6. Aris Penipu

57.4K 5.9K 48
                                    

"Ambil helm dulu di ruang Himpunan," kata Bian sesaat setelah Mei meninggalkan aku berdua saja dengan Bian. Sepertinya hanya aku yang salah mengartikan tawaran Bian barusan.

"I...iya," sahutku akhirnya. Bagaimana ini? Aku baru saja mengenal Bian, ngobrolpun baru tadi. Apa tidak masalah jika tiba-tiba dia mengantarku?

"Ng...aku pakai Trans Jogja aja kaya'nya. Nanti ngerepotin kamu," ujarku tidak enak. Bian tertawa kecil sebelum menyahut perkataanku.

"Aku sudah biasa jadi tukang ojek kok," sahutnya. Aku memutar bola mataku sambil mencari alasan lain agar Bian tidak perlu mengantarku. Aku merasa tidak enak jika Bian yang mengantarku, sementara selama ini aku saja tidak pernah bertegur sapa dengannya.

"Aku sering kok antarin anak-anak Himpunan yang pulang kemalaman kalau kebetulan ada kegiatan. Terutama yang wanita," jelasnya seperti menangkap keraguan di wajahku.

"Oiya, kapan-kapan kamu harus ikut kalau kita ada kegiatan," lanjutnya sambil berbelok menuju ruangan Himpunan.

Aku menghela nafas panjang sambil mengikuti langkah Bian. Bian berhenti di sebuah ruangan dengan plang nama tertempel di sebelah pintu yang bertuliskan 'Himpunan Mahasiwa Teknik Kimia'.

Seumur masa mahasiswaku di kampus ini, aku hanya tahu dimana letak ruang Himpunan tapi tidak pernah menginjaknya. Mei pernah beberapa kali mengajakku mengikuti kegiatan Himpunan, tapi tidak pernah kugubris.

"Tunggu ya," kata Bian. Dia melepaskan sepatunya dan masuk ke dalam. Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling. Ruangan Himpunan nampak sepi, mungkin para anggotanya sedang kuliah. Biasanya ruangan Himpunan ini merupakan tempat nongkrong setelah kuliah selesai. Mungkin cuma aku yang terlihat asing jika berada disini.

"Ayo," Bian tiba-tiba muncul dan menyerahkan sebuah helm padaku.

"Kamu biasa pakai Trans Jojga ya kalau ke kampus?" Aku mengangguk mengiyakan pertanyaan Bian.

"Dari Timoho mau kemana lagi?" tanya Bian saat menuju ke parkiran.

"Langsung pulang," sahutku.

"Rumahmu dimana?" Aku menegadahkan kepalaku menatap Bian sebelum menjawab pertanyaannya. Tinggiku yang hanya sebahu Bian membuatku harus menegadah setiap bicara dengannya.

"Di Janti. Kamu tinggalin aja aku di Timoho, aku bisa pulang sendiri kok," kataku.

"Loh kok gitu? Nggak apa-apa kok ntar aku sekalian antar kamu pulang," Bian menatapku heran.

"Kamu bukan tukang ojek loh," kataku.

"Walaupun tadi kamu bilang begitu," lanjutku sambil nyengir. Bian tertawa.

"Aku bakal antar kamu ke Timoho terus pulang ke rumahmu di Janti. Nggak bisa ditawar lagi," putus Bian dengan wajah serius.

Aku baru saja mau membalas perkataan Bian, tiba-tiba sosok yang berjalan ke arahku membatalkan niatku.

Kenapa harus bertemu dia dalam situasi yang seperti ini?

"Kamu bisa ikut saya sebentar?" suara beratnya bergema di pendengaranku. Dia bahkan tidak berbasa-basi menyapa kami. Pandangan matanya mengarah pada Bian.

"Ya Pak. Ada apa ya?" Bian menghentikan langkahnya. Mau tidak mau aku juga mengikutinya. Kalau tadi aku tidak sedang bersama Bian, pasti akan kuacuhkan Aris seperti yang sering kulakukan.

"Ke ruangan saya. Ada beberapa materi Termo yang bisa kamu bagi untuk teman-temanmu," sahut Aris. Pandangan matanya hanya menatap Bian, sedetikpun tidak ada menoleh ke arahku.

"Baik Pak," sahut Bian.

"Tunggu sebentar ya," bisik Bian sambil memberi kode padaku untuk menunggu. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku dan ingin mengatakan kalau aku tidak mau menunggu. Sayangnya Bian sudah mensejajari langkah Aris menuju ruangannya di lantai dua kampus ini.

Aris penipu!!!

Dia pasti menipu Bian dengan pura-pura meminta pertolongannya. Alasan sebenarnya hanya satu, dia tidak mau ada orang yang berbaik hati padaku! Dari dulu, Aris paling tidak suka jika aku selalu mengandalkan orang lain. Katanya akan semakin membuat aku manja.

Kenapa dia masih saja suka ikut campur urusanku? Padahal semuanya sudah berbeda, baik waktu maupun situasinya.

Arrgggghhh!!!

Harusnya aku bisa cepat-cepat kabur dari jurusan ini, harusnya Aris tidak mengusik hidupku lagi, dan harusnya aku tidak berada disini!

Saat sosok Aris dan Bian menghilang dari pandanganku. Aku menghela nafas gelisah. Bian memintaku menunggunya, tapi aku tidak yakin dia akan kembali dalam waktu yang singkat. Semua akan menjadi rumit jika berurusan dengan Aris.

Aku mondar-mandir sambil berharap Bian segera kembali. Tapi entah kenapa perasaanku mengatakan semuanya tidak mungkin. Apa aku pergi saja dan tidak menunggu Bian?

Seharusnya tadi aku meminta nomor ponsel Bian agar semuanya lebih mudah. Aku melirik jam tanganku sekilas. Sudah setengah jam berlalu. Apa Aris menyuruh Bian mengambil materi kuliah seperti yang disebutkannya tadi ke negeri antah berantah?

Bian pasti bisa mengerti kalau aku tidak bisa menunggunya lebih lama lagi. Akhirnya aku membalikan badanku dan berjalan menuju pintu keluar.

Semoga Aris akan mendapat balasannya karena telah menyengsarakanku!

"Loh, kok sendirian?" Aku menoleh mencari sumber suara. Tepat di belakangku, sosok itu berjalan mendekatiku tanpa senyum.

Pertanyaan yang keluar dari mulutnya terdengar sangat menyakitkan karena diucapkan oleh kecoak bau sebangsa Aris.

--

Past & Present : You (Telah Terbit)Where stories live. Discover now