Hiraeth

70 7 3
                                    

"HOSEOK!-

Jangan bodoh dan dengarkan aku!"

Pekikannya menggema di setiap sudut ruangan. Membangunkan yang gelap dan mengusik yang pekat. Apapun itu, ia tak mau tahu. Keinginannya menjadi perintah mutlak waktu itu.

Ia mendengar sepenggal napas dari seberang. Putus-putus, sesak, dan asa yang sudah terlanjur di bawa hingga ke ujung jarinya.

Pria itu menyeringai di balik teleponnya.

Langkah terburu-buru itu berhenti pada jalan ramai yang penuh akan langkah yang ambisius, apatis, dan menekannya pada sisi tersepi dari tempat seramai ini. Hal itu membuat gadis itu menciut, berpikir keras hingga sistemnya bersedia hancur kapan saja.

Pria itu membiarkan teleponnya menyala tidak untuk diselamatkan, melainkan hanya untuk menggoda kematian.

"Apa lagi? Apa! Jawab aku Hoseok!"

Gadis itu terbatuk, suaranya hampir hilang. Peluhnya bukan lagi tanda bahwa ia telah kehilangan banyak tenaga, tapi gadis itu tahu bahwa ia bahkan belum memulai apapun.

Dengarkan aku, kumohon.

Bagus, batinnya sudah sama dengan seorang pengemis yang terus meminta-minta.

"Jangan berusaha."

Gadis itu menghentak kesal, sial!

Nada pria itu mengejeknya dengan kekehan halus nan rendah, lalu dengan angkuh meninggikan tawanya saat itu juga.

"Berhentilah Hoseok. Kau tahu bahwa aku benci bermain-main!"

"Hide and seek~"

Pria gila itu menjawabnya dengan nada jenaka yang terdengar sangat mengesalkan sekarang. Mendorong dirinya dalam perputaran arah yang tak mengerti di mana ujungnya.

Gadis itu kembali berlari, membelah kerumunan dan membiarkan bahu sempitnya tertabrak banyak orang. Pikirannya tak lebih dari kapal pecah yang berantakan dan siap karam. Kalut.

"Hoseok..."

Desauannya, dengan tangan yang masih menggenggam telepon di telinga kanannya, menyelinap dalam volume besar telepon di seberang. Tidak kalah putus asa dari si pemikir gila, Hoseok.

Dan kilatan mata itu tidak lagi sehangat biasanya.

Mata gadis itu berpendar jauh menatap gedung tinggi, membiarkannya memanas dan menangis, karena cahaya atau perasaannya, entahlah.

"Aku tidak sedang bersembunyi. Kaulah yang tidak menemukanku."

"Kau melihat banyak orang, lalu apa?"

Di seberang sana, Hoseok memejamkan matanya. Menghantarkan kegugupan dan gemetar rasa menentang waktu. Menghitung dalam diam akan sebuah perbuatan yang akan ia lakukan.

"Angin."

Spontan gadis itu berdecak lidah. Ia anggap Hoseok adalah pria yang bodoh dalam mendeskripsikan sesuatu, dan hal itu membuat sesuatu dalam dirinya memenuhi ruang emosinya.

Mata gadis itu mulai berkilat, separuh karena kabut emosi, separuhnya mungkin karena lapisan air matanya sendiri. Sesak, bahkan dalam kota sempit ini, ia tidak dapat menemukan lelaki itu, pria itu.

Tanpa lelah, ia membawa kakinya berlari sekali lagi, sekaligus mengiring langit yang menggelap setiap detik. Sedangkan teleponnya sudah tak ada suara. Hening. Dan ia benci itu.

"Hoseok, jangan diam!"

Suara tawa Hoseoklah yang membalas, bengis, tetapi ia dengar sedikit lirihannya di sana. Kemudian dalam suara langkah kakinya, ia mendengar Hoseok menghela.

Love Affair [BTS Fanfiction]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن