19. Pecundang

407 35 0
                                    

"Tak akan ada lagi Ji Hyo yang ceria. Tak akan ada lagi Ji Hyo yang penuh canda."

------

Jong Kook kembali pergi ke taman belakang sekolah. Ia merenung, menundukkan kepalanya.

"Kau benar - benar pecundang, Jong Kook."

Ia merasa dirinya benar - benar pecundang. Hati kecilnya memintanya untuk bertanya pada Ji Hyo, tentang keadaan yang sebenarnya, tapi dirinya menolak. Ia lebih memilih memendamnya sendiri, menjadi seorang Jong Kook yang pendendam. Ia tak bisa melihat perempuan menangis, tapi ia lebih tidak bisa menjauhi sahabatnya.

"Maafkan aku Ji Hyo-yaa. Aku benar - benar sahabat yang buruk. Aku tidak bisa menjagamu dari pria yang dapat menyakitimu. Aku yang harusnya jadi pendampingmu, Ji Hyo-yaa.."

------

Sekolah telah usai. Bel pulang telah berbunyi dengan nyaring. Namun, bagi Ji Hyo, bel ini adalah bel terburuk yang pernah ia dengar. Ia tak bisa pulang karena harus latihan, tapi yang lebih buruk lagi adalah... tidak berbincang dan berpamitan dengan penuh canda dengan sahabatnya, Jong Kook. Ji Hyo menghela nafas panjang.

"Ini bukan Song Ji Hyo! Bukan! Aku harus tanya pada Jong Kook ada apa dengannya!" gumamnya sambil cepat - cepat berkemas. Ia berdiri dan lagi - lagi menghela nafas panjang. Dilihatnya Jong Kook yang telah selesai berkemas. Namun, tak seperti biasanya, Jong Kook melenggang pergi tanpa melihatnya sama sekali. Sebelum Jong Kook pergi terlalu jauh, Ji Hyo segera berlari keluar kelas mengejarnya, dan menarik tangannya. Menghentikannya berjalan lebih jauh. Menahannya untuk tidak menjauh darinya.

"Apa? Aku buru - buru." keluh Jong Kook sambil melirik jam tangannya. Ji Hyo menunduk. Matanya berkaca - kaca, ia berusaha menahan air matanya jatuh, tapi terlambat. Air matanya mulai mengalir pelan.

"Kau ini kenapa?" tanya Ji Hyo sambil tetap menggenggam tangan Jong Kook erat

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Kau ini kenapa?" tanya Ji Hyo sambil tetap menggenggam tangan Jong Kook erat.

"Memangnya aku kenapa?" tanya Jong Kook dingin. Ji Hyo menelan ludahnya. Pahit rasanya mendengar semua perkataan dingin itu.

"Kau ini Jong Kook, kan? Sahabatku? Sejak tadi kau kenapa?! Kau berubah!" ujar Ji Hyo dengan nada tinggi. Tangisannya pecah. Ia tak tahan lagi dengan semuanya. Biarpun semuanya menatapnya, dia tetap tak perduli.

"Harusnya kau pikir dulu, siapa yang berubah." kata Jong Kook sambil menghempas genggaman tangan Ji Hyo dan melenggang pergi. Namun, arah langkahnya bukan menuju luar sekolah, ataupun ruang latihan paduan suara, tapi menuju taman belakang sekolah. Ji Hyo masih tetap menangis. Linangan air matanya, jerit tangisnya, tidak cukup untuk membuat Jong Kook berbalik dan merasa iba padanya.

"Ji Hyo, kau tidak boleh menyerah! Kejar dia!" pikirnya. Ji Hyo menarik napas panjang, menyeka air matanya, dan segera berlari mengejar Jong Kook.

Di dapatinya Jong Kook yang tengah berdiri dan merenung di taman belakang sekolah. Terlihat punggung sahabat yang di rindukannya itu. Ji Hyo berlari. Ingin sekali rasanya memeluk punggung itu, tapi apa daya, keadaan memaksanya untuk berubah. Ji Hyo berdiri di hadapan Jong Kook dan menamparnya. Namun, Jong Kook tak bergeming.

"Kau sudah gila, hah?!! Apa yang terjadi padamu?! Apa aku melakukan kesalahan?! Aku tidak mengerti!!! Jelaskan semuanya, jelaskan!!!!" jeritnya sambil memukul dada Jong Kook. Ia menangis sekeras - kerasnya, tak perduli dengan sekitarnya. Namun, tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut sahabatnya itu.

"Kau sudah tidak mau bersahabat denganku lagi? Kau sudah muak denganku? Apa yang pernah ku perbuat padamu hingga kau menjadi dingin padaku?! Hentikan semuanya! Aku tak sanggup! Ak... aku... tak sanggup jauh darimu!!" jerit Ji Hyo sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

"Tidak ada yang perlu aku jelaskan." kata Jong Kook dengan nada datar. Pandangannya tetap tidak tertuju pada Ji Hyo. Ji Hyo masih menutup wajahnya, tangisannya belum juga reda.

"Tapi kau yang harus jelaskan." lanjut Jong Kook. Ji Hyo membuka wajahnya dan mendapati Jong Kook yang tengah menyodorkan ponselnya. Terlihat sebuah gambar, yang membuatnya bingung.

"Aku? Jelaskan ini?!"

"Kau tidak mengerti juga? Pria ini hanya mempermainkanmu, dan kau.. kini menamparku? Apakah aku yang pantas menerima tamparan ini?" tanya Jong Kook sambil mengepalkan tangannya. Membahas semua ini membuat emosinya naik.

"Kau yang tidak mengerti! Dia pria baik - baik! Dia selalu ada ketika aku membutuhkan seseorang untuk bercerita, dia selalu bersedia meminjamkan bahunya untukku ketika aku menangis. Sedangkan kau? Kemana saja kau selama ini ketika aku sedang terpuruk?! Kau terus saja sibuk dengan urusan vokalmu. Aku memang tidak penting bagimu, kan?!" Ji Hyo meluapkan semua hal yang terus menjalar di pikirannya. Jong Kook terlihat berkaca - kaca. Namun, ia tersenyum sinis.

"Lihat, kan? Kau bahkan tak sadar semua kalimatmu itu untukmu sendiri. Baiklah, jika dia memang baik untukmu, pergilah." ucap Jong Kook sambil menarik ponselny dan melangkah pergi. Meninggalkan Ji Hyo yang masih penuh dengan tangisan. Mereka berdua tak sadar, ada seseorang yang sedari tadi menyaksikan pertengkaran mereka.

------

Jong Kook mempercepat langkahnya. Semakin jauh ia melangkah, semakin besar rasa bersalah yang ada pada dirinya. Ia merasa ia bukan pria jantan. Tidak menyelesaikan masalah, dan tidak bisa menenangkan seorang perempuan yang ia sayangi dengan baik. Meninggalkan luka bagi perempuan yang ia sayangi. Ia menyesal dengan perbuatan dinginnya tadi, tapi ia tak mau berlarut - larut dalam kesedihan.

"Mungkin sudah saatnya aku melupakannya. Aku memang di takdirkan untuk tak memilikinya. Lebih baik aku fokus pada latihan vokalku." gumamnya sambil duduk di halte bus. Namun, baru beberapa menit ia duduk sendirian, menikmati cuaca sejuk nan sepi, seseorang duduk di sebelahnya, dan menyentuh tangannya. Sontak Jong Kook menjauh, tapi betapa leganya dia ketika mengetahui bahwa orang yang duduk di sebelahnya adalah sosok yang ia kenal. Yoon Eun Hye.

"Oppa.. ini aku." ucap Eun Hye sambil tersenyum. Jong Kook menghela nafas dan balas tersenyum.

"Kau.. sedang banyak masalah, ya? Maaf... tapi tadi... aku tak sengaja melihat pertengkaranmu dengan.. Ji Hyo." jelas Eun Hye. Jong Kook tertegun mendengarnya.

"Aku baik - baik saja, Eun Hye-yaa." ujar Jong Kook cepat.

"Kau tidak baik - baik saja, Oppa. Kau butuh seseorang untuk mendengarkanmu." Eun Hye memang ada benarnya. Dia memang membutuhkan seseorang sekarang. Namun, yang ia harapkan adalah Ji Hyo.

"Mungkin... kau benar.." kata Jong Kook pelan sambil menghela nafas.

------

Jong Kook dan Eun Hye berjalan mengitari pedesaan yang tak jauh dari rumah Eun Hye. Jong Kook ingin merasakan sejuknya pedesaan, sehingga ia mengajak Eun Hye pergi ke desa ini sebelum mengantarnya pulang. Di perjalanan, Jong Kook menceritakan semuanya. Mengenai kekesalannya pada Ji Hyo. Jong Kook pikir, tidak ada salahnya menceritakan semua ini pada Eun Hye yang juga sahabatnya.

"Kau benar. Aku juga berpikir bahwa... Gary itu tidak baik bagi Ji Hyo." ucap Eun Hye menyetujui Jong Kook.

"Tapi dia tak pernah mendengarkanku. Boleh aku minta tolong? Mungkin sekarang dan ke depannya, hubunganku tidak akan begitu baik dengannya, aku minta jaga dia. Jauhkan dia dari pria yang berbahaya." pinta Jong Kook. Eun Hye tersenyum.

"Kau sungguh sahabat yang baik, Oppa. Ji Hyo mungkin hanya sedang lelah. Dia tidak bisa berpikir jernih. Kalian pasti akan berbaikan lagi." ujar Eun Hye menyemangati Jong Kook. Jong Kook tersenyum.

"Terima kasih Eun Hye. Kau sangat baik, aku mempercayaimu. Kalau boleh jujur.... Aku tidak mau kehilangannya... aku... sangat menyayangi Ji Hyo."

- To be continued...
@spartace76

Sshh... It's Me! ( @spartace76 )Where stories live. Discover now