Firstly, Lost.

60 4 5
                                    


Dengungan kencang membuatnya memekik tertahan.

"APA KAU GILA?" habis sudah pertahanannya, emosinya membuat ia berteriak sangat kencang.

Tidak. Memang tidak seharusnya ia berteriak. Akan tetapi, sungguh, tangannya bahkan terasa hampir patah.

"Kemana akal sehatmu, Tuan?"

Dilihatnya pria itu sedang bangkit, hanya sebatas duduk karena bahkan mereka telah terlempar hingga trotoar.

"Sudah cukup sadar, Tuan?" ucap gadis itu sinis. Ia masih belum bisa menyembunyikan kekesalannya dari pria itu.

Bagaimana bisa pria itu membuat jalan sedamai ini menjadi tempat ajang bunuh diri?

"Tuan, sebaiknya anda—"

Gadis itu dibuat melotot untuk ke sekian kali begitu mengetahui pria itu melangkah pergi sebelum kalimatnya rampung.

Woah.

"Hey!!" ia tidak ingin melakukan ini, tetapi tubuhnya spontan bergerak mengejar pria itu dengan langkah yang sedikit terhuyung.

Ah, mungkin juga dirinya masih terlalu syok.

"Aku belum selesai bicara dan kau justru—"

"Lalu mengapa tidak kau biarkan aku mati saja?"

"..."

Bibir gadis itu bergetar saat ia belum sempat mengatupkan bibirnya.

Pria itu menatapnya tajam.

Di balik topi yang menutup matanya dengan bayangan, ia baru sadar bahwa sorotnya tidak main-main.

Mengapa aku harus berurusan dengan orang ini?

"Aku hanya... bukankah tindakan bodoh melakukan bunuh diri?"

"Kebodohanku, bukan urusanmu."

Geram, gadis itu kembali meninggikan nadanya, "Lalu bagaimana nasib orang-orang yang melihatmu?! Kau enak-enak mati dan kami yang mengurusi, begitu?!"

Pria itu tak bergeming pada tempatnya. Justru, gadis itu perlu dipertanyakan keadaanya. Karena pria di hadapannya malah semakin memajukan langkahnya untuk mendekat.

Tidak.

"Kau berhutang padaku, Nona."

"What the h-" ia sadar kalimatnya cukup kasar hingga ia tersedak, memberi waktu untuk melanjutkan, "bagaimana bisa aku yang menyelamatkanku dan aku yang berhutang padamu?!"

Tak ada jawaban. Pria itu hanya mengangkat kepala untuk memerlihatkan wajahnya lebih jelas.

Dan gadis itu baru tahu bahwa kerah leher pria itu penuh dengan darah yang mengalir dari pelipisnya.

"Kau—"

"Jangan alihkan pembicaraan."

Sungguh ia tak mengerti apa yang ada di pikiran pria ini. Banyak dari pria di hadapannya yang membuatnya emosi. Gadis itu hanya akan memilih untuk diam sekarang. Persetan.

"Itu tidak menyelamatkanku, Nona. Kau sama saja seperti mendorongku lebih masuk pada kegelapan saat aku hampir saja menemukan cahaya."

Ia tidak mengerti. Pria itu berdiri terlalu jauh dari sudut pandangnya. Mereka berada pada sisi yang berbeda.

"Dan kau berhasil membuatku terjebak untuk merasakan kesengsaraan itu lagi."

***


Love Affair [BTS Fanfiction]Where stories live. Discover now