvana. Ini sama sekali bukan karena Var menganggap Silvana berbohong. Gadis itu terlalu naif untuk bisa mempermainkannya dengan cara seremeh ini.

"Memberitahu.. apa?" tanya Silvana saat Var tidak kunjung meneruskan kata-katanya.

Var tersenyum tipis—benar-benar samar hingga nyaris tidak nampak tengah tersenyum.

"Kau adalah.. Putri Vighę," ucapnya seolah Silvana telah melupakannya. "Hanya butuh waktu sampai kau benar-benar menjadi simbol Vighę—menjadi pelindung negeri ini."

Tatapan Cyde menyimpan berjuta makna tersirat. Laki-laki itu mendorong Var supaya meresapi tiap kenyataan yang ada.

"Bukan hanya bangsawan, secara tidak langsung kau juga diakui sebagai keluarga kerajaan."

Apa yang sebenarnya tengah Var utarakan? Silvana paham kalimat Var, sekaligus bingung menerka ke mana arah pembicaraan ini. Kenapa tiba-tiba dia menyinggungnya?

"Pertunanganmu dengan Pangeran Vighę adalah hubungan yang diatur."

Silvana tertegun. Mendengar Var menyebut sosok laki-laki yang hilang dari kenangannya, menghasilkan gelenyar rasa yang getir.

"Cepat atau lambat, mereka akan mengincar posisinya yang kosong," kata Var. Mata kelamnya menumbuk lekat pada Silvana. "Kau bebas memilih.. tapi aku tidak akan ada di antaranya."

Seperti teriris oleh tajamnya sebilah belati, ulu hati Silvana merasakan nyeri yang amat sangat. Pandangannya berkabut. Meski berada persis di depannya, Var seolah berdiri di luar jangkauan. Sangat jauh, dan laki-laki itu sengaja melakukannya.

"Kau tetap akan ditempa, hanya saja aku melupakan satu hal. Kenyataan jika kau akan duduk di posisi tertinggi negeri ini, hidupmu bisa jadi telah diatur sejak sebelum kau lahir. Alih-alih menempamu, mereka mengatur segala sesuatunya. Kurungan yang mengekangmu bertahun-tahun, hubunganmu dengan Pangeran Vighę, dan yang terakhir: segel yang mematikan gerakmu setelah Vighę nyaris hancur. Jika tidak menuruti jalan yang disiapkan untukmu, siapa pun—tidak terkecuali—akan membahayakan nyawamu. Kebebasan yang kau dapat saat ini ... adalah semu."

Silvana bergerak mundur selangkah. Kenapa laki-laki itu mengatakan sesuatu yang buruk pada Silvana, setelah mengakui perasaannya belum lama ini?

"Var.. Kenapa kau tiba-tiba..?" Terbata, Silvana mencoba menemukan sedikit saja tanda-tanda Var hanya bercanda. Namun semakin dia melakukannya, semakin dia menganggap seseorang di hadapannya sekarang adalah orang lain.

Bagi Var, pertanyaan Silvana justru menambah kuat bukti dugaannya. Gadis itu tengah menyangkal.

"Silvana.." Var memanggil namanya pelan. "Kau tahu tapi menolak untuk menerima."

Kontan gadis itu menggeleng cepat.

"Kau mencintaiku! Kau bilang kau mencintaiku!" Suara Silvana meninggi. Sungguh, dia sama sekali tidak mengerti apa tujuan Var mengucapkan semua ini padanya. Tapi tidak disangkanya, Var membalas tanpa penyangkalan sedikit pun.

Silver Maiden [Terbit]Where stories live. Discover now