9. Futsal

16.6K 2.3K 136
                                    

"Kok Anza belum ganti baju?"

Anza yang sekarang lagi sibuk sama buku gambar dan krayonnya terpaksa mendongak karena gangguan dari Papi. Mata bulatnya menyipit tajam, memandangi penampilan Papi yang hanya mengenakan kaos hijau dengan nomor 13 besar di dadanya dan celana pendek. Papi biasa sih berpenampilan seperti itu. Biasa banget, apalagi kalo mau main bola.

"Kok Anza bengong?"

Kening Anza mengerut bingung. "Anja nggak bengong, Papi. Anja bingung. Kenapa Anja harus ganti baju?" tanya Anza membuat Papi berdecak.

"Katanya mau diajarin main bola," kata Papi.

Oh, iya. Kelopak mata Anza berkedip cepat.

Sepulang sekolah kemaren, Anza memang langsung tanya Papi yang kebetulan nggak masuk kantor. Terutama soal alasan di balik muka bete Zidan dan temen-temen Anza yang lain. Bukannya menjelaskan, Papi malah ketawa sambil nepuk-nepuk paha dengan keras. Yang lebih ngeselin, Papi pake ngatain Anza segala. "Makanya, kalo diajakin Papi main bola jangan ditolak," kira-kira Papi ngomong begitu.

"Tapi, Papi ..." Anza menghela napas panjang, bertingkah kayak orang dewasa, "Anja cuman tanya kenapa temen-temen bete sama Anja. Anja nggak minta diajarin main bola."

"Ribet kalo Papi jelasin. Nanti Anza juga nggak ngerti," kata Papi.

"Anja ngerti. Kan Anja pinter."

"Pinter tapi melakukan gol bunuh diri?"

Anza diem. Bukan karena merasa tersindir. Dia diem karena nggak ngerti sama omongan Papi. Gol bunuh diri apaan? Anza malah makin bingung.

Sadar anaknya malah makin pusing, Papi pun kembali memaksa Anza untuk berganti baju dan ikut pergi sama dia. "Ya udah, entar Papi jelasin lagi. Sekarang Anza ganti baju. Terus ikut Papi."

"Anja masih ngegambar."

"Lanjutin besok aja."

"Males, ah Papi."

"Anza ...."

Anza dengan terpaksa menuruti perintah Papi. Sambil menghentakkan kaki dia berjalan menuju ke kamar. Papi sendiri cuma senyum-senyum lihat tingkah anaknya. Pandangannya kemudian berpindah pada buku gambar Anza.

"Seneng amat ngewarnain daun yang kena matahari tenggalam," gumam Papi sambil geleng-geleng kepala. Yah, pikiran Anza kan emang seajaib itu.

Sejak di rumah, di mobil, sampai di tempat tujuan bibir Anza masih aja manyun

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sejak di rumah, di mobil, sampai di tempat tujuan bibir Anza masih aja manyun. Bahkan menurut Papi, bibir Anza maju satu milimeter tiap menitnya. Okelah, Papi lebay. Tapi, memang makin manyun itu bibir anaknya yang (katanya) paling ganteng.

"Anza, bibirnya jangan manyun gitu, dong. Jelek," nasihat Papi saat mereka memasuki arena futsal. "Main bola itu seru tauk. Yakin deh Anza bakal ketagihan mainnya," kata Papi lagi.

All about AnzaWhere stories live. Discover now