33. Emas

16.8K 2.3K 211
                                    

Anza baru tahu kalau punya adik semenyenangkan ini. Anza jadi punya teman ngobrol kalau habis pulang sekolah, walau si Putri cuma bisa merespon dengan ucapan nggak jelas. Karena pada usianya yang menginjak 18 bulan, yang bisa Putri ucapkan cuma Mi, Pi, mamam, dan cucu. Kalau memanggil Anza, Putri cuma bersuara, "uhh ... uhh ...." Nggak bisa memanggil, "Mas," seperti yang diharapkan Anza.

"Mas pulang, Dedek Putri!" Anza yang kini berseragam putih-merah langsung berlari ke tempat Putri berada. Biasanya kalau siang begini, Putri main di ruang tengah. Dan benar dugaan Anza, si adik memang lagi asyik menyusun balok.

"Dedek!"

Belum juga Anza berhasil memeluk Putri, Mami udah menarik tangan Anza. Menahannya untuk menyambut Putri yang kesulitan berjalan menghampiri Anza. "No ... no ... Mas Anza. Ganti baju, cuci tangan sama kaki dulu," perintah Mami.

Anza merengut kesal. Sebel aja, sejak Putri lahir, Mami makin sering ngomelin Anza seperti Mami ngomelin Papi. Yang Anza nggak boleh ngajak Putri begadang. Yang Anza harus bersih dulu kalau mau peluk Putri. Paling parah, Anza nggak boleh dekat-dekat Putri selama sakit flu seminggu yang lalu.

"Uhh ... uhh ...." Tangan mungil Putri berusaha meraih Anza. Tapi, Anza nggak bisa berbuat apa-apa atas titah ratu di rumah mereka, alias Mami. "Bentar Dedek Putri. Mas mau ganti baju dulu. Sama Mami dulu, ya?" Seakan mengerti ucapan Anza, Putri beralih menarik tangan Mami.

Nggak mau membuang waktu, Anza segera berlari ke kamar. Mengganti baju dan nggak lupa mencuci tangan dan kaki. Setelah selesai dengan urusannya, barulah Anza kembali ke tempat Putri bermain. Menemani Putri sementara Mami mengerjakan beberapa pekerjaan rumah yang tertunda.

"Uh ... Uh ...." Putri menunjuk sesuatu, Anza yang langsung tahu kode Putri, segera mengambilkan balok yang terlempar cukup jauh dari keberadaan mereka.

"Ini." Putri udah akan mengambil balok di tangan Anza, tapi kakaknya itu malah menyembunyikan balok di belakang tubuhnya. "Nggak ... nggak ... bukan tangan yang bagus. Mana tangan yang bagus?" tanya Anza karena Putri berniat mnegambil dengan tangan kiri.

Mata Putri mengerjap sebentar, membuat Anza terkikik. Kelihatannya Putri bingung. Nggak kunjung merespon, akhirnya Anza menarik tangan kanan Putri. "Ini tangan yang bagus. Ambilnya pakai tangan ini, ya?"

Putri mengangguk, meski kelihatannya anak berusia 18 bulan itu nggak mengerti dengan ucapan Anza. "Bilang apa, Dedek Putri?"

"Aihh ...."

Anza menggeleng. "Terima kasih," tuntun Anza pelan-pelan.

"Aa ... iih ...."

Mengajari Putri memang butuh kesabaran ekstra. Kata Papi, wajar anak seusia Putri masih belum bisa bicara dengan jelas. Sebagai kakak yang baik dan atas saran dari Kakak Reka, Anza berusaha maklum. Lagi pula, Putri tipe anak yang nggak usil, seperti Binno yang hobinya narik-narik rambut panjangnya Kakak Elbi. Heran, padahal sama Anza dan Kakak Reka, si Binno anteng dan nurut banget. Beda kalau sama Kakak Elbi. Setiap mereka bersama, ada aja yang nangis.

"Uhh ... uhh ...." Putri menarik kaos Anza. "Miii ... cucu," ucap Putri.

"Bentar, ya. Mas panggilin Mami," kata Anza berlari kecil tapi pandangannya sesekali mengamati Putri. Takut adiknya itu melakukan sesuatu yang berbahaya. "Mami, Dedek Putri mau susu."

"Bentar ... bentar ...." Mami segera menghampiri anaknya. "Uhh, anak Mami haus? Mau minum susu, ya?" tanya Mami. Merespon pertanyaan Mami, Putri menarik-narik kemeja Mami.

"Oke ... oke ... sabar anak Mami," kata Mami tertawa, lantas mempersiakan Putri menikmati ASI-nya.

Melihat Putri udah tenang di pangkuan Mami, Anza mendesah pelan. Kalau udah mulai menyusu, Putri bakal tidur. Baru bangun nanti menjelang asar, minta dimandikan. Dengan begitu, waktu bermain dengan Putri harus ditunda sampai sore nanti.

All about AnzaWhere stories live. Discover now