[30] "Sempurna"

117 4 3
                                    

°°°

"Ok, Kak. Aku udah siapin semuanya."

"Makasih ya, Dika."

Enda menutup sambungan teleponnya. Gadis itu mengirim pesan pada seseorang, dan segera berjalan pergi dengan senyum manisnya.

Sementara itu, Juna dan teman-temannya sedang berkumpul dan duduk di tangga yang sering di lewati kelas sebelas. Mereka akan mengganggu dan menggoda para adik kelas yang lewat.

Juna merogoh saku celananya dan mengeluarkan ponselnya. Ia menatapa layar ponsel, yang terdapat satu notif pesan dari Enda. Juna segera membukanya.

Enda| Bisa bicara sebentar?
Di ruangan musik.

Juna tersenyum mendapat pesan itu. Ia segera memasukan kembali ponsepnya ke dalam saku dan beranjak pergi.

"Mau kemana lo?" tanya Riko.

Juna mendongkak. "Pacar kangen." ucapnya.
°°°

"Tumben... Ngajak ketemuan gini?" tanya Juna saat sudah berada di dalam ruangan musik.

Enda hanya tersenyum. Ia bisa memasuki ruangan ini, berkat bantuan dari Dika. Sekarang, Enda ingin memulai niatnya untuk membuat Juna kembali menyukai musik. Ia tidak nyakin ini akan berhasil, tapi apa salahnya mencoba.

"Gak ada yang penting sih, aku cuma mau nunjukin sesuatu," ucap Enda.

Juna semakin penasaran, apa yang akan di lakukan gadis itu. Juna melihat Enda mengambil gitar yang terletak di sudut ruangan. Gadis itu menuntun Juna duduk berhadapan dengannya.

"Aku... Sangat suka hal ini. Aku harap kamu juga suka." Enda menatap Juna dan tersenyum kecil.

Enda mulai memainkan gitar di pelukannya, mulai menciptakan alunan nada merdu yang dapat memesona siapapun yang mendengarnya.

Ia mulai bernyanyi, mengikuti nada yang di buatnya.

Kau begitu sempurna
Di mataku kau begitu indah
Kau membuat diriku akan slalu memujamu

Di setiap langkahku
Ku kan slalu memikirkan dirimu
Tak bisa kubayangkan hidupku tanpa cintamu

Janganlah kau tinggalkan diriku
Takkan mampu menghadapi semua
Hanya bersamamu ku akan bisa

Kau adalah darahku
Kau adalah jantungku
Kau adalah hidupku
Lengkapi diriku
Oh sayangku, kau begitu
Sempurna.. Semp...

"STOP!"

Enda kaget mendengar teriakan Juna. Cowok itu juga sepertinya sama kaget nya dengan Enda.

"Ma.. Maaf. Nyanyian kamu bagus, tapi... Aku harus pergi." Juna hendak beranjak. Namun... Enda menghentikannya.

"Tolong... Dengerin dulu... Apa yang mau aku katakan." Pinta Enda terlihat ragu.

"Sebentar, hanya sebentar." pinta Enda lagi.

Juna kembali duduk, namun ia tidak lagi menatap Enda.

"Dulu... Ayah pernah bilang. 'Putri ayah... Jangan pernah jadikan kekesalan menjadi amarah dan menumbuhkannya jadu dendam. Itu bisa membuat kita menyiksa diri kita sendiri.'
Itu yang dia katakan. Sampai sekarang... Kata-katanya selalu menjadi harta berharga yang akan selalu aku kenang." Enda kembali menatap Juna.

"Tidak baik terus menutup diri, dan menyimpan rasa sakit sendian. Jika kamu kamu membuka mata dan melihat sekitar, untuk sebentar saja... Kamu pasti akan menemuka seseorang yang bisa kamu percaya. Yang bisa kamu jadikan sandaran, dan tempat berbagi."

Enda menyimpan gitar yang dipegangnya dan berlutut di depan Juna. Gadis itu memegang kedua tangan Juna.

"Jika kamu mau buat sebentar saja membuka mata dan melihat sekeliling. Kamu akan tahu... Seseorang sedang menunggu kamu sejak lama. Dia ingin kamu pulang, dan kembali seperti dulu."

Juna melepaskan tangan Enda dari tangannya, ia bangkit dan langsung pergi keluar tanpa mengatakan apapun.

Enda masih terduduk di lantai dan memerhatikan punggung Juna yang perlahanenjauh dan menghilang.

°°°

Di apartemen, Juna mengurung diri di kamarnya. Menatap jendela yang terbuka, menampakan pemandangan langit malam yang terlihat cerah, walau tanpa bintang.

Juna berdiam diri dalam kegelapan kamarnya. Ia terus memikirkan perkataan Enda saat di ruang musik tadi siang. Apa mungkin gadis itu tahu tentangnya? Tapi... Bagaimana bisa?

Kenapa gadis itu menyuruhnya membuka mata? Untuk apa? Apa ada hal yang akan berubah?

Juna terkekeh. Tentu saja tidak. Hidupnya akan selalu seperti ini, tak akan ada yang bisa di perbaiki. Hatinya sudah hancur jadi kepingan dan tak akan ada kesempatan untuk memperbaikinya. Apa yang di lakukan Ibunya dulu sudah cukup membuat Juna hancur, ia tidak akan kembali lagi, dan merasakan kehancuran yang sama.

Juna menghela nafas kasar dan mengacak rambutnya. Ia kembali menatap Langit malam, hingga suara dering ponsel mengganggunya.

Juna memeriksa ponselnya, dan melihat nama Enda tertera di sana. Kenapa lagi gadis itu meneleponnya?.

"Hallo?" Juna mengangkat telefon Enda.

"Aku di luar... Bukain pintunya cepetan!"

"Hah?  Di luar di man..."

Tut... Tut... Tut.

Panggilannya terputus. Juna segera beranjak dari duduknya, ia menyalakan semua lampu di apartemennya dan segera menuju pintu. Di lihatnya Enda yang terlihat kesulitan membawa beberapa kantong keresek besar di tangannya.

"Bawain ini!" Enda menyodorkan keresek itu pada Juna.

"Apa ini?" tanya Juna.

"Itu bahan-bahan makanan," jawab Enda sembari masuk mendahului Juna yang masih berdiri di pintu.

"Huh... Beratnya!" Enda meletakan bawaannya di dapur. Juna juga mengikutinya.

"Taruh di sini!" perintah Enda, menunjuk tempat keresek yang tadi di taruhnya duluan.

"Tunggu dulu! Buat apaan semua ini?" juna masih tidak mengerti.

"Ini? Buat di masak. Malam ini... Aku mau masakin kamu banyak makan enak. Kamu belum makan kan?" Enda tersenyum manis.

"Aku gak perlu semua ini, kenapa bawa sebanyak ini? Bukannya kamu udah pindah ke rumah?" Juna masih terheran.

"Anggap aja ini hadiah, ok." Enda mulai membuka bungkusan keresek yang di bawanya.

Juna memerhatikan Enda dalam diam.

"Enda, apa kamu lagi berusaha ngelakuin sesuatu... Yang aku gak tahu?"

°°°

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 20, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Musicenda #ODOCTheWwgTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang