[14] "Lo pikir, Gue juga main-main?"

49 3 0
                                    


°°°

Kembali... Juna membuat gempar satu sekolahan. Namun, kali ini bukan dengan berkelahi atau tauran. Melainkan... Sebuah pernyataan yang begitu mengejutkan dan tak pernah di sangka semua orang.

Ketika acara Pensi berlangsung, dengan tenangnya, cowok itu naik ke atas panggung dan membuat orang-orang terheran. Ia meminta semua orang berkumpul dan mendengarkan apa yang akan di katakannya.

Lalu... Dengan suara lantang dan serius, cowok itu menyatakan perasaannya pada cewek paling ramah dan pintar di Sma Angkasa. Pernyataannya ini benar-benar menimbulkan keteleejutan semua orang.

Termasuk Enda. Gadis itu begitu terkejut sampai-sampai ponsel di tangannya terjatuh. Ia benar-benar tidak mengerti apa yang sedang di lakukan cowok itu.

Kini... Semua pandangan tertuju pada Enda, mereka pasti penasaran... Kenapa bisa seorang gadia baik-baik dengan tiba-tiba di tembak oleh si pembuat onar nomor satu di sekolah.

Enda mengambil ponselnya yang terjatuh, ia menatap datar Juna yang masih berdiri di atas panggung, untuk selanjutnya berlari menjauh dari semua orang.

Saga, yang juga melihat kejadian itu semakin merasa heran. Ia berpikir Enda paati sudah merahasiakan sesuatu darinya.

Semua orang kini berbisik-bisik heboh, mereka bertanya-tanya, apa yang sudah terjadi selama ini pada Enda dan Juna.

"Pantas saja... Gue pernah beberapa kali melihat mereka bersama."

"Gue gak pernah nyangka mereka ternyata punya hubungan sedeket itu."

"Iya, apalagi kan, kak Enda selama ini deketnya sama Kak saga."

"Secara, Kak Enda kan orang baik pake banget, masa sih mau sama Kak Juna, emang sih dia ganteng. Tapi kan... "

"Mungkin Kak Endanya juga yang ngerayu mereka berdua gitu, dia kan cantik, jadi gampang aja dapet banyak cowok."

Dan berbagai bisikan lain dari semua siswa yang sekarang berkumpul di lapangan.

Sementara Juna, cowok itu segera turun dari panggung dan mengejar Enda yang yadi berlari menjauh. Ia mencari Enda di sekitar area Lab dan perpustakaan yang sepi. Sampai... Cowok itu terpikir suatu tempat yang akan mungkin di datangi Enda.

Juna segera melangkahkan kakinya menuju bagian belakang perpustakaan, tempat yang sama saat ia membantu Enda yang kesiangan waktu itu. Dan benar saja... Enda memang ada di sana.

"Enda." Juna berjalan mendekati Enda yang berdiri memunggunginya.

"En..."

"Apa?" Enda berbalik dan memotong ucapan Juna.

"Apa-apaan ini? Lo pikir gue ini bahan lelucon lo, apa?" Enda berkata dengan nada kesal yang kentara.

"Lo pikir, permintaan gue semalem main-main?" Enda meninggikan suaranya, air mata mulai mengalir di wajah cantiknya.

"Apa lo pikir gue juga main-main?" Juna mulai bersuara.

"Pernyataan gue barusan itu bukan main-main, gue serius." Juna menatap Enda.

"Gue... Gak pernah mau terlibat apapun sama orang kayak lo, pembuat onar."

Ucapan dingin Enda barusan berhasil menyentakan Juna, ia tampak begitu kaget dan terlihat menahan marah mendengarnya. Juna kini memasang wajah datarnya, ia tersenyum miring dan mendekat ke arah Enda.

"Gue ngerti. Cewek baik dan pinter kayak lo gak bakalan mau kan pacaran sama bad boy kayak Gue?"

"Gue pikir, pikiran lo itu gak sedangkal ini, ternyata... Lo sama aja kayak yang lain." Juna berbicara dengan nada dinginnya.

Enda mengusap air matanya dan kembali menatap Juna. Gadia itu sempat tidak enak hati dengan perkataan Juna barusan, namun... Jika ia tidak melakukan ini, selamanya ia akan selalu terlibat dengan Juna. Ia ingin hidup tenang, melupakan masa lakunya secara perlahan dan menyembuhkan traumanya.

"Gue memang selalu berpikiran sama kayang uang lain. Emangnya lo ngeharepin apa dari pemikiran gue, hah?"

Juna hanya diam setelah mendengar perkataan Enda, selama beberapa saat mereka saling bertatapan dalam diam. Enda mengusap air matanya dan berjalan pergi, melewati Juna yang berdiri di hadapannya.

Entah kenapa, hatinya menajdi sakit seperti ini. Enda tidak pernah mau atau berniat menyakiti siapapun dengan kata-katanya, termasuk Juna.

°°°

Seminggu setelah kejadian penembakan Juna. Beberapa orang masih ada yang heboh membicarakan mereka. Juna juga jarang terlihat di sekolah setelah ke jadian itu.

Saga juga tidak berbicara lagi pada Enda sejak kejadian itu. Enda audah berusaha meminta maaf dan berusaha menjelaskan apa yang terjadi, namun... Saga masih tetap marah padanya. Memang seharusnya Enda tidak menyembunyikan apapun dari Saga sejak awal.

Enda pulang ke apartemennya lebih awal, kepalanya tiba-tiba sangat sakit, jadinya ia ijin pulang lebih awal dari sekolah.

Enda membaringkan tubuhnya di atas sofa, ia memejamkan matanya berharap rasa pusing di kepalanya bisa sedikit menghilang.

Beberapa saat kemudian, ponsel di dalam tasnya berbunyi. Enda berusaha mengabaikan rasa pusingnya dan mengambil ponsel miliknya.

Ensa sedikit mengernyit melihat siapa orang yang memanggilnya. Untuk apa ibunya menelepon? Tidak biasanya.

Enda berdiri dan berjalan menuju balkon, ia menghela nafas sebelum mengangkat panggilan dari ibunya.

"Hallo," ucap Enda mengawali.

"Kamu... Sudah beruntung ayah tirimu mau membiayai semua kebutuhanmu, sekarang kenapa kamu malah berani-beraninya merebut pacar adik tirimu."

"Dengar, kamu harusnya beesyukur atas apa yang kamu miliki saat ini. Jangan macam-macam dengan Indri, memangnya kamu pikir, kamu ini siapa hah?"

"Jika aku tidak berbaik hati membawamu ke jakarta, anak menyusahakan seperti mu pasti sudah aku buang."

"Jadi ingat, jauhi pemuda bernama Juna, dan jangan ganggu anakku Indri."

Tut.. Tut... Tut.

Sambungan telefon terputus, Enda menatap ruang kosong di depannya datar. Gadis itu tersenyum nanar.

"Huh... Siapa lagi sekarang yang akan menyalahkanku?"

29 December 2017
Silvia N

Musicenda #ODOCTheWwgTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang