-7- WEDDING DAY.

218K 12.3K 73
                                    

Akad akan berlangsung besok pagi. Semua persiapan sudah beres semua. Diers membuka semua slot ruangan dilantai teratas untuk Dyta dan dirinya. ''Gede banget jadinya Diers, serem." Dyta melihat keseliling ruangan, bayangkan saja yang tadinya hanya tiga kamar, satu ruang TV besar, satu set kitchen room dan satu kamar mandi dikali lapan kali lipat.

Sangat-sangat besar sekali.

''Aku masih ngerombak ini agar lebih besar lagi, jadinya setelah menikah kita ngungsi dulu dirumah orangtua ku." Diers menjelaskan, sesekali melihat denah dan sketsa ruangan yang sedang ia rencanakan.

"Hey bodoh! Kita kan hanya menikah setahun, bagaimana denganku nantinya?" Dyta menginjak kaki Diers keras, sedangkan yang diinjak hanya diam tak bergeming. Dyta sedikit heran, apakah Diers mempunyai obat penahan sakit walau dirinya sudah diinjak, tampar dan dicubit Syadyta sekencang mungkin?

"Saya akan mencari apartment yang lebih bagus dan lebih dekat dari apartment ini." Diers berjalan santai kearah jendela besar yang memperlihatkan jalanan besar.

"Kamu yang bayar tiap bulannya!"

"Pasti."

"Trus? Gimana kalau ada yang iseng mencet lantai paling atas?" Tanya Dyta sambil membuntuti Diers.

"Hanya kita yang bisa kesini." Jawab Diers masih menatap jalanan.

"Bagaimana bisa?" Dyta masih penasaran.

"Sidik jari."

"Maksudmu?"

"Jempol bantetmu."

PLAK!

Satu pukulan keras tepat dipunggung Diers.

"Enak aja lu ngomong!" Dyta menggembungkan pipinya kesal.

"Hei, kamu melanggar perjanjian nomor 6 Nona, kamu melakukan KDRT padaku" Balas Diers, hampir saja ia tertawa. Ia harus menjaga image didepan wanita ini.

"Bantet an lo kali, tuh liat!" Dyta menarik jempol Diers dan beradu pada jempol mungilnya. Jelas saja punya Diers lebih besar, toh tulangnya lebih tinggi daripada dirinya. Diers masih menahan tawanya.

"Eh, tapi bagaimana kamu bisa mendapatkannya?" Dyta heran.

"Banyak tanya, sudah diam saja. Kamu hanya menjalani dan saya yang ngurus semuanya." Jawab Diers setengah membentak. Sebenarnya ada lucunya juga perempuan ini, Diers kira ia sama kakunya seperti dirinya.

Sampai-sampai Mamanya, Rina. Menyewa pakar ekspresi agar anaknya mempunyai ekspresi banyak seperti orang-orang disekitarnya.

Aku harap, aku bisa menjalankan misiku ini dengan mulus dan sempurna. batin Diers.

                                                                                    ***

Disinilah Dyta sekarang.

Diatas pelaminan.

Daritadi banyak sekali yang mengucapkan selamat pada Dyta sampai-sampai kakinya sudah melemas ingin segera duduk. Akad sudah berlalu tadi pagi, Diers sangat lancar mengucap ijab qobul. Ntah, hatinya campur aduk sekarang. Ada senang dan sedih.

Hey? Senang?

Buat apa senang?

Toh, tepat di tanggal ini dan setahun kemudian dirinya sudah dikatakan janda muda, dan sedihnya tak usah diberi tau juga kalian sudah tau.

"Diers, congrats bro!" Arsya, berpelukan ala lelaki dengan Diers.

"Yap." Diers membalas pelukannya.

"Inget bro, dihadapan hukum dan tuhan kalian berdua udah sah. Gua saranin, kalau lo udah bener cinta sama ni cewe terusin aja udah, lagian kalian juga keliatan serasi." Ujar Arsya sambil melirik Dyta yang sedang sibuk dengan tamunya.

"Udah ye bro, langgeng. Gue mau makan dulu, gue harap sih makanannya kagak palsu juga kayak nikahannya." Sindir Arsya sambil meninggalkan Diers yang masih cengo.

Apa iya dirinya salah? Ah, sayangnya ia sudah terlanjur melakukan hal bodoh ini. Ia janji ia akan menjalaninya dengan baik. Satu-satunya cara memang tidak pernah membuat wanita itu menyukainya. Lagipula, mana mungkin juga wanita itu mencintainya. Toh, darimatanya saja Diers sudah tau bahwa wanita itu selalu memancarkan kebencian padanya.

                                                                               ***

Semua acara berjalan dengan lancar. Disnilah Dyta sekarang, dikamar Diers dirumah mama mertuanya. Setelah dihapus makeup dan gaun diganti piyama akhirnya Dyta bisa bergerak bebas lagi, Diers dari tadi belum juga balik ke kamarnya.

Ah, tak apalah!

Dyta menaiki kasur kingsize milik Diers, lalu berbaring ditengahnya.

Pokoknya Diers gak boleh bobo di kasur, harus di lantai!

Dyta menutup mulutnya yang spontan menguap, lalu tanpa ia sadari ia sudah terlelap dengan posisi tengkurep yang absurd.

                                                                                  ***

Diers membuka jasnya, kini ia hanya memakai kemeja putih dan celana bahan hitam. Dirinya masih mematung dicermin raksasanya.

'Apa aku sudah memutuskan keputusan yang salah?' Batinnya terus menerka.

Diers beranjak keluar pintu, ia menangkap ada mamanya, Rina dan Lina yang sedang tertawa bersama. "Ehh.....pengantin baru." Ledek mamanya sambil cengar cengir kearas Diers. Dilanjutkan dengan Lina.

"Diers? Bisa mama bicara sebentar?" Tanya Lina sambil melangkah hati-hati kearah Diers.

Diers membuntuti mama mertuanya itu. "Diers kamu tau kan sifat Dyta gimana?" Diers hanya mengangguk, bohong. Lagipula ia juga baru mengenal Syadyta kurang dari dua minggu ini. ''Mama harap kamu tahan sama sifat Dyta yang gabisa dibentak dan cengeng banget.''

"Mama juga nitip Dyta ya Diers, mama udah percaya sama kamu." Lanjut Lina tersenyum sambil menepuk pundak Diers pelan. Rasanya Diers terlalu merasa bersalah, seandainya orangtuanya tau, pasti orangtuanya langsung mendapat serangan jantung dadakan mungkin.

Tapi Diers merasa menang karena dia sudah lepas dari bodyguard-bodyguard sialan itu. Ya, walau sekarang ada 2 bodyguard penjaga Dyta. Setidaknya bodyguard itu tidak bergantung pada dirinya lagi.

Diers mengangguk kearah mertuanya sambil tersenyum. Lina membalikkan badan dan kembali berbicara pada Mamanya.

Diers berjalan menuju kamarnya, bukankah diperjanjian pranikah sudah tertulis ia tidak boleh tidur bersama?

Diers membuka pintu kamarnya, ia hanya menggeleng saat melihat Dyta tidur dengan posisi maruk. Kaki dan tangannya membentang keseluruh kasur. Diers tersenyum melihatnya, geli.

"Seenggaknya kalau kamu bukan milikku seutuhnya, aku memiliki kewajiban sebagai suami, untukmu." Bisik Diers pelan sambil menyelimuti Dyta yang tidurnya masih dengan gaya seenaknya. Diers menggelar selimut putih dilantai karpetnya, ia langsung menghempaskan tubuhnya keselimut itu.

sungguh lelah hari ini, setidaknya ia bisa istirahat lebih esok hari.

                                                                                       ***


Lina itu mamanya Syadyta

Rina itu mamanya Diers.

Gatau kenapa bisa sama soalnya nama ibu-ibu yang ada diotak gue cuma itu wakakaka.

SAH! [SUDAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang